Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

UMKM, KUR, dan Pariwisata

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Chandra Bagus Sulistyo

Presiden Joko Widodo telah menetapkan pariwisata sebagai leading sector pertumbuhan ekonomi nasional karena paling sustainable, menyentuh langsung masyarakat bawah dan selalu tumbuh. Ekosistem pariwisata adalah usaha daya tarik turis, kawasan, jasa transportasi, perjalanan, jasa makanan dan minuman, dan penyediaan akomodasi. Kemudian, penyelenggaraan kegiatan hiburan rekreasi, pertemuan-perjalanan insentif-konferensi dan pameran (MICE).

Ada juga jasa informasi, konsultasi, pemandu, dan wisata tirta. Dia juga melibatkan industri kerajinan dan oleh-oleh yang biasanya disediakan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Agar UMKM dapat mempunyai andil besar di sektor pariwisata, diperlukan rangsangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang berbunga 7 persen. Syarat dan admisnistrasi harus sederhana agar banyak UMKM sektor pariwisata terbantu dalam mengembangkan usahanya.

Harapannya, ekosistem sektor pariwisata dapat tumbuh subur karena peran UMKM dengan permodalan KUR-nya. Maka, target pemerintah mencapai 20 juta wisatawan mancanegara dan 270 juta lokal tercapai. Ada 59,2 juta UMKM dengan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sangat dominan mencapai 57,4 persen. UMKM juga mampu meng-create tenaga kerja baru, menjadi penggerak pengentasan kemiskinan, serta mengurangi pengangguran.

Saat ini, kinerja UMKM pariwisata belum maksimal karena besaran alokasi dana APBN/APBD masih minim. Belum lagi berbagai problem internal seperti keterbatasan permodalan, manajerial, sumber daya manusia, pengembangan produk, teknologi, serta akses pasar. Namun, masalah terbesar adalah pembiayaan karena membatasi pertumbuhan dan peluang investasi. Pemerintah dan regulator telah mendorong berbagai program untuk meningkatkan akses pembiayaan UMKM elalui: lending model, model bisnis, dan kredit program.

Untuk meningkatkan sektor pariwisata, peran perbankan semakin kentara dengan menerbitkan sejumlah paket kebijakan untuk mendorong pertumbuhan 10 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Salah satunya OJK melonggarkan penyaluran kredit di kawasan pariwisata sebagaimana tertuang dalam Peraturan OJK tentang Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank untuk Mendorong Pertumbuhan Sektor Pariwisata dan Peningkatan Devisa.

Ini merupakan penyesuaian terhadap Peraturan Bank Indonesia 7/3/PBI/2015 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Bank Umum. OJK melonggarkan BMPK kepada BUMN menjadi 30 persen dari modal bank bagi kredit untuk pembangunan KSPN. OJK juga meringankan syarat pembukaan jaringan kantor bank di KSPN karena dikecualikan dari persyaratan ketersediaan alokasi modal inti dan perimbangan penyeberangan jaringan di daerah lain.

Pelonggaran karena OJK melihat sektor pariwisata telah menyumbang 5,8 persen Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2017 dan menyerap 12,2 juta tenaga kerja. Dia juga menyumbang devisa 12,4 juta dollar AS atau setara 181 miliar miliar pada 2016. OJK mencatat total, dana yang dibutuhkan mencapai 20 miliar dollar AS setara 292 triliun. Ini setara 17 persen dari APBN (1.700 triliun rupiah). Jadi, pelonggaran kredit demi mendorong peran lebih besar sektor swasta.

Peran Bank

Ada beberapa kebijakan untuk meningkatkan peran perbankan sektor pariwisata, di antaranya pemberian insentif bagi lembaga jasa keuangan untuk menyalurkan pembiayaan ke industri yang berorientasi ekspor. Kemudian, penghasil barang substitusi impor dan pariwisata melalui penyesuaian ketentuan prudensial seperti aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR), BMPK serta Penyediaan Modal Inti dan Kualitas Aktiva.

Merevitalisasi peran Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) melalui refocusing peran ke pembiayaan industri berorientasi ekspor. Meningkatkan peran LPEI dalam menyediakan instrumen hedging untuk transaksi ekspor dan penyedia reasuransi terkait ekspor. Memfasilitasi penyediaan sumber pembiayaan dari pasar modal untuk pengembangan 10 KSPN di luar Bali. Kemudian memfasilitasi KUR klaster untuk pengembangan UMKM pariwisata bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Perekonomian.

Potensi KUR pariwisata cukup prospektif sejalan program pemerintah terkait 10 destinasi pariwisata baru: Danau Toba, Tanjung Kelayang Bangka Belitung, Tanjung Lesung Banten, Kepulaun Seribu dan Kota Tua DKI Jakarta, dan Borobudur di Jawa Tengah. Kemudian, Semeru dan Tengger-Bromo Jawa Timur, Mandalika NTB, Labuan Bajo NTT, Wakatobi Sulawesi Tenggara, dan Kepulauan Morotai.

Tahun ini, pemerintah kian aktif menggenjot penyaluran KUR pariwisata sebagai bagian pemberdayaan UMKM. Pemerintah juga menaikkan pagu KUR dari 117 triliun (2018) menjadi 140 triliun tahun 2019. Menurut data BI, hingga 30 November 2018, total realisasi KUR mencapai 118 triliun rupiah atau 95,7 persen dari target tahun 2018 sebesar 123,801 triliun.

Penyaluran KUR masih didominasi untuk skema KUR Mikro 65,8 persen, KUR kecil 33,9 persen, dan KUR TKI sebesar 0,3 persen. Penyaluran KUR terbanyak di Jawa (55 persen), diikuti Sumatera (19,3), dan Sulawesi (11,1). Penyaluran KUR terbanyak sesuai dengan sebaran UMKM.

Skema KUR, sejatinya merupakan salah satu konsep untuk mengembangkan kapasitas usaha mikro dan menengah. Pemerintah dan perbankan sadar, permasalahan klasik pelaku usaha mikro dan menengah menyangkut agunan tambahan. Ini menyebabkan UMKM menjadi tidak bankable. Kegiatan usaha UMKM bisa dinilai tidak feasible tidak dipercaya perbankan.

Pemerintah kemudian membuat kebijakan skema kredit program penjaminan seperti KUR. Sementara itu, untuk UMKM yang usahanya tidak feasible, pemerintah membuat skema kredit subsidi bunga sebagai upaya maksimal memberi fasilitas agar usaha UMKM berkembang besar.

Pemerintah menanggung selisih tingkat suku bunga komersial yang berlaku untuk kegiatan usaha sejenis dan tingkat bunga yang menjadi beban UMKM. Kondisi tersebut diharapkan menjadi stimulus UMKM dalam meraih kesuksesan usaha. Selain itu, syarat, model pinjaman, dan administrasi kredit dibuat sesuai tipologi pelaku usaha kecil dan menengah. Misalnya, bagi petani padi, jagung, dan kedelai, pembayaran disesuaikan tiap musim panen.

Sedang kredit tanpa agunan diberikan kepada petani, nelayan, pedagang kaki lima dengan ukuran tertentu. KUR sangat mengerti dan memahami persoalan pelaku usaha kecil dan menengah, termasuk ekosistem pariwisata. Dengan demikian, diharapkan KUR sektor pariwisata mampu menjadi salah satu amunisi menambah devisa serta menuju kemandirian pembiayaan agar menjadi menggerakkan roda ekonomi daerah, khususnya dan ekonomi nasional, umumnya.

Penulis Pemimpin Pemasaran Bisnis BNI Blitar

Komentar

Komentar
()

Top