Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Asia Africa Film Festival 2019

Tunjukkan Kesamaan Kultur dan Historis melalui Film

Foto : koran jakarta/m fachri
A   A   A   Pengaturan Font

Globetrotter Lab dengan bangga untuk pertama kalinya mempersembahkan Asia Africa Film Festival (AAFF ) yang akan diselenggarakan pada 24-28 April 2019 di Silver Screen (Queen's Head), Jakarta.

AAFF adalah salah satu bentuk dedikasi Globetrotter Lab dalam membangun serta menawarkan perspektif alternatif dari Asia dan Afrika. Tak banyak yang menyadari bahwa kedua benua ini memiliki banyak kesamaan dan terhubung secara kultural dan historis.

Melalui AAFF, penyelenggara ingin menyoroti kesamaan-kesamaan tersebut melalui film. Tujuannya adalah untuk memicu percakapan di antara kedua benua, sekaligus merayakan para pelaku film dan sutradara yang telah menciptakan karya-karya yang mewakili emosi dan keadaan sosial di Asia dan Afrika.

Diharapkan penggambaran demi penggambaran budaya yang tertuang dari film-film AAFF dapat mengubah cara kita memahami, melihat dan berpikir tentang dunia.

Menurut Kennedy Ashinze, Globetrotter Lab's Founder and Creative Director, AAFF tidak hanya akan menjadi sebuah sarana edukasi melalui film dan ajang tanya-jawab dengan sutradara semata.

"AAFF merupakan perpanjangan dari etos kami untuk mendobrak definisi dan batas sempit yang selama ini ter-stereotipe-kan di kedua belah benua. Sekaligus merangkul keindahan dan kesamaan berbagai subkultur. Dengan festival ini, kami ingin melebarkan cita rasa dan pengetahuan di luar kota dan benua yang kita tinggali, sembari melawan stereotip, serta batasan-batasan ekonomi, kelas, dan ras," ungkapnya.

Pada penyelenggaraan perdananya ini akan dilangsungkan program Producer's/Director's Q&A bersama para sineas yang disegani dari berbagai negara. Sutradara-sutradara yang turut hadir yaitu Reema Sengupta (Counterfeit Kunkoo, India) dan Andy Jones (I Shot Bi Kidude, Tanzania) memberikan perspektifnya mengenai film dari negara asalnya.

Sedangkan sineas Indonesia yang hadir seperti Agni Prastistha, pemain film Asian Three-Fold Mirror: Journey dan Maudy Koesnaedi, pemain film Ave Maryam ikut meramaikan konferensi pers perayaan film antar dua benua ini.

AAFF akan menampilkan serangkaian film panjang (feature), film pendek, dan film dokumenter dari 11 negara di Asia dan Afrika. Antara lain Tanzania, Nigeria, Ghana, Mesir, Mali, Indonesia, India, Palestina, Filipina, Jepang, dan Tiongkok.

"Di Globetrotter kami menghubungkan, menyoroti, dan merayakan arus budaya paling penting yang melintasi dan membelah benua yang sering luput dari perhatian. Kami mencari dan memprofilkan seniman, produser, kreator, musisi, dan mereka yang diam-diam cekatan membuat karya yang mencerminkan emosi dan keadaan masyarakat kita. Sehingga mengubah cara kita memahami, mengalami, dan berpikir tentang dunia," ujar Kennedy Ashinze. pur/R-1

Representasikan Budaya Asia

Bagi pecinta film, film produksi Hollywood menjadi salah satu film favorit yang wajib tonton secara rutin. Kehidupan modern dengan tata kota khas negara maju memang menjadi tontonan yang tidak pernah membosankan.

Namun, seiring banyaknya film yang rilis dengan beragam kisah dan latar lokasi yang diangkat, kehidupan dan budaya Asia mulai dilirik produser film. Kebudayaan Asia yang sangat ketimuran dan berbeda dengan latar budaya Barat yang biasa diangkat di layar lebar Hollywood menjadi daya tarik tersendiri.

Selama dua puluh tahun terakhir, tercatat cukup banyak film yang mengangkat budaya Asia yang rilis di Hollywood. Berikut beberapa diantaranya.

1.Okja

Film Okja besutan Netflix Original Film ini mengangkat kisah Mija yang diperankan aktris Korea Selatan (Korsel), Ahn Seo-hyun yang sangat menyayangi babi peliharaannya yang ia beri nama Okja. Sayangnya Okja secara utuh dimiliki perusahaan milik Lucy Mirando yang diperankan aktris Hollywood, Tilda Swinton.

Okja yang digolongkan sebagai super pig ini adalah generasi babi yang tumbuh paling sehat dan dibesarkan di pedalaman Korsel. Film ini pun menggambarkan kalau kegigihan Mija seorang anak desa tak kalah berani berjuang menyelamatkan nyawa Okja untuk dijadikan bahan makanan oleh perusahaan Lucy Mirando. Berkat keberaniannya melawan dan tak terima suap dari perusahaan negeri Barat, membuat aktivis pencinta hewan (salah satu aktivis diperankan oleh Lily Collins-red) juga ikut membantunya.

2. The Great Wall

Mengambil setting di zaman pemerintahan Kaisar Renzong, The Great Wall mengisahkan sejarah Tembok China yang mungkin belum diketahui orang banyak. Kemunculan film karya Zhang Yimou ini mengisahkan mitos yang dipercayai warga Tiongkok mengenai fungsi Tembok China sebagai benteng untuk menghalang monster buas dari luar tembok. Yap, pertarungan manusia melawan monster menjadi cerita utamanya.

Tak cuma itu saja, dalam film kolosal yang kental dengan pertarungan a la mandarin ini juga menyoroti komandan perang perempuan bernama Lin Mae yang diperankan Jing Tian. Tangguhnya perempuan Asia di film ini cukup menonjol karena justru Lin Mae lah yang berhasil menawan William si tentara bayaran Eropa yang tengah mencari 'bubuk hitam' yang diperankan Matt Damon. Film ini pun menyuguhkan kebudayaan China kuno dengan kuil-kuil berukuran besar dan pakaian prajurit khas China kuno.

3. Crazy Rich Asian

Film yang dirilis pada 2018 di AS ini disebut-sebut merepresentasikan kehidupan masyarakat kelas atas di Asia dan menjadi gebrakan baru di perfilman Hollywood. Crazy Rich Asian mengisahkan tentang seorang perempuan Asia yang tinggal di AS bernama Rachel Chu.

Rachel dengan senang hati menemani pacarnya, Nick menghadiri pernikahan sahabatnya di Singapura, kampung halaman Nick. Betapa terkejutnya Rachel saat tahu kalau Nick adalah anak dari orang terkaya di Singapura. Dengan kesederhanaan yang selalu ditampilkan Nick, Rachel bahkan sama sekali tidak tahu kalau Nick menjadi salah satu pria yang paling diperebutkan di negara sang kekasih.

4. Lion

Mengharukan, sedih, dan sesekali tersenyum simpul, itulah yang kita rasakan saat menonton film Lion. Film yang diangkat dari kisah nyata yang dibukukan dengan judul A Long Way Home ini mengisahkan tentang pencarian jalan pulang seorang laki-laki yang telah terpisah puluhan tahun dari orang tua kandungnya.

Saroo Brierly, adalah anak laki-laki miskin yang tinggal bersama ibu dan dua saudara kandungnya. Suatu hari, Saroo mengikuti kakaknya, Guddu untuk bekerja. Karena kelelahan, Saroo tertidur di peron stasiun dan Guddu meninggalkannya untuk kembali lagi setelah pekerjaannya selesai. Sayangnya, Saroo malah naik kereta api yang membawanya semakin jauh dari rumah. Saroo akhirnya tinggal di sebuah panti asuhan sampai ia diadopsi keluarga di Australia hingga dewasa. pur/R-1

Komentar

Komentar
()

Top