Senin, 03 Feb 2025, 00:00 WIB

Transisi Energi Tanpa Kepastian, Kemana Arah Kebijakan Pemerintah?

Pengamat Ekonomi energi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radhi - Belum ada hasil riil dari pemerintah di sektor ESDMĀ  dalam 100 hari.

Foto: antara

JAKARTA - Kebijakan pemerintah di sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) bertentangan dengan spirit pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) seperti yang disampaikan Presiden Prabowo di awal kepemimpinannya. Sebab, Kementerian ESDM hendak menggenjot produksi lifting migas.

Pengamat Ekonomi energi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radhi menegaskan belum ada hasil riil dari pemerintah di sektor ESDMdalam 100 hari. Padahal, Presiden Prabowo Subianto berkomitmen mencapai swasembada energi dalam 4-5 tahun dengan mengembangkan sumber energi berlimpah menjadi EBT.

"Masalahnya, kebijakan menteri ESDM Bahlil tidak mendukung, bahkan bertentangan dengan komitmen Prabowo. Kebijakan Bahlil untuk menggejot lifting minyak dan produksi batubara mencederai terhadap komitmen Prabowo," tegasnya kepada Koran Jakarta, Minggu (2/2).

Tak hanya lifting migas, ujarnya, inisiatif DPR untuk memberi konsesi pertambangan kepada Perguruan Tinggi (PT) juga bertentangan dengan komitmen Presiden Prabowo karena menggenjot produksi energi kotor batu bara.

"Kalau (Presiden) Prabowo membiarkan KebijakanBahlil dan DPR berlanjut, maka komitmen Prabowo tak lebih sekedar omon- omon belaka," tukas Fahmy.

Senada, Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Atina Rizqiana mengatakan, hingga saat ini, Indonesia masih belum memiliki rencana terperinci untuk memastikan keberhasilan pensiun dini PLTU (pembangkit listrik tenaga uap) secara bertahap.

Data dari Global Energy Monitor menunjukkan Indonesia masih mengoperasikan 249 PLTU dengan kapasitas terpasang sekitar 46 GW (giga watt) pada 2023.

Pemerintah Indonesia, ucapnya, telah berulang kali menyatakan komitmennya untuk memgakselerasi transisi energi dengan cara pensiun dini PLTU sebagai bagian dari upaya mencapai target Enchanced Nationally Determined Contributions (ENDC) dan pengurangan emisi karbon. Namun, komitmen ini tampak setengah hati jika diamati implementasinya.

Dia mencontohkan rencana penutupan PLTU Cirebon 1, yang hingga kini tidak kunjung terealisasi, meskipun telah diumumkan secara luas sebagai bagian dari strategi transisi energi. "Ketidakjelasan serupa juga terlihat pada janji pemerintah dalam mempensiunkan 13 PLTU lain, yang daftar resminya tidak pernah diumumkan secara konkret dan belum terwujudnya peta jalan pensiun dini PLTU oleh pemerintah," ujar Atina.

Tingkatkan Lifting

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia kembali menegaskan peningkatan lifting minyak setidaknya mencapai 900 ribu-1 juta barel per hari pada 2028-2029 sesuai Asta Cita ketahanan dan swasembada energi Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto.

Terkait ketahanan energi yang berkaitan dengan lifting minyak, Bahlil menyatakan kondisi saat ini berbeda dengan 1996-1997. Saat itu, lifting minyak mencapai 1,6 juta barel per hari dengan konsumsi sekitar 600 ribu barel per hari sehingga Indonesia bisa mengekspor minyak 1 juta barel per hari.

"Pada 2024, dalam 2 bulan terakhir sekitar 690.000 barel. Sekarang impor kita per hari itu 1 juta barel. Jadi, terbalik antara 1996-1997 dengan 2024," lanjut Bahlil.

Bahlil mengungkapkan sebuah ironi pengelolan minyak bumi saat ini lantaran sebagian kebutuhan minyak domestik diperoleh melalui impor dari negara yang tidak menghasilkan minyak.

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan: