Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Festival Lampu Colok 2018

Tradisi Bumi Lancang Kuning yang Mulai Tergerus

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Setiap tahunnya, Kabupaten Bengkalis yang berada di pesisir Riau pada malam 27 Ramadan hingga malam takbiran memiliki tradisi unik. Tradisi lampu colok dengan ukuran raksasa di setiap desa akan sangat mudah dijumpai. Berbagai bentuk lampu colok hasil kreativitas kalangan muda ini bukanlah lampu berenergi listrik, melainkan berbahan bakar minyak tanah atau solar.

Tiga malam terakhir saban bulan Ramadan adalah malam-malam yang sangat dinantikan masyarakat Bengkalis dan sekitarnya. Pada tiga malam tersebut kota Bengkalis seakan berubah wajah, gemerlap oleh ribuan lampu minyak tanah (colok) yang bergelantungan di gapura berbagai ornamen hasil kreativitas anak muda.

Semarak festival lampu colok dan keindahan berbagai ornamen menarik minat orang untuk datang ke Bengkalis. Satu ketika, mantan orang nomor satu di Bumi Lancang Kuning, Rusli Zainal bersama sejumlah pejabat menggelar safari ke Bengkalis, selain silaturahim tujuan lainnya adalah menyaksikan keindahan lampu colok khas Bengkalis.

"Saya masih ingat, waktu itu 2006, Gubernur bersama rombongan datang ke Sungai Alam. Kala itu memang luar biasa, festival colok terbesar yang pernah ada. Ada ratusan gapura colok berbagai bentuk berdiri di sepanjang jalan. Panitia tidak hanya menilai keindahan colok, tapi juga pondok-pondok tempat menunggu colok juga dinilai,'' ujar Imran, warga Bengkalis.

Tapi itu dulu, saat semangat para pemuda dan seluruh elemen kompak membangun dan melestarikan tradisi lelulur menjadi sebuah keindahan luar biasa. Hampir tidak ada jalan dan gang yang tidak diterangi lampu colok.

Sayang, beberapa tahun terakhir gemerlap dan keindahan colok semakin tergerus. Walau ornamen yang dibangun kelompok pemuda semakin cantik dan mengundang decak kagum, tapi jumlahnya tidak seberapa. Itupun berada di luar batas kota, sementara di jalan-jalan protokol di pusat kota, sudah sangat sulit menemukan menara colok, bahkan dengan ukuran kecil sekalipun.

Hanya ada beberapa saja gapura colok ukuran besar, itupun berada di luar kota. Untuk di sekitaran kota, mulai dari Pangkalan Batang hingga ke Air Putih, hampir tidak ditemukan menara colok ukuran besar. Bahkan di sekitaran kota atau di jalan-jalan yang selama ini banyak menara colok, tidak ada sama sekali.

Tidak jelas apa yang menjadi penyebab tradisi leluhur yang sempat eksis itu tiba-tiba meredup dan terus terpinggirkan. Ada yang mengatakan, karena sulit dan mahalnya bahan baku minak tanah. ''Untuk satu gapura colok ukuran besar bisa menghabiskan 5.000 kaleng lebih, atau butuh 1,5 drum minyak tanah. Sementara harga minyak tanah sekarang cukup mahal,'' tukasnya.

Pendapat lain mengatakan, perubahan paradigma dan perkembangan kekinian yang membuat tradisi leluhur itu kian tergerus. Anak muda era ini tidak lagi berminat dengan hal-hal semacam itu. Berpanas dan bersusah payah mencari perlengkapan, mulai dari kayu, kaleng, sumbu dan minyak. Mereka terbangun oleh budaya instan.

Tapi Syafri tidak sepakat dengan pendapat itu. Menurut warga Senggoro ini, meredupnya festival colok, karena beberapa tahun lalu kegiatan tahunan itu tidak mendapat respon dari pemangku kebijakan daerah ini. Sehingga terjadi stagnan, tidak ada festival, tidak ada bantuan dana, apalagi hadiah.

"Kalau soal minyak, saya kira masyarakat kita masih bisa kompromilah. Tak sulit rasanya mengumpulkan tiga atau lima drum minyak untuk satu RT atau dusun. Kalau untuk gotong royong mencari kayu dan mendirikan menara juga tidak jadi soal. Lalu persoalannya, ya itu tadi, festival tidak ada respon dari pemangku kebijakan,'' sebutnya.

Identitas Budaya Melayu

Wakil Bupati Bengkalis, H Muhammad, menyebut budaya menghidupkan lampu colok merupakan identitas budaya Melayu. Di sana, ada nilai kebersamaan, gotong royong, sosial dan lainnya.

Menyalakan colok itu sendiri, lanjutnya, berawal dari keinginan orang tua-tua dahulu untuk menerangi malam-malam akhir Ramadan, utamanya menerangi jalan menuju ke masjid untuk membayar zakat dan lainnya.

"Budaya colok ini bagian dari identitas Melayu. Karena di sana ada nilai-nilai kebersamaan, sosial, tolong-menolong dan lainnya. Harapan kita tentunya budaya yang baik itu tetap kita pertahankan, dengan tidak mengabaikan amalanamalan Ramadan," ujarnya.

Seperti disampaikan koordinator festival colok Desa Simpang Ayam, Dahari, bahwa tahun ini ada empat menara colok yang berdiri di desa Simpang Ayam. Untuk satu menara rata-rata 5.000 kaleng, dengan jumlah minyak 1,5 drum untuk satu menara. Jumlah menara colok tahun ini jauh berkurang dari tahun-tahun sebelumnya, hal itu disebabkan tingginya harga minyak serta beratnya pekerjaan membangun menara colok.

"Untuk menara yang mendafar ikut bertanding memang ada bantuan dari Pemkab Bengkalis masing-masing dua juta rupiah. Alhamdulillah bisa bertahan dua malam," ujar Dahari.

Berbeda dengan Tahun Sebelumnya

Festival Lampu Colok tingkat Kabupaten Bengkalis kembali digelar tahun 2018. Pembukaan festival akan dipusatkan di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis.

Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga melalui Kabid Kebudayaan, Khairani Alwi, pekan lalu.

Menurutnya, pembukaan langsung dilakukan oleh Bupati Bengkalis, Amril Mukminin.

"Tahun ini tuan rumahnya Desa Meskom, lokasinya di lapangan sepak bola. Insya Allah Bupati langsung yang akan membukanya," ujar Khairani.

Ia menjelaskan berbagai hal menjadi pertimbangan ditunjuknya Desa Meskom sebagai tuan rumah. Diantaranya, sebut Khairani, di sana termasuk desa berprestasi bidang pelestarian lampu colok.

"Ini untuk memotivasi masyarakat di sana juga agar terus melestarikan tradisi lampu colok," terangnya.

Kabid Kebudayaan itu menuturkan pihaknya sudah membuka pendaftaran untuk peserta lampu colok. Hanya saja, para peserta akan dinilai pihak kecamatan masing-masing untuk mendapatkan dana pembinaan dari Disparbudpora.

"Pendaftaran sudah dimulai, mungkin berbeda dengan tahun sebelumnya. Kami akan menghubungi pihak kecamatan, nanti kecamatan yang akan menerima pendaftaran dan menentukan mana saja kelompok yang mendapat uang pembinaan. Karena penyelenggaraan ini tingkat kabupaten," pungkas Khairani.

pur/R-1

Komentar

Komentar
()

Top