Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Moneter I BI Dinilai Lamban Merespons Kenaikan Suku Bunga The Fed

The Fed Akan Lanjutkan Kenaikan Suku Bunga

Foto : Sumber: BI – Litbang KJ/and
A   A   A   Pengaturan Font

NEW YORK - Ketua Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell pada Kamis (19/10) mengatakan bahwa kekuatan perekonomian AS dan ketatnya pasar tenaga kerja dapat menjamin kenaikan suku bunga The Fed lebih lanjut, kata Gubernur The Fed, Jerome Powell dalam pernyataannya yang tampaknya mematahkan ekspektasi pasar bahwa kenaikan suku bunga bank sentral AS telah berakhir.

"Kami memperhatikan data terbaru yang menunjukkan ketahanan pertumbuhan ekonomi dan permintaan tenaga kerja. Bukti tambahan dari pertumbuhan yang terus-menerus berada di atas tren, atau bahwa pengetatan di pasar tenaga kerja tidak lagi berkurang, dapat menempatkan kemajuan lebih lanjut pada inflasi dalam risiko dan dapat menjamin pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut," kata Powell dalam sambutannya di Economic Club of New York, Jumat (20/10) dini hari.

Agar inflasi dapat kembali ke target dua persen yang ditetapkan The Fed, "kemungkinan diperlukan periode pertumbuhan di bawah tren dan kondisi pasar tenaga kerja yang lebih lemah," kata Powell.

Sejak The Fed mulai menaikkan suku bunga pada Maret 2022, tingkat pengangguran tidak banyak berubah dari angka saat ini sebesar 3,8 persen, di bawah tingkat yang dianggap non-inflasi oleh sebagian besar pejabat Fed, dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan secara umum tetap berada di atas tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 1,8 persen yang diperkirakan oleh pejabat Fed sebagai potensi yang mendasari perekonomian.

"The Fed berjalan dengan hati-hati dalam mengevaluasi perlunya kenaikan suku bunga lebih lanjut," kata Powell, menjelaskan kemungkinan besar akan mempertahankan ekspektasi saat ini bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga acuannya tetap stabil pada kisaran 5,25 persen hingga 5,5 persen pada pertemuan berikutnya, 31 Oktober dan 1 November.

Ada bukti bahwa pasar tenaga kerja sedang melemah, kata Powell, dengan beberapa langkah penting yang mendekati tingkat yang terlihat bahkan sebelum pandemi.

Dinilai Lamban

Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) dinilai lamban merespons kenaikan suku bunga global seperti suku bunga Fed Fund Rate (FFR) dan suku bunga bank sentral Eropa. Lambatnya respons otoritas moneter itu terlihat saat mereka baru bereaksi menaikkan suku bunga acuan BI7 days Reverse Repo Rate 25 basis poin (bps) atau 0,25 persen ke level 6,00 persen, pada Kamis (19/10), karena rupiah terus merosot nyaris menyentuh level 16.000 per dollar Amerika Serikat (AS).

Selain lamban, pernyataan Gubernur BI, Perry Warjiyo bahwa depresiasi rupiah terhadap dollar AS persentasenya paling kecil dibanding mata uang regional lainnya dipandang kurang tepat. Sebab, bukan besar kecilnya persentase depresiasi yang diukur, tapi seberapa dampaknya pelemahan nilai tukar itu pada stabilitas sektor keuangan, dunia usaha, dan perekonomian secara umum.

Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 18-19 Oktober 2023, otoritas selain menaikkan suku bunga acuan, juga menaikkan suku bunga deposit facility dan suku bunga lending facility masing-masing 25 bps menjadi 5,25 persen dan 6,75 persen.

Pengamat ekonomi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, yang diminta pendapatnya mengatakan kalau Bank Sentral AS, Federal Reserve, menaikkan tingkat suku bunga maka seharusnya BI melakukan adjustment dengan meningkatkan tingkat suku bunga juga.

"Jika tidak risikonya akan menekan nilai tukar rupiah, karena kemungkinan terjadi modal keluar (capital outflow) karena tingkat suku bunga di luar lebih menarik bagi investor, sehingga mereka menempatkan portofolionya di negara yang tingkat suku bunganya lebih tinggi," kata Esther.

Dia pun mengingatkan BI agar tidak boleh terlambat merespons kenaikan suku bunga Fed. "BI harus gerak cepat," kata Esther.

Tekanan Eksternal

Secara terpisah, Ekonom Senior dan Associate Faculty LPPI, Ryan Kiryanto, mengatakan hampir pasti Federal Reserve akan menaikkan satu kali lagi Fed Fund Rate sebesar 25 bps menjadi 5,5- 5,75 persen untuk mempercepat capaian target inflasi 2 persen di AS.

Tekanan eksternal yang kuat dan masif dari eskalasi perang di Ukraina ditambah perang Hamas vs Israel juga menyebabkan kepanikan pasar global, sehingga mendorong pemilik modal membeli dollar AS secara masif.

"Terdapat indikasi rupiah makin tertekan karena gejolak geopolitik yg meningkat tadi ditambah stance kebijakan bank-bank sentral di negara maju masih hawkish (menahan suku bunga tinggi karena inflasi belum mencapai target). Surplus neraca dagang juga sudah naik turun alias fluktuatif sehingga menekan posisi rupiah," kata Ryan.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top