Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Kamis, 23 Jan 2025, 06:15 WIB

Teleskop James Webb “Merusak” Kosmologi Standar

Foto: NASA’s Hubble Space Telescope.

Selama beberapa dekade, pengukuran perluasan alam semesta telah menunjukkan adanya kesenjangan yang dikenal sebagai ketegangan Hubble. Hasilnya akan merusak kosmologi sebagaimana yang telah diketahui secara umum.

1737558523_8ab7a98ad10b52fdd2c6.jpg

Hampir seabad yang lalu, astronom Edwin Hubble menemukan inflasi alam semesta yang seperti balon dan percepatan semua galaksi yang menjauh satu sama lain. Mengikuti perluasan tersebut ke masa lalu menghasilkan pemahaman terbaik saat ini tentang bagaimana segala sesuatu dimulai Big Bang.

Namun selama dekade terakhir, terdapat lubang yang mengkhawatirkan telah tumbuh dalam gambaran ini: Bergantung pada ke mana para astronom melihat, laju perluasan alam semesta (nilai yang disebut konstanta Hubble) bervariasi secara signifikan.

Pada ulang tahun kedua peluncuran Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST) yang diluncurkan pada 25 Desember 2021 itu hasil pengamatan yang diperoleh telah memperkuat perbedaan tersebut. Hal ini sangat tepat yang mengancam untuk menjungkirbalikkan model standar kosmologi. Fisika baru yang dibutuhkan untuk memodifikasi atau bahkan mengganti teori berusia 40 tahun tersebut kini menjadi topik perdebatan.

“Ini adalah ketidaksepakatan yang membuat kita bertanya-tanya apakah kita benar-benar memahami komposisi alam semesta dan fisika alam semesta,” kata Adam Riess, seorang profesor astronomi di Universitas Johns Hopkins yang memimpin tim yang melakukan pengukuran JWST baru, kepada Live Science.

Reiss bersama dengan Saul Perlmutter, dan Brian P. Schmidt memenangkan Penghargaan Nobel dalam bidang fisika tahun 2011. Mereka pada 1998 menemukan energi gelap, gaya misterius di balik percepatan perluasan alam semesta.

Hasil baru tersebut membuat jawabannya terbuka lebar, memecah belah para kosmolog menjadi beberapa faksi yang mengejar solusi yang sangat berbeda. Menyusul hasil teleskop Hubble Space, upaya resmi untuk menyelesaikan masalah tersebut pada konferensi tahun 2019 di Kavli Institute for Theoretical Physics (KITP) di California justru menimbulkan lebih banyak frustrasi.

“Kami tidak akan menyebutnya ketegangan atau masalah, melainkan krisis,” kata David Gross, mantan direktur KITP dan peraih Nobel, pada konferensi tersebut.

1737558523_e38db9a98bad4922b0ec.jpg

Bagaimana hal-hal tersebut dapat diperbaiki masih belum jelas. Riess tengah berupaya mengubah model Lambda-CDM yang mengasumsikan energi gelap (lambda) tidak konstan tetapi berevolusi sepanjang kehidupan kosmos menurut fisika yang tidak diketahui.

Namun penelitian Keeley, yang dipublikasikan pada 15 September di jurnal Physical Review Letters, bertentangan dengan hal ini. Ia dan rekan-rekannya menemukan bahwa tingkat ekspansi cocok dengan prediksi Lambda-CDM hingga ke CMB. “Jadi, jika model tersebut perlu diperbaiki di mana pun, kemungkinan besar itu terjadi di alam semesta yang sangat awal,” kata Keeley.

Ia menuturkan, mungkin saja untuk menambahkan beberapa energi gelap ekstra sebelum munculnya latar belakang gelombang mikro kosmik, memberikan sedikit tambahan tenaga pada perluasan alam semesta yang tidak perlu membuatnya keluar dari model standar.

Sekelompok astronom lain yakin bahwa ketegangan tersebut, bersamaan dengan pengamatan bahwa Bima Sakti berada di dalam supervoid yang kurang padat, berarti bahwa Lambda-CDM dan materi gelap harus dibuang sama sekali. Yang seharusnya menggantikannya, menurut Pavel Kroupa, seorang profesor astrofisika di Universitas Bonn, adalah sebuah teori yang disebut Dinamika Newton Termodifikasi (MOND).  hay

Redaktur: Haryo Brono

Penulis: -

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.