Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Tidak Datang ke Swiss, Beijing Sebut Solusi Konflik Ukraina Tak Simpel

Foto : ANTARA/Desca Lidya Natalia

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning.

A   A   A   Pengaturan Font

Beijing - Kementerian Luar Negeri China menyebut penyelesaian masalah di Ukraina membutuhkan solusi yang tidak sederhana sembari mengulang tidak akan datang ke konferensi internasional di Swiss.

"Mengenai krisis Ukraina, izinkan saya mengatakan bahwa tidak ada solusi sederhana untuk permasalahan yang kompleks," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing, China pada Kamis.

Pemerintah Swiss mengumumkan negara tersebut akan menjadi tuan rumah konferensi internasional pada 15-16 Juni 2024 untuk memulai upaya damai di Ukraina. Namun pada 31 Mei 2024, pemerintah China telah mengumumkan tidak akan menghadiri konferensi yang diadakan berdasarkan usulan Ukraina tersebut.

"Kami mendorong dan mendukung semua upaya yang kondusif bagi penyelesaian krisis Ukraina secara damai, dan akan terus mendorong perundingan damai dengan cara kami sendiri, menjaga komunikasi dengan semua pihak dan bersama-sama membentuk kondisi yang konfusif untuk penyelesaian melalui jalur politik," tambah Mao Ning.

China dan Ukraina, ungkap Mao Ning, mengadakan konsultasi antarkedua kementerian luar negeri di Beijing dan bertukar pandangan mengenai hubungan bilateral dan krisis Ukraina.

"Saya sudah beberapa kali memperjelas posisi China mengenai konferensi perdamaian yang akan diadakan di Swiss ini," ungkap Mao Ning singkat.

China, menurut Mao Ning telah berulang kali menekankan bahwa konferensi perdamaian internasional harus memenuhi tiga elemen penting, yaitu pengakuan dari Rusia dan Ukraina, partisipasi yang setara dari semua pihak dan diskusi yang adil mengenai seluruh rencana perdamaian.

Namun hingga saat ini Rusia belum diundang untuk mengikuti konferensi perdamaian tersebut.

Dua tahun telah berlalu setelah Rusia melancarkan operasi militer khusus ke Ukraina pada 24 Februari 2022. Sekitar 18 persen wilayah Ukraina masih berada di bawah pendudukan Rusia termasuk Semenanjung Krimea serta sebagian besar Donetsk dan Luhansk di bagian timur.

Negara-negara Barat menyuplai peralatan tempur seperti tank militer, sistem pertahanan udara hingga artileri jarak jauh. Sementara data dari Institut Kiel untuk Ekonomi Dunia menyebut berbagai institusi Uni Eropa mengirim bantuan senilai 92 miliar dolar AS (atau sekitar Rp 1.438,42 triliun) sedangkan Amerika Serikat mengirimkan 73 miliar dolar AS (atau setara sekitar Rp 1.141,35 triliun).

Sementara Rusia secara terus-menerus memperingatkan agar berbagai negara tidak melanjutkan pengiriman senjata ke Ukraina dengan mengatakan hal itu akan berakibat buruk dengan meningkatkan eskalasi konflik.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top