Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kinerja Mata Uang | Kurs Rupiah terhadap Dollar AS Sepanjang Tahun Ini Melemah 1,43 Persen

Tekanan pada Rupiah Bakal Berlanjut

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Tekanan terhadap nilai tukar rupiah diperkirakan masih terus berlanjut ke depan. Hal itu dipengaruhi ketidakpastian perekonomian global menyusul resesi di sejumlah negara maju.

Melihat mata uang sejumlah negara tetangga terdepresiasi terhadap dollar AS pada pertengahan Februari 2024, pergerakan rupiah menunjukkan kinerja kurang baik atau bahkan lebih buruk dibandingkan rupee India, peso Filipina, dan yuan Tiongkok.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudisthira, mengatakan tekanan kurs rupiah masih akan berlanjut seiring proyeksi pelemahan ekonomi negara mitra dagang dan investasi strategis Indonesia.

Situasi Tiongkok, Jepang, dan Eropa menunjukkan adanya kekhawatiran resesi skala besar. Imbasnya, perdagangan dan investasi langsung tahun ini bisa melambat.

"Jadi, pemerintah dan pelaku usaha harus lakukan antisipasi dengan mendorong hedging bagi pinjaman valas sekaligus menahan laju utang luar negeri secara paralel," ucap Bhima, Rabu (21/2), menanggapi penurunan kurs rupiah terhadap dollar AS.

Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sepanjang tahun ini melemah 1,43 persen. Kurs rupiah terhadap dollar AS, Rabu (21/2), tercatat 15.635 rupiah per dollar AS atau melemah 220 poin dari penutupan akhir tahun lalu, yakni 29 Desember 2023 di posisi 15.415 rupiah per dollar AS.

Dihubungi terpisah, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, YB Suhartoko, mengatakan nilai tukar mata uang suatu negara dipengaruhi banyak faktor, antara lain selisih suku bunga, lalu selisih inflasi, penawaran dan permintaan valuta asing. Kemudian, neraca transaksi berjalan, ekspektasi kebijakan pemerintahan baik dalam negeri maupun negara lain, serta perubahan risiko negara, seperti ekonomi, politik, dan keuangan, serta sentimen pasar.

Dalam jangka pendek saat ini, pelemahan rupiah bisa disebabkan ekspektasi perubahan kebijakan the Fed menaikkan suku bunga, yang kedua naiknya risiko politik sesudah pemilu dilakukan.

"Jika selanjutnya tren penurunan rupiah berhenti maka bukan faktor fundamental yang mempengaruhinya," ucapnya.

Secara terpisah, pengamat ekonomi Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky, menjelaskan sejalan tren historis, rupiah cenderung melemah menjelang pemilu ditambah dengan mengecilnya kemungkinan penurunan suku bunga the Fed dalam beberapa bulan mendatang.

"Melihat mata uang negara-negara tetangga terdepresiasi terhadap dollar AS pada pertengahan Februari 2024, rupiah menunjukkan kinerja yang kurang baik, lebih buruk dibandingkan rupee India, peso Filipina, dan yuan Tiongkok," papar Riefky.

Devisa Turun

Cadangan devisa Indonesia menyusut 0,87 persen (secara bulanan/mtm) dari 146,38 miliar dollar AS pada akhir 2023 menjadi 145,05 miliar dollar AS pada Januari 2024.

Dia menerangkan penurunan cadangan devisa didorong oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah Indonesia. Posisi cadangan devisa saat ini setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, jauh di atas standar kecukupan internasional untuk tiga bulan impor.

"Tingkat cadangan devisa terkini dianggap cukup untuk memberikan bantalan bagi rupiah terhadap potensi guncangan, termasuk pembalikan arus masuk modal secara tiba tiba," ucapnya.

Dilihat dari dinamika terkini, ketahanan perekonomian domestik dan kemungkinan penurunan suku bunga the Fed yang lebih rendah dalam waktu dekat, kami memandang BI perlu mempertahankan BI Rate pada level 6,00 persen pada rapat dewan gubernur BI bulan ini.

Inflasi tetap terjaga mendekati target baru sebesar 2,5 persen dengan tekanan inflasi terdekat kemungkinan berasal dari kenaikan pengeluaran pada beberapa libur akhir pekan panjang dan harga menjelang musim Ramadan.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top