Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sengketa LTS

Tiongkok-Asean akan Bahas "CoC" Akhir Mei

Foto : AFP/GREG BAKER

Zhao Lijian Jubir Kementerian Luar Negeri Tiongkok

A   A   A   Pengaturan Font

BEIJING - Tiongkok dan negara-negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Asean) akan melakukan konsultasi tatap muka mengenai kode etik (code of conduct/CoC) di Laut Tiongkok Selatan (LTS) yang disengketakan pada akhir Mei ini di Kamboja. Informasi itu diumumkan Kementerian Luar Negeri Tiongkok pada Senin (16/5).

"Konsultasi akan dilakukan secara langsung pada paruh kedua bulan ini, terlepas dari dampak Covid-19," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Zhao Lijian, mengatakan kepada wartawan di Beijing.

Selama dua tahun terakhir, sebagian besar negosiasi LTS yang merupakan isu paling pelik antara Tiongkok dan Asean, dilakukan secara daring karena pandemi. Sebelumnya, Tiongkok dan Asean telah menyepakati Deklarasi Tata Perilaku (declaration of conduct of parties/DoC) di LTS pada 2003, tetapi kemajuan CoC berjalan lambat di tengah meningkatnya risiko konflik.

Para diplomat Tiongkok diyakini melakukan upaya baru untuk mempercepat negosiasi CoC dengan Asean, terutama karena sekutu dekat Tiongkok, Kamboja, memegang kepemimpinan blok itu tahun ini.

"Pembentukan CoC secara jelas diatur dalam DoC, dan mewakili aspirasi dan kebutuhan bersama Tiongkok dan negara-negara Asean," kata juru bicara Zhao, seraya mengatakan bahwa Tiongkok sepenuhnya yakin bisa mencapai CoC yang akan memberikan jaminan aturan yang lebih kuat untuk ketenangan abadi di LTS.

Batu Sandungan

Namun para analis mengatakan masih ada batu sandungan utama yang harus diatasi, seperti hak historis yang diproklamirkan sendiri oleh Tiongkok atas 90 persen LTS dan perpecahan yang sudah berlangsung lama di dalam Asean terkait sengketa maritim.

Tiongkok dan lima pihak lainnya termasuk empat negara anggota Asean yaitu Brunei, Malaysia, Filipina dan Vietnam, memiliki klaim yang saling tumpang tindih di LTS, tetapi klaim Tiongkok adalah yang paling luas dan pengadilan arbitrase internasional 2016 memutuskan bahwa klaim Beijing atas LTS tidak memiliki dasar hukum.

"Jika idenya adalah untuk menghasilkan CoC yang komprehensif yang menangani semua masalah yang berbeda dari negara-negara penuntut, saya tidak berpikir itu dapat dicapai," ucap Jay Batongbacal, direktur Institut Urusan Maritim dan Hukum Laut di Universitas Filipina.

Isu sengketa LTS sendiri menjadi agenda utama pada KTT Khusus pekan lalu antara negara-negara Asean dan Amerika Serikat (AS).

Dalam pernyataan visi bersama yang dikeluarkan di akhir KTT disebutkan bahwa para pihak mengakui manfaat memiliki LTS sebagai lautan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran. "Kami menekankan pentingnya langkah-langkah praktis yang dapat mengurangi ketegangan dan risiko kecelakaan, kesalahpahaman, dan salah perhitungan," demikian bunyi pernyataan bersama itu.

Tanpa menyebut Tiongkok, para penandatangan pernyataan visi bersama menekankan perlunya mempertahankan dan mempromosikan lingkungan yang kondusif untuk negosiasi CoC dan mengatakan mereka menyambut kemajuan lebih lanjut menuju kesimpulan awal CoC yang efektif dan substantif.

Beberapa analis, bagaimanapun, berpikir bahwa keterlibatan AS mungkin tidak bermanfaat bagi proses negosiasi CoC. "Saya tidak berpikir itu akan membantu memperbaiki situasi LTS," kata Kimkong Heng, peneliti senior di Cambodia Development Center. "AS memiliki agenda sendiri yang mungkin memperburuk daripada memfasilitasi negosiasi LTS," imbuh dia. RFA/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top