Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Proses Legislasi

UU PDP Diharapkan Tekan Peretasan dan Kebocoran Data

Foto : Koran Jakarta/M. Fachri

Rapat Paripurna -- Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus (kiri) disaksikan Wakil Ketua DPR Rachmad Gobel (kanan) pada Rapat Paripurna DPR ke-5 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/9). Rapat membahas sejumlah agenda di antaranya Pengambilan Keputusan atas RUU tentang Pelindungan Data Pribadi.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani mengatakan pengesahan RUU PDP menjadi UU mengakhiri kebuntuan antara DPR dan pemerintah terkait kedudukan lembaga pengawas pelindungan data pribadi.

"Menjadi akhir dari kebuntuan sejak September 2020 akibat tidak adanya titik temu antara pemerintah dan DPR terkait kedudukan lembaga pengawas pelindungan data pribadi," kata Christina.

Sebagai jalan tengah, ia menyebut pemerintah dan DPR akhirnya bersepakat untuk menyetujui lembaga pengawas pelindungan data pribadi untuk selanjutnya ditetapkan oleh Presiden.

Ia berharap Presiden akan menentukan yang terbaik sebagai bagian dari komitmen politiknya, mengingat lembaga tersebut akan mengawasi pihak swasta, badan publik, maupun kementerian/lembaga sehingga penting untuk memiliki independensi. "Kepastian independensi lembaga ini akan memberikan jaminan lebih dalam upaya negara melakukan pelindungan data masyarakat," ujarnya.

Ia mengatakan RUU PDP yang baru saja disahkan untuk menjadi undang-undang tersebut mencakup pemahaman soal maraknya kejadian peretasan data yang salah satunya disebabkan sistem pengamanan siber yang belum diterapkan semua instansi.

"RUU PDP memahami keadaan ini dan memastikan penerapan sistem/infrastruktur pengamanan data dan keberadaan sumber daya manusia (data protection officer) yang andal sebagai salah satu kewajiban pengendali data," katanya.

Terkait hal tersebut, Christina menekankan agar institusi atau lembaga negara mencermati catatan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) soal peringatan anomali trafik keamanan siber dan rekomendasi yang diberikan.

Ia berharap pengesahan RUU PDP menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2023 itu akan mampu menjawab atau paling tidak mengurangi dengan signifikan peretasan dan kebocoran data yang terjadi.

Disahkan Jadi UU

Seperti diketahui, Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada Selasa menyetujui Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi untuk disahkan menjadi UU.

"Apakah RUU tentang Perlindungan Data Pribadi dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang," kata Wakil Ketua DPR RI Lodewijk Freidrich Paulus dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.

Pertanyaan itu dijawab setuju oleh seluruh anggota dan perwakilan fraksi yang hadir pada sidang paripurna DPR RI.

Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari dalam laporannya mengharapkan UU PDP mampu menjadi awal yang baik dalam menyelesaikan permasalahan kebocoran data pribadi di Indonesia.

"Setelah pembahasan yang secara dinamis dari sebelumnya draf RUU yang disampaikan pemerintah terdiri dari 15 bab dan 72 pasal menjadi 16 bab dan 76 pasal," katanya.

Secara terperinci sistematika dari RUU PDP, yakni Bab 1 Ketentuan Umum, Bab 2 Asas, Bab 3 Jenis Data Pribadi, Bab 4 Hak subjek data pribadi, Bab 5 Pemrosesan Data Pribadi, Bab 6 Kewajiban Pengendalian Data Pribadi dan Prosesor Data Pribadi Dalam Pemrosesan Data Pribadi, Bab 7 Transfer Data Pribadi, Bab 8 Sanksi Administatif, Bab 9 Kelembagaan, Bab 10 Kerja Sama Internasional, dan Bab 11 Partisipasi Masyarakat.


Redaktur : Sriyono
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top