Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Keterwakilan Perempuan

Tidak Ada Demokrasi Tanpa Kehadiran Perempuan

Foto : koran jakarta/rama agusta

Perempuan dan Politik - Dari kiri: Ketua Sayap Perempuan Partai Golkar, Hetifah Sjaifudin, Ketua Badan Pemberdayaan Perempuan PAN, Eus Fatayati, Ketua DPP PSI, Isyana Bagoes Oka, Moderator: Dr. Sri Budi Eko Wardhani dari Fisipol UI saat mendiskusikan peran perempuan dalam politik

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Menjelang Pemilu 2019 merupakan momen penting bagi para pemangku kepentingan Pemilu di Indonesia untuk memperhatikan tantangan dan hambatan tertentu yang dihadapi perempuan dalam berpartisipasi sebagai kandidat caleg dan penyelenggara pemilu. Hal ini demi mengurangi kesenjangan gender hingga hari Pemilu tiba.

UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu juga menunjukkan bagaimana upaya reformasi bidang politik ini masih memerlukan perhatian lebih untuk isu kesetaraan gender dalam politik. UU Pemilu tersebut tidak memasukkan usulan penguatan keterwakilan perempuan baik lembaga penyelenggara pemilu maupun di parlemen.

Persyaratan yang memungkinkan zipper murni calon perempuan dan laki-laki dalam daftar kandidat atau menempatkan perempuan di nomor urut satu dalam daftar kandidat di setidaknya 30 persen daerah pemilihan atau menjadikan ketentuan kuota 30 persen perempuan di dalam keanggotaan lembaga penyelenggara pemilu sebagai aturan yang mengikat.

"Karena tidak ada demokrasi tanpa ada perempuan di dalamnya," ujar Ketua Sayap Perempuan Partai Golkar, Hetifah Sjaifudin, dalam acara betajuk 'Tantangan Perempuan di Tahun Politik," di Hotel Aryaduta, Jl. Tugu Tani, Jakarta, Senin (5/3).

Hetifah menilai, ada ketimpangan masalah kesetaraan gender di dalam parpol. Misal pada saat pemilihan, kader yang perempuan ketika maju kemudian gagal ya sudah terhenti sampai di situ.

Namun berbeda bila laki-laki ketika mencalonkan diri sebagai caleg atau kepala daerah dan gagal maka akan mendapat tempat atau jabatan dalam parpol tersebut. "Jadi keterwakilan perempuan di tubuh partai itu masih menjadi syarat saja, bukan menjadi prioritas partai," tutur Hetifah.

Hal senada disampaikan, Ketua Badan Pemberdayaan Perempuan PAN, Eus Fatayati, mengungkapkan dalam menghadapi Pemilu 2019 ini dianggap sesuatu yang berat. Pasalnya, banyak kader perempuan PAN yang keluar dari partai karena pernah gagal dalam kontestasi pileg.

Ia menilai, masih banyak orang yang masuk partai karena haus kekuasaan saja bukan karena ingin mengabdi pada negara. Oleh karena itu, DPP PAN telah membuat sebuah perangkat yang bernama Komite Pemenangan Pemilu Nasional (KPPN)yang bertujuan untuk merekrut caleg. rag/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top