Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Terinspirasi Perang Rusia dan Ukraina, Guru Besar ITS Kembangkan AI untuk Drone Pengintai

Foto : Istimewa

Mikro UAV dan UGV akan menerima sinyal dari UAV utama yang mengarahkan untuk mengambil gambar dan mengkonfirmasi adanya bahaya

A   A   A   Pengaturan Font

SURABAYA - Ketegangan antara Rusia dan Ukraina saat ini menuntut kedua pihak sering memanfaatkan teknologi dan Artificial Intelligence (AI) untuk menjalankan misi. Terinspirasi dari fenomena tersebut, Guru Besar dari Departemen Matematika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Subchan melakukan penelitian terkait Navigation, Guidance, dan Control (NGC) pada sistem nirawak untuk meningkatkan performansi surveillance.

Melalui penelitian yang dijadikan orasi ilmiah pengukuhannya sebagai Profesor ke-162 ITS, Subchan mengatakan bahwa sistem nirawak yang ia kembangkan berpedoman secara kuat pada NGC. Ia menjelaskan bahwa navigasi merupakan proses penentuan lokasi, guidance berperan sebagai petunjuk lintasan yang harus dilewati, dan kontrol merupakan aktuator untuk mengatur lintasan kendaraan sesuai yang diinginkan. "Tanpa NGC, pesawat maupun kendaraan darat nirawak tidak akan bisa berjalan dengan baik," ucap alumnus doktoral Department of Aerospace Powers and Sensors, Cranfield University, Inggris ini.

Lelaki kelahiran Jombang, 13 Mei 1971 ini menjelaskan bahwa sistem nirawak yang dikembangkannya memiliki tiga tahapan proses. Pertama adalah proses identifikasi kondisi lingkungan yang dilakukan oleh High-Level Unmanned Aerial Vehicle (UAV) dan Unmanned Ground Vehicle (UGV), di mana proses ini merupakan awal dalam mengidentifikasi bahaya di suatu wilayah. "Tahap ini umumnya dilakukan untuk melihat kondisi lingkungan sementara," jelasnya.

Tahap selanjutnya adalah konfirmasi keadaan yang dilakukan oleh Low-Level Micro UAV dan UGV. Pada tahap ini, Mikro UAV dan UGV akan menerima sinyal dari UAV utama yang mengarahkan untuk mengambil gambar dan mengkonfirmasi adanya bahaya pada wilayah yang telah dibuat. Setelah menerima gambar, tahap ketiga adalah tahap pengambilan keputusan, di mana Ground Control Station (GCS) akan mengkaji data yang diperoleh dari UAV maupun UGV sebagai landasan pengambilan keputusan.

Dia menuturkan bahwa penelitian ini akan menunjang dan mempercepat proses pengawasan dan pengambilan keputusan pada suatu tahap surveillance. Tidak hanya konsep nirawak saja yang ia tekankan, namun penelitian ini sangat berpotensi untuk dimanfaatkan dalam bidang teknologi pertahanan negara. "Dengan sistem pengambilan rute yang kokoh dan deteksi bahaya secara otomatis, militer Indonesia akan lebih efisien dalam menjaga tanah air," tuturnya.

Selain efisiensi tinggi pada sistem nirawak, pengguna sistem tersebut akan memiliki informasi data yang akurat pada sistem kontrol. Menurut Subchan, sistem kontrol yang dibuatnya sudah terintegrasi dengan sensor yang ada di lapangan dengan tujuan untuk memudahkan analisis. Data yang ditangkap oleh UAV maupun UGV sudah divisualisasikan dengan baik melalui sistem ini, sehingga pengambilan keputusan taktis dapat muncul dengan cepat.

Dengan lahirnya penelitian ini, Subchan berharap Indonesia akan lebih tanggap dalam menghadapi bahaya, baik dari darat, laut, dan udara. Tidak hanya ancaman militer, ia menambahkan bahwa penelitian ini bisa dikembangkan ke bidang lain seperti penanggulangan bencana alam, evakuasi bencana alam, dan bahaya-bahaya lainnya. "Penelitian ini saya lakukan sebagai bentuk rasa cinta saya kepada tanah air dan keamanan rakyat Indonesia," pungkasnya.


Redaktur : Selocahyo Basoeki Utomo S
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top