Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
PERSPEKTIF

Tugas Ketua Tim Sukses

Foto : ANTARA/Akbar Nugroho Gumay

Bakal Calon Presiden Joko Widodo (kedua kanan) berjabat tangan dengan Bakal Calon Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kanan), Wakil Presiden Jusuf Kalla (kedua kiri) dan pengusaha Erick Thohir usai memberikan keterangan terkait formasi tim sukses kampanye nasional Pilpres 2019 di Jakarta, Jumat (7/9). Wakil Presiden Jusuf Kalla menjadi Ketua Dewan Pengarah Tim Pemenangan Jokowi-Ma'aruf Amin, dan Erick Thohir menjadi Ketua Tim Kampanye Nasional.

A   A   A   Pengaturan Font

Pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin telah menentukan bos Mahaka Group, Erick Thohir, selaku Ketua Tim Pemenangan dalam Pilpres 2019, di Jalan Cemara (Posko Cemara), Menteng, Jakarta, Jumat (7/9). Joko Widodo tak banyak berpidato. Presiden hanya berkata singkat, "Ketua Tim Kampamye Nasional adalah Bapak Erick Thohir."

Menurut Jokowi, keputusan itu diambil setelah berkomunikasi calon wakil presiden, para ketua umum dan sekjen parpol pengusung. Dia juga telah berbicara dengan relawan dan para tokoh. Jokowi dan para sekjen partai pengusung mengenakan baju putih. Pengumuman ini melengkapi nama-nama tim kampanye Jokowi-Amin yang telah diserahkan ke KPU yang ketika itu belum ada ketua timnya.

Keberadaan Ketua Tim Kampanye Nasional (tim sukses/timses) tentu saja bukan main-main. Dia memegang mandat yang amat berat dan menentukan. Dia harus memenangkan pasangan (dalam hal ini Jokowi-Amin). Maka dari itu, orang yang ditunjuk sebagai ketua timses harus sudah terbukti tangguh dalam bekerja.

Kesuksesan Erick Thohir sebagai ketua INASGOC menyelenggarakan Asian Games, tentu menjadi salah satu pertimbangan Jokowi-Amin memilihnya sebagai ketua timses. Penunjukan ini memang sudah mendesak karena sebentar lagi akan dilaksanakan kampanye. Kampanye Pilpres 2019 akan dimulai 22 September 2018.

Erick membawa beban berat untuk mengegolkan Jokowi-Amin memenangkan pertarungan melawan Prabowo-Sandi. Dengan waktu yang tinggal beberapa hari memasuki kampanye, rasanya Erick bakal kembali kurang tidur seperti saat Asian Games untuk terus rapat maraton dengan anggota timses.

Apalagi dalam waktu dekat juga akan dilaksanakan Asian Para Games. Dengan menerima tugas dari Jokowi-Amin, konsekuensi Erick harus banting tulang memenangkan pertarungan. Di sisi lain, Prabowo-Sandi juga telah menunjuk Jenderal (purn) Djoko Santosa sebagai ketua tim pemenangan, walau belum diresmikan.

Jadi Pilpres 2019 benar-benar ada pertarungan beraroma sipil versus militer. Jokowi versus Prabowo dan Erick lawan Djoko. Rasa-rasanya, gerbong timses Prabowo-Sandi juga akan dipenuhi para bekas tentara. Sedang gerbong Erick akan dipenuhi para relawan sipil. Jadi, peta timses semakin mulai dapat terbaca jelas.

Yang harus diingat para timses, boleh saja mereka berjuang untuk jagonya. Tetapi harus tak boleh lupa bahwa mereka juga menentukan bagi masa depan negara. Mereka juga menentukan ke mana arah negara ini akan dibawa oleh jagonya. Para timses di dalam perjalangan tetap harus mengingatkan para jagonya untuk bertarung secara ksatria, jujur, adil, dan berintegritas.

Semua sudah tahu, pertarungan ini ulangan tahun 2014 dan saat itu terjadi kecurangan, ketidakjujuran klaim-klaim. Jangan sampai hal ini terulang. Para timses harus menjadi penjaga agar pertarungan berjalan jujur. Mereka harus berani menentang jagonya kalau mau bermain curang. Ketua timses harus menjadi ujung tombak menjaga pertarungan yang jujur.

Jangan malah menjadi ujung tombak perbuatan curang dalam pemilihan umum. Jadi, ketua timses pertama-tama harus menyolidkan internal agar berlaku jujur dalam pemilu. Soal menjaring massa itu nomor sekian. Kalau sudah mampu menyolidkan internal untuk berlaku jujur dalam pemilu, urusan menarik massa akan berjalan mudah.

Tetapi kalau ketua timses gagal menyolidkan internal untuk berlaku jujur dalam pemilu, lebih baik mundur saja. Sebab sekecil apa pun kejahatan akan terbuka dan itu awal kehancuran bangsa.

Kalau pemilu dihasilkan dari tindakan kejahatan, mustahil pemerintahan berjalan baik, karena itu ilegal, dan Tuhan tidak berkenan. Politik juga harus religius: jujur, adil, dan berintegritas. Hanya dengan begitu, Tuhan akan berkenan dan memberkati perjalanan bangsa Indonesia.

Komentar

Komentar
()

Top