Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Terima Kasih Butet

A   A   A   Pengaturan Font

Usia tak dapat dibohongi. Setiap atlet ada masanya berprestasi, ada pula waktu untuk mundur dari gelanggang. Maka, wajar bila Lilyana Natsir (Butet) harus pensiun dari lapangan bulu tangkis profesional. Bangsa dan negara pantas berterima kasih kepada Butet karena berkat perjuangan, keringat, dan kerja kerasnya telah mengharumkan nama Indonesia di mata dunia.

Berbagai kemenangan dipersembahkannya bersama pasangan seperti Nova Widiyanto, Vita Marissa, dan Tontowi Ahmad (Owi), di antaranya, bersama Nova menjadi juara dunia (2005, 2006, 2007). Selanjutnya merebut medali emas SEA Games 2005 dan 2009, dan Juara Asia 2006. Bersama Vita merebut medali emas SEA Games 2007.

Prestasi fenomenalnya tentu saat sukses meraih medali emas Olimpiade Rio (2016) bersama Owi. Sebenarnya, Liliyana bersama Nova nyaris merebut emas Olimpiade Beijing 2008. Sayang, di final kalah dari pasangan Korea Selatan, Lee Yong Dae/Lee Hyo Jung.

Karier ganda campuran mulai dirintis dengan Owi tahun 2010. Setahun kemudian, mereka meraih emas SEA Games 2011, Juara Dunia 2013. Tahun 2015 keduanya menjadi Juara Asia. Tentu prestasi idaman yang diimpikan setiap atlet dunia adalah tadi medali emas Olimpiade. Butet merebut emas Olimpiade Rio 2016 bersama Owi dengan mengalahkan pasangan Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying. Pasangan ini juga dikalahkan di semifinal "Indonesia Masters" pekan lalu. Tahun 2017 meski dibekap cedera lutut, Butet/Owi masih mampu menjadi Juara Dunia.

Selain prestasi tertinggi di Olimpiade Rio 2016, Owi/Butet juga mencetak prestasi luar biasa dengan mencetak hattrick di All England 2012, 2013, dan 2014. Di turnamen Super Series, Butet mengumpulkan 23 kemenangan. Sedangkan pada level Grand Prix dan Grand Prix Gold, wanita 33 tahun itu mengoleksi 10 gelar.

Sayang, dia belum bisa meraih medali emas Asian Games. Padahal Butet sudah di final pada Asian Games 2014. Saat itu, Owi/Butet dikalahkan pasangan Tiongkok, Zhang Nan/Zhao Yunlei. Sedangkan pada Asian Games 2018 di rumah sendiri hanya sampai semifinal.

Pada perpisahan di Istora Senayan usai gagal meraih juara di Indonesia Masters, pekan lalu, baik Butet maupun penonton sama-sama menangis. Semua sama-sama kehilangan. Tak kalah sedih adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden merasa kehilangan dengan pensiunnya Butet.

Menurut Jokowi, Butet merupakan atlet yang berprestasi luar biasa yang telah banyak mengharumkan nama bangsa Indonesia dengan mengoleksi 51 gelar internasional. Ia juga menjadi satu-satunya atlet bulu tangkis dengan empat gelar Juara Dunia dalam satu nomor. "Intinya, Indonesia sangat kehilangan atas pensiunnya Liliyana Natsir," kata Jokowi. Presiden berharap Butet masih mau berkecimpung di dunia bulu tangkis dengan memberi inspirasi para atlet bulu tangkis muda Indonesia. Mereka pun harus bisa berprestasi internasional juga.

Pernyataan atau harapan Presiden sangat tepat agar dengan begitu banyak penerus Butet. Sebab salah satu kelemahan bulu tangkis putri Indonesia adalah ketersendatan regenerasi. Lihat saja, setelah tunggal putri Susy Susanti mundur, praktis sampai kini tidak pernah ada tunggal putri yang berprestasi besar seperti meraih medali Asian Games, Super Series, atau All England, apalagi Olimpiade.

Sektor tunggal putra juga termasuk selalu tersendat. Tak banyak yang dapat dibanggakan. Padahal dulu, juara tunggal putra banyak yang bergantian mulai dari Liem Swie King, Lius Pongoh, Alan Budi Kusuma, Ardie BW, Joko Supriyanto, Taufik Hidayat, Hariyanto Arbi, dan Hendrawan. Mereka ini di mana-mana hanya bergantian untuk menjadi juara.

Sayang setelah mereka itu, generasi penerus tunggal putra terus tersendat-sendat, walau sesekali mengejutkan. Namun yang paling kentara, setelah generasi emas mereka itu tadi, putra-putra bulu tangkis Indonesia gagal membawa pulang Piala Thomas. Demikian juga Uber Cup. Semoga setelah Butet, muncul bibit-bibit baru bulu tangkis yang tangguh.

Komentar

Komentar
()

Top