Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kehidupan Kebangsaan - Pemerintah Perlu Perkuat Koalisi Sosial

Tuntaskan Masalah Intoleransi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Kecendrungan menguatnya intoleransi di sejumlah daerah harus ditangani komprehensif. Seluruh elemen masyarakat diminta ikut menyadarkan masyarakat.

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengundang puluhan tokoh agama, tokoh sosial dan budaya ke Istana. Para tokoh tersebut seperti akademisi Muslim yang juga mantan rektor UIN Syarif Hidayatullah Prof. Azyumardi Azra dan Prof. Komaruddin Hidayat hingga pegiat sosial Alissa Wahid.

Saat pertemuan, Presiden Jokowi ikut menyinggung soal inteloransi dan maraknya radikalisme. "Yang diperbincangkan dalam pengantarnya, PakJokowi meminta pemikiran, pandangan, meningkatnya intoleransi dan radikalisme. Ya itu yang paling penting," kata Azyumardi usai pertemuan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (4/6).

Menurut dia, ada sekitar 42 orang yang diundang. Selain itu, lanjut dia juga ikut dibahas soal kesenjangan ekonomi dan pengangguran yang sering dilihat orang-orang sebagai peningkatan intoleransi. "Juga yang bisa merusak ketahanan, sosial, budaya itu adalah kenaikkan harga kebutuhan bahan pokok.

Juga kesenjangan antar daerah dan wilayah," ucapnya. Sebab itu, dirinya ikut memberikan solusi dengan mengusulkan dalam menghadapi intoleransi harus dilakukan komprehensif. Menurutnya, pemerintah harus memperkuat kembali koalisi sosial melalui pemantapan kembali semangat kebangsaan. Kemudian juga kearifan lokal dengan penguatan Islam Wasatiyah.

"Itu bisa dilakukan melalui lokakarya di perguruan tinggi melalui para dosen, guru, kemudian juga ketua-ketua BEM, yang memang ini rentan terhadap intoleransi dan radikalisme. Terutama konsen topiknya terkait peningkatan intoleransi, radikalisme," jelas dia. Sementara itu, Komarudin menjelaskan bahwa dalam pertemuan juga ikut disinggung soal penggerebegan terduga terorisme di Universitas Riau (UNRI), Pekan Baru dengan arang bukti bom rakitan yang siap untuk diledakkan.

"Dari laporan yang ada menurut Presiden memang yang diduga terlibat radikalisme sudah banyak sekali malahan, dan kalau ini dibiarkan terus padahal anak muda ini calon penerima estafet bangsa, kalau dibiarkan terus bayangkan 20-25 tahun yang akan datang jangan-jangan Indonesia sudah berubah NKRI ini," kata Komaruddin. Karena itu, Ia meminta hal itu segera ditangani.

Caranya dengan memperkuat perekonomian dan mengurangi ketimpangan. "Itu intinya bukan anti agama, tapi penyalahgunaan agama, salah satunya adalah ketimpangan ekonomi. Oleh karenanya, memberantas radikalisme bukan semata dari segi agamanya saja tapi juga faktor pemicu adalah ketimpangan, maknya harus bareng perbaiki dunia pendidikan, deradikalisasi paham keagamaan dan ekonomi," ucapnya.

Ingin Masukan

Sementara itu, Alissa Wahid menambahkan bahwa Presiden Jokowi ingin mendapat masukan soal kondisi sosial budaya dalam pertemuan kali ini. "Masukan-masukan itu akan menjadi pertimbangan dalam menyusun kebijakan-kebijakan. Itukan memang penting sekali bagi seorang pemimpin untuk mendengar langsung dari para pakar. Apalagi yang ada di lapangan," katanya.

Ia pun mengapresiasi Presiden yang mengundang para tokoh ke Istana. "Sebagian pemimpin memilih untuk dapat masukan dari bawahan tapi tak langsung berinteraksi, mendengar dari para praktisi gitu. Jadi ini metode yang sangat oke untuk mendapatkan masukan yang paling penting sehingga kebijakannya bisa sesuai dengan kebutuhan masyarakat," tutupnya. fdl/AR-3

Penulis : Muhamad Umar Fadloli

Komentar

Komentar
()

Top