Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Tinjauan Aspek Hukum KKB di Papua

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Negeri ini sudah terbiasa dengan pemberontakan atau aktivitas. Sekelompok orang dengan tujuan mengganggu ketertiban dan keamanan sejak kemerdekaan sampai saat ini. Pengalaman 75 tahun usia kemerdekaan sudah lebih dari cukup untuk menghadapi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Kesiapan mental dan fisik serta sarana dn prasarana dipastikan kita dapat menghentikan KKB di Papua.

Masalah KKB menjadi tidak dapat disimplifikasi hanya sebagai kelompok dan bersenjata karena memiliki satu tujuan yaitu memisahkan Papua dari NKRI. Label KKB sebagai teroris tampak tidak menyurutkan langkah kelompok ini untuk menimbulkan kekacauan dan ketakutan masyarakat sekitar, bahkan membunuh korban-korban tidak terbatas pada anggota militer.

Status hukum label KKB sebagai teroris sudah tepat dan tidak menimbulkan keragu-raguan pemerintah untuk melakukan tindakan-tindakan tegas karena tampaknya kelompok ini "lebih nyaman" berlindung di balik "penegakan hukum" dan jargon hak asasi manusia, ketimbang label musuh negara.

Label tersebut sejalan dengan ketegasan sikap Presiden Joko Widodo, untuk menangkap mereka (hidup) atau juga mati. Namun dari sisi pengamat lokal, label teroris menimbulkan pro dan kontra, termasuk dari pejabat pemerintah sendiri, seperti Gubernur Papua, Lucas Enembe, dengan alasan politik dan sosial khususnya bagi masyarakat Papua. Pak Gubernur lupa bahwa tidak seluruh warga Papua pro KKB, tetapi perkiraan Menko Polhukam, hanya 8 persen saja dan selebihnya, 92 persen pro NKRI, menurut penulis, persentase yang pro KKB itu pun terlalu besar.

UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme telah memastikan bahwa terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan (Pasal 1 angka 2).

Dalam Pasal 6 UU yang sama tindak pidana terorisme diancam hukuman penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama pidana penjara 20 tahun atau seumur hidup. Dibandingkan dengan KUHP, Pasal 104-108; tindak pidana makar atau kegiatan yang bertujuan menggulingkan pemerintahan yang sah atau memisahkan diri dari NKRI dengan ancaman minimal hanya 1 (satu) hari dan maksimum ancaman pidana seumur hidup atau 20 (dua puluh tahun).

Mempersempit Ruang Gerak

Rumusan norma perbuatan yang dilarang dalam UU Terorisme lebih luas dibandingkan dengan KUHP yang lebih sempit dan bersifat limitatif. Label teroris terhadap KKB akan mempersempit ruang gerak KKB, baik di dalam maupun keluar negeri karena dengan label tersebut, dipastikan tidak ada satu pun negara yang bersedia menjadi "sponsor terorisme" baik persenjataan maupun pendanaannya.

Label tersebut menempatkan KKB ke dalam daftar organisasi kejahatan internasional dan berlaku yurisdiksi universal (universal jurisdiction) sejalan dengan konvensi internasional yang telah diakui masyarakat bangsa-bangsa sejak tahun 1997 dan 1999 tentang Terrorist Bombing dan Financing Terrorism, diperkuat oleh Resolusi PBB tahun 1973 usai pemboman gedung WTC dan di perparah oleh tragedi Bom Bali (2002).

Label organisasi teroris juga terbuka celah hukum untuk memasukkan setiap pimpinan dan anggota KKB sebagai tersangka kejahatan internasional dan upaya pencekalan dan pembekuan aset-aset KKB, terutama pada level internasional. Bahkan setiap negara wajib menuntut dan menghukum di mana pun mereka berdiam tanpa mempersoalkan tempus delicti dan locus delicti kejahatannya.

Label organisasi teroris juga mencegah orang Papua untuk turut mendukung kegiatan KKB karena keturutsertaannya menempatkannya sebagai penyertaan yang diancam pidana yang sama dengan pelaku (dader). Begitu pula dengan label organisasi teroris, batas-batas toleransi dalam masalah perlindungan hak asasi semakin menyempit karena perlawanan terhadap organisasi semacam ini bersifat massal dan frontal di mana pun baik pada di dalam negeri maupun di negara lain.

Dipastikan bahwa seluruh rakyat Indonesia adalah cinta perdamaian dan dipastikan pula menentang perpecahan, rasa ketakutan dan berusaha mencegah sejauh mungkin korban-korban mati sia-sia kegiatan penumpasan KKB sebagai kelompok terorisme juga dilindungi oleh Konstitusi UUD45 yang membolehkan negara membatasi HAM setiap orang jika tindakannya bertentangan dengan norma kesusilaan, norma agama, ketertiban dan keamanan (Pasal 28 J).

Konstitusi UUD 45 mewajibkan setiap orang berhak atas kemerdekaan pribadi, akan tetapi kebebasan itu tidak boleh digunakan sehingga melanggar kebebasan orang lain. Hak Asasi Manusia harus diimbangi oleh Kewajiban Asasi yang tidak dapat dinegasikan oleh siapa pun. Pernyataan ini merupakan prinsip internasional HAM yang tersirat di dalam Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Hak Politik (ICCPR), dan telah diratifikasi UU Nomor 12 Tahun 2005.


Redaktur : Khairil Huda
Penulis : Khairil Huda

Komentar

Komentar
()

Top