Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Festival Selawang Segantang

Upaya Bangka Tengah Lestarikan Budaya Adiluhung

Foto : dok. Festival Selawang Segantang
A   A   A   Pengaturan Font

Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah (Bateng), Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) berupaya melestarikan budaya dan kesenian daerah melalui "Festival Selawang Segantang".

"Kegiatan ini sudah menjadi agenda tahunan sebagai ajang menyalurkan bakat seni anak daerah, sekaligus melestarikan kesenian dan budaya daerah," kata Bupati Bateng, Ibnu Saleh usai membuka Festival Selawang Segantang di Koba, Sabtu (30/3).

Ia menjelaskan, budaya dan kesenian daerah adalah kekayaan daerah yang harus tetap dilestarikan dan ditumbuhkembangkan, di antaranya melalui kegiatan festival.

"Kegiatan ini tidak hanya melestarikan kesenian daerah saja, tetapi lebih dari itu adalah bagian dari instrumen untuk memajukan sektor kepariwisataan" ujarnya.

Menurut dia, banyak cara untuk meningkatkan mutu dan memperkuat karakter suatu daerah di antaranya melalui kesenian daerah.

"Justru itu, perlu pengembangan bakat generasi muda terhadap seni dan pengembangan sumber daya manusia yang berbudaya," ujarnya.

Ia mengatakan, melestarikan kesenian dan budaya daerah menjadi bagian dari program unggulan sehingga perlu ditumbuh kembangkan semangat berbudaya di tengah generasi muda.

"Budaya dan kesenian daerah itu merupakan ciri khas serta karakter daerah, maka harus dilestarikan sehingga daerah tidak kehilangan karakter," ungkapnya.

Sementara itu, sejumlah grup seni budaya dari berbagai daerah yang ada di Kabupaten Bateng mengikuti festival Selawang Segantang dan Serumpun Sebalai yang digelar Disbudparpora Bateng, di depan Polsek Koba, Bundaran Tugu Ikan.

Festival tersebut dibagi menjadi dua sesi penampilan. Untuk siang, menampilkan 10 grup dan pada Sabtu malam menampilkan 8 grup peserta yang masing-masing diisi 10-15 orang pergrupnya yang ditujukan memanfaatkan potensi seni musik tradisional rabana dan gendang.

Adapun grup pertama yang tampil pada sesi siang grup Rudat Harapan Bersama asal Des Tanjung Gunung lalu diikuti Rebana Arrahman 2 asal Kampung Dul, Rebana Nurul Ihsan Desa Teru, Rebana Al Hikmah Kampung Dul, Rebana Al Anshor Kelurahan Berok, Rebana Anisa Kelurahan Arung Dalam, Dambus Gemuruh Ombak Tanah Merah, Rudat Nur Fajar Kampung Dul, Campak Rantau Surong Lampur dan Rudat Al Muhajirin Padang Mulia.

"Kita harap, para grup peserta yang mengikuti festival ini mampu mengeluarkan segala kreativitasnya dengan baik dan buat yang tampil pada malam hari dapat mengeluarkan juga penampilan terbaiknya. Nanti, yang keluar sebagai juara akan mewakili Bateng festival seni tingkat Provinsi Babel, " kata Zainal, Kepala Disbudparpora Bateng. pur/R-1

Menebar Benih Kesenian Dambus

Pertunjukan kesenian Dambus terdiri dari seorang penyanyi dan pemetik gitar Dambus yang menyanyikan lagu-lagu khas Melayu yang berpantun atau shalawat. Pemain Dambus biasa diiringi dengan pemain alat musik lain seperti pemain gendang dan tawak-tawak.

Tawak-tawak dalam kesenian Dambus adalah instrumen musik yang bunyinya mirip kentongan di Pulau Jawa, namun dibuat sedemikian rupa dengan batok kelapa yang disusun dengan batang kayu dan dimainkan dengan cara ditabuh.

Berbeda dengan pertunjukan seni di kota-kota besar seperti di Jakarta yang hanya mengundang minat orang-orang tua. Di Belitung, kesenian Dambus mampu menyerap perhatian anak-anak muda setempat.

Awalnya, kesenian Dambus muncul dari perpaduan kesenian Timur Tengah dan Bangka. "Zaman dahulu, ada kampung yang cuma punya lima KK, mereka lihat orang Arab main Gambus, awalnya cuma di Kampung Mendo Barat, Bangka Induk, nah mereka ikutin bikin seperti Gambus Arab," kata Zahroti, maestro Dambus.

Awal pembuatan Dambus, masyarakat Bangka senang menancapkan kepala rusa atau pelanduk (kancil) hasil tangkapan dari berburu pada pucuk kepala Dambus.

Lagu-lagu awal yang dimainkan dalam kesenian Dambus adalah Abu Samah, Aliong, dan lain-lain. Semua diberi judul sesuai nama orang yang memainkan Dambus zaman dulu. Para pemain Dambus zaman dulu, kata Zahroti, mengenakan jubah dan dimainkan seusai salat Subuh.

"Dulu ceritanya, di Bangka banyak kerajaan, lalu ada anak salah satu raja sakit. Lalu bikinlah sayembara, siapa yang bisa mengobati, kalau perempuan akan dijadikan permaisuri, kalau laki-laki akan dijadikan mantu. Lalu ada yang maju dan memetik Dambus lalu anak raja itu sehat. Dulu main Dambus itu bertuah," kata Zahroti.

Penyanyi Dambus, lanjutnya, harus pandai berpantun. "Yang membuat aku jatuh hati pada nyanyian Dambus, karena ini bisa dipakai dakwah, bisa juga berkisah cinta, nyindir orang pun bisa. Menciptakan lagu spontan juga bisa dari apa yang kita lihat," katanya.

Alat musik yang digunakan Zahroti sudah mengalami modifikasi, Dambus miliknya berbeda dengan gambus asal Palembang atau Betawi, bahkan juga berbeda dari Dambus tradisional Bangka Belitung.

Alat musik dambus Zahroti sudah mengalami modifikasi untuk kepentingan penampilan. Dambus Zahroti dibuat empat senar; kuin, gundah, bem dan bas. Dia menambahkan satu senar dari Dambus tradisional supaya bisa menghasilkan nada pentatonis, alih-alih diatonis.

"Itu supaya aku bisa memainkan lagu-lagu lain selain syair Dambus. Kita main dalam acara bisa tiga jam, kalau cuma nyanyi syair Dambus, kita bisa kehabisan modal. Maka kita bantai pakai lagu dangdut," kata Zahroti.

Grup Dambus Zahroti bernama Tanjung Bunga, dinamakan sesuai dengan nama tempat tinggal Zahroti di dekat Pantai Pasir Padi di Pangkalpinang, Pulau Bangka.

Alat musik Dambus dibuat Zahroti dari kayu Jelutung yang juga biasa digunakan masyarakat Bangka Belitung untuk membuat papan rumah.

"Idealnya kayu Nangka, tapi batang Nangka kini susah didapat dan lagi kalau bikin dari kayu Jelutung bisa dapat dua, kalau kayu Nangka dapat satu," katanya.

Sementara itu, Pemprov Babel mendorong kesenian Dambus untuk terus berkembang. Kadis Pariwisata Provinsi Babel, Rivai mengatakan, kesenian Dambus sudah masuk daftar Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, sehingga kesenian tersebut wajib dilestarikan.

"Kita rutin mengadakan pagelaran seni tradisi setiap tahun, salah satunya menampilkan seni perlombaan Dambus se-provinsi," katanya.

Rivai bercita-cita, ingin menjadikan kesenian Dambus sebagai salah satu komoditas pariwisata Babel, di mana para wisatawan tak hanya pasif menonton pertunjukan, tapi juga bisa turut interaktif memainkan alat musik tersebut.

"Seperti angklung di Jawa Barat. Saya inginnya nanti wisatawan itu juga ikut main. Saat ini saya sedang ngobrol dengan para pelaku kesenian Dambus, mungkin enggak mereka membuat wisatawan bisa main juga. Mereka sedang upayakan itu. Jadi nanti betul-betul interaktif, kalau demikian, wisatawan akan semakin tertarik dan akan menonton Dambus di kabupaten kota, keunikan Dambus bisa bertambah selain menari bersama penarinya. Itu bisa jadi unggulan daerah kita," pungkasnya. pur/R-1

Komentar

Komentar
()

Top