Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sirkus Formosa Taiwan

Tingkatkan Kerja Sama Indonesia-Taiwan lewat Sirkus

Foto : dok FOCA
A   A   A   Pengaturan Font

Dalam rangka mensukseskan program Kebijakan Baru ke Arah Selatan yang menitikberatkan pada hubungan antar sesama manusia yang saling menguntungkan, termasuk untuk membina kerja sama bilateral antar kedua negara, Taiwan dan Indonesia, sirkus Formosa Taiwan (FOCA) mengadakan pertunjukan sirkus akrobatik di Jakarta. Pertunjukan kali ini ini juga merupakan bentuk kerja sama pertukaran kebudayaan dengan pihak Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Perwakilan dari Taipei Economic and Trade Office (TETO), John Chen mengatakan bahwa sejak program Kebijakan Baru ke Arah Selatan dicanangkan, kerja sama antara Indonesia dan Taiwan di bidang pertukaran kebudayaan menjadi hal yang sangat penting.

"Ini merupakan usaha pemerintah untuk pemahaman bilateral antara Indonesia dan Taiwan, untuk membuka jalan membuka pemahaman yang lainnya," katanya.

Kunjungan FOCA ke Indonesia kali ini ingin mewujudkan hubungan antar sesama manusia dalam program Kebijakan Baru ke Arah Selatan. Ia juga mengharapkan, melalui pertunjukan dan kerja sama kesenian ini, diharapkan akan semakin meningkatkan persahabatan antara masyarakat Taiwan dan Indonesia, serta India yang akan menjadi negara kunjungan FOCA selanjutnya.

Sirkus FOCA atau nama lainnya Formosa, adalah representasi dari keberagaman budaya dan suku di Taiwan yang juga merupakan wujud kolaborasi dari kebudayaan tradisional, kebudayaan lokal, kebudayaan jalanan dan seni pertunjukan dengan menampilkan sirkus modern dengan ciri khas Taiwan. Pada pertunjukannya kali ini, FOCA menampilkan pertunjukan yang berjudul Heart of Asia.

Mereka memadukan unsur lokal dan barat yang inovatif, yang diselingi oleh nyanyian dan tarian dari b

erbagai suku di Taiwan, mulai dari suku Minnan, Hakka, serta Aborigin sebagai bentuk keharmonisan pluralisme Taiwan. Pertunjukan ini juga menghadirkan keragaman budaya dari kelompok etnis Taiwan yang memadukan unsur Timur dan Barat, tradisi dan inovasi, sehingga masyarakat Indonesia dan dunia internasional dapat melihat keindahan dari seni pertunjukan Taiwan.

"Jadi menyatukan teater tradisional, akrobat dan tarian, hampir sama seperti Solar Circus Canada. Karena sekarang sirkus modern menyatukan semua aspek," tambah Chen.

Pada pertunjukannya kali ini di Jakarta, FOCA menampilkan 11 orang dengan berbagai keahlian yang berbeda-beda. Selama 70 menit pertunjukan, ada empat sesi yang ditampilkan. Pada sesi pertama, memperlihatkan nuansa Timur dengan pertunjukan martial arts yang dikombinasikan dengan tai chi. Semangat Suku Hakka terlihat pada sesi kedua, di mana para performers menampilkan gerakan-gerakan seperti tengah memetik daun teh yang identik dengan suku tersebut. Ada pula pertunjukan akrobatik dan handstand yang dipertontonkan untuk melambangkan bunga yang ada di sana.

Sementara pada sesi ketiga, menampilkan minoritas Suku Aborigin. Banyak yang tidak mengetahui bahwa ternyata di Taiwan juga hidup Suku Aborigin. Pada saat inilah ditampilkan perjalanan hidup muda ke dewasa dan cita-cita suku minoritas yang ada di Taiwan melalui gerakan-gerakan yang ada pada sesi ini.

Pertunjukan pun diakhiri dengan sesi keempat yang menggambarkan multikultural yang ada di Taiwan. FOCA ingin memperkenalkan masyarakat di Taiwan kepada para penontonnya sehingga bisa meninggalkan kesan yang mendalam.

FOCA atau Formasa sendiri merupakan suatu kelompok sirkus asal Taiwan yang memiliki arti indah. Anggotanya terdiri dari pemuda dan pemudi yang berusia di atas 20 tahun dan memiliki kemampuan masing-masing yang dapat dipertunjukkan, semisalnya teater, akrobatik, wushu, tai chi, dan lainnya.

"Proses terbentuknya mereka sangat mengagumkan. Pemimpinnya, Lin Chih Ewi berani mengajak teman-temannya yang saat itu masih kuliah di tahun ketiga untuk mendirikan sirkus," cerita Chen.

Mereka pun memiliki berbagai kendala di awal-awal pembentukannya, terutama pada masalah dana. Chen menuturkan, bahwa karena tidak memiliki dana untuk menyewa tempat berlatih, kerap kali FOCA berlatih di ruang bawah tanah kampus hingga sering diusir oleh petugas keamanan setempat. "Namun semangat kebersamaan itulah yang tercitra dari FOCA di setiap pertunjukannya," katanya. gma/R-1

Kenalkan Naskah Kuno Indonesia

Pada kesempatan yang berbeda, bekerja sama dengan Ciputra Artpreneur dan didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation, Yayasan Bali Purnati akan mementaskan pertunjukan teater kelas dunia I La Galigo pada awal Juli mendatang.

I La Galigo merupakan pementasan musik dan teater yang naskahnya diadaptasi dari Sureq Galigo. Sureq Galigo sendiri merupakan wiracarita mitos penciptaan Suku Bugis yang terabadikan melalui tradisi lisan dan naskah-naskah yang kemudian ditulis ke dalam bentuk syair menggunakan bahasa Bugis dan huruf Bugis kuno.

Sementara pada adaptasinya kali ini, Sureq Galigo menjadi dasar dari sebuah kisah yang menggambarkan petualangan perjalanan, peperangan, kisah cinta terlarang, pernikahan yang rumit hingga pengkhianatan. Elemen-elemen ini pun dirangkai menjadi cerita besar yang menarik dan masih memiliki relevansi pada kehidupan modern saat ini.

Dalam pertunjukan yang berdurasi dua jam ini, I La Galigo akan bercerita melalui tarian, gerakan, soundscape dengan tata cahaya dan tata panggung yang mengagumkan. 70 instrumen musik mengiringi pertunjukan ini untuk menciptakan ekspresi yang lebih dramatis, mulai dari instrumen tradisional Sulawesi, Jawa dan Bali. Tidak main-main, penataan bunyi dan musik ini melalui riset yang cukup intensif.

"Mulai dari 2001, kami mempelajari naskah tua yang dianggap sakral dalam budaya Bugis, sekaligus mendalami budaya Sulawesi Selatan. Setelah tiga tahun, kami melakukan pementasan pertama I La Galigo di Esplanade, Singapura. Setelah melanglang buana ke 9 negara dan 18 tahun telah berlalu, I La Galigo kembali hadir di Jakarta," kata Restu I Kusumaningrum, Ketua Yayasan Bali Purnati dan Direktur Artistik I La Galigo.

I La Galigo rencananya akan tampil pada 3, 5, 6, dan 7 Juli 2019 mendatang di Ciputra Artpreneur Theater dan diharapkan menjadi pertunjukan yang bisa memperkenalkan naskah kuno asli Indonesia kepada masyarakat, yang mana juga tidak kalah menariknya seperti kisah-kisah seperti Mahabarata ataupun Ramayana.

"Kami berharap pertunjukan yang telah kami rangkai secara modern ini dapat memperkenalkan naskah kuno asli Indonesia kepada generasi muda, sekaligus mengusik keingintahuan masyarakat untuk lebih mendalami seni budaya Indonesia sehingga tidak punah," harap Restu. gma/R-1

Komentar

Komentar
()

Top