Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pemulihan Ekonomi I UMKM Terus Didorong karena Menyerap 97% Tenaga Kerja

UMKM Harus Dibangun secara Intensif

Foto : Sumber: BPS - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Sektor UMKM mendapat limpahan tenaga kerja ketika sektor formal mengalami kesulitan.

» Pola distribusi bantuan sosial semestinya melibatkan UMKM agar usahanya lekas pulih.

JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2020 yang masih terkontraksi 3,49 persen menunjukkan pemulihan ekonomi masih lamban karena kenaikan empat pilar penopang pertumbuhan lebih didorong oleh stimulus fiskal.

Konsumsi rumah tangga yang berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) cukup besar dengan pertumbuhan 4,7 persen dinilai lebih didorong oleh pencairan belanja pemerintah sebesar 771,37 triliun rupiah, bukan karena daya beli masyarakat yang membaik.

Sementara investasi yang mampu tumbuh 8,45 persen belum bisa diharapkan menciptakan multiplier effect bagi perekonomian karena membutuhkan waktu untuk menyerap tenaga kerja dan pada akhirnya memperbaiki daya beli.

Pakar Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Bhima Yudhistira, kepada Koran Jakarta, Jumat (6/11), mengatakan yang bisa menggerakkan kembali perekonomian dengan baik adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Mereka perlu dibangun secara intensif karena kontribusinya terhadap PDB sangat besar dan memiliki daya ungkit terhadap penyerapan tenaga kerja serta memperbaiki daya beli masyarakat.

"UMKM perlu didorong karena kapasitasnya yang dominan dalam menyerap tenaga kerja. Sebanyak 97 persen tenaga kerja bekerja di UMKM," kata Bhima.

Selain itu, UMKM kembali mendapat limpahan tenaga kerja ketika sektor formal seperti manufaktur berskala besar merumahkan para pekerjanya. "Para pekerja formal akan migrasi menjadi pelaku UMKM atau jadi pekerja sektor itu," katanya.

Sebab itu, dia berharap agar stimulus melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) harus diarahkan ke sektor yang multiplier effect-nya tinggi seperti UMKM. Stimulus PEN, katanya, idealnya lebih didominasi bantuan ke UMKM dengan porsi 40-50 persen dari total dana PEN.

Sementara itu, Ekonom Centre of Reform on Economic (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengungkapkan perbaikan kinerja UMKM masih menjadi hal krusial bagi perbaikan ekonomi di kuartal berikutnya.

Apalagi jika mengacu pada dana PEN yang banyak menyalurkan bantuan untuk UMKM seharusnya bisa mendorong kinerja mereka. Namun demikian, efektivitasnya belum terlihat pada bergeliatnya kembali sektor usaha tersebut hingga triwulan ketiga ini.

"Pemerintah mungkin harus melibatkan UMKM dalam mendistribusi bantuan hingga ke level rumah tangga. Jadi, barang-barang sembako dibeli ke UMKM, kemudian disalurkan ke warga di sekitarnya," kata Yusuf.

Dukungan juga dapat dilakukan dengan menggandeng civitas akademisi yang membantu mereka melakukan penjualan secara digital atau online.

"Dengan adanya pendampingan dari akademisi, transisi UMKM untuk berjualan online lebih mulus," kata Yusuf.

Tunjukkan Keberpihakan

Secara terpisah, Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Airlangga, Surabaya, Falih Suaedi, mengatakan krisis dan resesi ekonomi akibat pandemi merupakan kesempatan pemerintah menunjukkan keberpihakan nyata kepada UMKM, yang berulang kali telah terbukti menjadi penopang ekonomi bangkit dari krisis.

"Sudah saatnya mengubah paradigma dukungan terhadap UMKM. Secara rasionalitas ekonomi maupun rasionalitas sosial, UMKM telah memenuhi. Mereka ada di tataran grass root yang paling banyak menyerap tenaga kerja, dan terbukti tangguh dua kali melewati resesi," kata Falih.

Apalagi secara ekonomi masyarakat kita paling cocok dengan UMKM. Pemerintah perlu lebih serius, memberi perhatian ruang, waktu, dan alokasi supaya UMKM dapat lebih berkontribusi terhadap perekonomian negara.

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan pemerintah dalam mengelola ekonomi tidak bisa terus mengandalkan pelebaran defisit fiskal, menaikkan belanja atau memberikan insentif pajak yang dibarengi dengan kebijakan bank sentral menurunkan suku bunga acuan.

Perbaikan di sektor riil, kata Menkeu, perlu dilakukan karena merupakan fondasi dari struktur ekonomi. Apalagi, dengan kondisi komposisi demografi Indonesia yang didominasi penduduk berusia muda. Terlebih di masa pandemi Covid-19, pengangguran meningkat.

n uyo/SB/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Djati Waluyo, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top