“Tikus Mati di Lumbung Padi'
Foto: ANTARA/Fikri YusufIndonesia merupakan produsen crude palm oil (CPO) terbesar di dunia. CPO merupakan bahan baku untuk membuat minyak goreng. Namun faktanya saat ini, ibarat tikus yang mati di lumbung padi. Di Berau dan Samarinda, Kalimantan Timur, kondisi tragis terjadi ketika dua orang ibu (Sandra dan Rita) meninggal dunia karena kelelahan antre minyak goreng.
Masalah minyak goreng ini memang tak masuk akal. Sebab, jika yang langka itu pangan impor tidak menjadi pertanyaan karena sumbernya memang dari luar, tetapi kali ini yang langka justru minyak goreng, yang kita produksi sendiri, yang produksinya berlimpah, tetapi anehnya di pasar hilang.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Mohamad Hekal, mengatakan kita tidak pernah dengar, orang Arab Saudi mengeluh harga bensin ketinggian karena mereka produsen minyak. "Bahkan, di Malaysia tidak pernah dengar ada orang mengeluh harga minyak goreng ketinggian," ucapnya beberapa waktu lalu.
- Baca Juga: Menteri LH Tinjau TPA Burangkeng
- Baca Juga: Keroyokan Akan Lebih Berhasil Menekan Angka Inflasi Jakarta
Harga minyak goreng di negeri Jiran, Malaysia, memang jauh lebih murah daripada di Indonesia karena hanya 7.650 rupiah per liter, sementara di Indonesia sekitar 24-28 rupiah per liter untuk minyak goreng kemasan. Ini ironi, padahal sama-sama produsen CPO terbesar global.
Hekal berharap kasus ini segera diusut tuntas dan pemerintah bisa segera melakukan tugasnya dengan baik, agar tidak ada lagi kesusahan yang dialami oleh rakyat. Apalagi, minyak goreng adalah kebutuhan harian rakyat.
Masalah minyak goreng ini memasuki babak baru. Setelah kebijakan harga eceran tertinggi (HET) dicabut bersama kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO), barang tiba-tiba membanjiri pasar. Tetapi anehnya justru mahal, padahal sebelumnya, barangnya langka namun murah. Ini berkebalikan dengan teori ekonomi soal supplay dan demand.
- Baca Juga: Jangan Lelah Mengajari Orang untuk Alergi dengan Korupsi
- Baca Juga: Warga Diajak Mengendalikan TBC
Manajer Riset Seknas, Fitra Badiul Hadi, meminta Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi pembantu-pembantunya. Ia menilai persoalan minyak goreng ini sudah sejak akhir Oktober tahun lalu, tetapi sampai sekarang tak kunjung selesai.