Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Strategi Pembangunan

Utang yang Besar Mempersulit RI Keluar dari "Middle Income Trap"

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Beban utang yang besar akan mempersulit upaya Indonesia keluar dari middle income trap, terutama dana yang ditarik lebih banyak digunakan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif.

Untuk keluar dari middle income trap, sebuah negara harus mencapai angka pertumbuhan tinggi, yang bisa dicapai dengan ekspor harus lebih besar dari impornya.

"Beban utang yang besar akan mempersulit upaya Indonesia keluar dari middle income trap," kata ekonom dari Universitas Brawijaya (UB), Malang, Munawar Ismail, kepada Koran Jakarta, Kamis (15/8).

Munawar mengingatkan masalah utang luar negeri bukan sekadar karena besarnya, tapi lebih pada seberapa jauh produktivitas jumlah yang ditarik, seberapa cepat dan luas bisa menghasilkan dampak ikutan seperti yang diharapkan.

"Tapi jika yang berlaku sebaliknya maka akan sulit.

Apalagi kalau konsumsi terus meningkat, sementara utang yang digunakan untuk berbagai proyek infrastruktur belum dirasakan dampaknya," tutur dia.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Bisnis dan Ekonomi (FBE) Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Aloysius Gunadi Brata, mengatakan kondisi pasar keuangan global yang masih tidak pasti ikut mempengaruhi menarik tidaknya surat berharga negara (SBN) di mata investor asing.

Suku Bunga Acuan

Implikasinya adalah kemungkinan SBN dibikin menjadi lebih menarik yakni dengan mencari cara meningkatkan imbal hasilnya.

"Karena imbal hasil ini sangat terkait dengan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) maka bisa saja lalu suku bunga acuan dinaikkan," kata Aloysius.

Namun, hal tersebut akan membawa risiko biaya dana pun menjadi naik dan membebani dunia usaha.

Menurut, keputusan tentang suku bunga acuan tersebut juga akan ditentukan oleh kebijakan the Fed terhadap suku bunganya, yang diduga akan menurunkannya September mendatang.

Munawar dan Aloysius ini menanggapi apa yang disampaikan Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, yang mengatakan utang luar negeri Indonesia pada triwulan II-2024 tetap terkendali.

Seperti dikutip dari Antara, posisi utang luar negeri RI pada triwulan II- 2024 tercatat sebesar 408,6 miliar dollar AS atau tumbuh 2,7 persen year on year (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan sebesar 0,2 persen (yoy) pada triwulan I-2024, peningkatan tersebut bersumber dari utang luar negeri sektor publik maupun swasta.

"Pemerintah berkomitmen tetap menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu, serta mengelola utang luar negeri secara pruden, terukur, oportunistik dan fleksibel untuk mendapatkan pembiayaan yang paling efisien dan optimal," kata Erwin, di Jakarta, Kamis.

Dia menuturkan posisi utang luar negeri pemerintah pada triwulan II-2024 sebesar 191,0 miliar dollar AS, atau mencatat kontraksi pertumbuhan 0,8 persen (yoy), berlanjut dari kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar 0,9 persen (yoy).

Perkembangan tersebut terutama dipengaruhi oleh penyesuaian penempatan dana investor nonresiden pada Surat Berharga Negara (SBN) domestik seiring dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.

Sebagai salah satu komponen dalam instrumen pembiayaan APBN, pemanfaatan utang luar negeri terus diarahkan untuk mendukung pembiayaan sektor produktif serta belanja prioritas dengan memperhatikan keberlanjutan pengelolaan utang luar negeri.

Berdasarkan sektor ekonomi, utang luar negeri pemerintah utamanya mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (20,9% dari total utang luar negeri pemerintah); administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (18,8%); jasa pendidikan (16,8%); konstruksi (13,6%); serta jasa keuangan dan asuransi (9,5%).


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top