Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pelestarian Lingkungan

Transisi Ekonomi Hijau Indonesia Hadapi Tantangan Pendanaan

Foto : ANTARA/HO-LAB 45

ANCAMAN RESESI GLOBAL I Tim Kolaborasi Riset Laboratorium Indonesia 45 dan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indah Lestari (kanan bawah) dalam Webinar bertajuk Ancaman Resesi Global: Transisi Ekonomi Hijau di Persimpangan Jalan, di Jakarta, Senin (24/10).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Transisi ekonomi hijau di Tanah Air memiliki berbagai tantangan, salah satunya pendanaan. Alokasi pendanaan ekonomi hijau bersaing dengan isu ekonomi lain, masih lemahnya kepercayaan publik terhadap instrumen-instrumen pembiayaan energi hijau terbarukan, serta keterbatasan transparansi pendanaan hijau dan kapasitas sumber daya manusia (SDM).

Demikian dikatakan anggota tim kolaborasi riset Laboratorium Indonesia 45 (LAB 45) dan Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Indah Lestari, dalam webinar LAB 45 bertajuk Ancaman Resesi Global: Transisi Ekonomi Hijau di Persimpangan Jalan, seperti dikutip dari keterangan resmi, di Jakarta, Selasa (25/10).

"Berdasarkan catatan kami, terdapat kesulitan terkait dengan kejelasan bagi investor pihak mana yang tepat untuk pendanaan tertentu, kemudian bagaimana proses penjaminan pembiayaan energi terbarukan yang tampaknya masih berisiko tinggi," kata Indah.

Seperti dikutip dari Antara, selain pendanaan, Indah menuturkan tantangan lainnya dalam transisi ekonomi hijau di Indonesia adalah dari sisi regulasi dan kelembagaan. Terkait regulasi, hasil riset merekomendasikan pemerintah untuk segera memformulasikan regulasi lengkap untuk mengakselerasi pelaksanaan dan pemanfaatan ekonomi hijau.

Sementara dari sisi kelembagaan, tambah Indah, tim peneliti mengusulkan pembentukan satuan tugas (Satgas) terkait ekonomi hijau. Satgas ini dapat berperan sebagai koordinator lintas kementerian / lembaga. "Harapannya ada lembaga permanen yang fokus mengoordinasikan persoalan ekonomi hijau," ujarnya.

Menjadi Lebih Hijau

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan saat ini pemerintah berkomitmen mendorong akselerasi proses transformasi ekonomi Indonesia menjadi lebih hijau.

"Ke depannya menuju ekonomi rendah karbon. Dua kunci kebijakan terkait ini adalah dekarbonisasi dan transisi energi," ungkap Luhut.

Dia menyebutkan tingkat emisi karbondioksida (C02) per kapita Indonesia ada di level 2,3 ton per kapita atau masih jauh di bawah rata-rata global yang sebesar 4,5 ton per kapita.

Oleh karena itu, diperlukan inisiatif pengurangan emisi yang berkeadilan di tataran global, di mana negara-negara maju harus memikul tanggung jawab yang jauh lebih besar dalam kontribusi penghentian krisis iklim yang dunia hadapi.

Sementara itu, Koordinator Penyiapan Program Konservasi Energi (PPKE) Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Qatro Romandhi menambahkan pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menuju transisi energi.

"Kementerian ESDM memiliki beberapa strategi implementasi dalam mengurangi pemanfaatan energi fosil dan perencanaan energi baru terbarukan (EBT) jangka panjang," tutur Qatro.

Sebelumnya, Ketua Tim Kolaborasi Riset Laboratorium Indonesia 2045 (LAB 45), IPB, dan Undip Denny Nugroho Sugianto mengatakan hasil riset Lab 45 menunjukkan ada beberapa tantangan ekonomi biru di masa depan, di antaranya pola pengelolaan sumber daya, regulasi dan desain kelembagaan yang belum sesuai, serta efek berkepanjangan dari disrupsi pandemi Covid-19.

Denny mengatakan fokus kajian berada di sektor apa saja yang perlu menjadi prioritas dalam mengoptimalkan potensi ekonomi biru, termasuk investasi swasta sebagai alternatif pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Tiga sektor yang secara konsisten memberikan kontribusi paling besar yaitu perikanan, ESDM, dan wisata bahari. Sementara sektor dengan potensi tinggi seperti budidaya perairan, pertambangan, energi, serta industri jasa maritim," kata Denny.

Di sisi desain kelembagaan, Denny mengungkapkan hasil kajian menunjukkan satu sektor bisa diurus oleh beberapa kementerian / lembaga (K/L). Di sektor energi terbarukan ada 6 K/L yang mengurus, konservasi laut 7 K/L, pengelolaan pulau kecil dan pesisir kota 16 K/L, serta perikanan dan budidaya 13 K/L.

Dengan demikian, hal tersebut membuktikan pengelolaan pulau kecil, perikanan budi daya, maupun konservasi laut menjadi salah satu data yang menarik untuk dianalisis bersama.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top