Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Deregulasi Perkebunan

Tata Niaga Tembakau Mesti Dibenahi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) meminta pemerintah membenahi tata niaga tanaman tembakau di Indonesia yang dinilai merugikan para petani. Sebab, saat ini, posisi petani dalam rantai pasokan sangat lemah. Tata niaga yang dimaksud adalah perlunya pemerintah menjadi pengawas melalui kewajiban kepada pabrikan untuk merangkul petani sebagai mitra. Dengan demikian, pada petani memperoleh kepastian harga saat melakukan penjualan hasil tanamannya.

"Jadi semua perusahaan wajib bermitra dengan petani, jangan ada yang mitra dan ada yang tidak karena yang tidak bermitra itulah yang kadangkala mempermainkan petani, sehingga harga produsen jatuh," kata Ketua APTI, Soeseno di Jakarta, akhir pekan lalu. Selain sistem kemitraan, pemerintah juga diharapkan menginformasikan harga pembelian di petani serta mengawasinya agar pedagang tidak seenaknya mempermainkan harga dengan menetapkan sendiri grade tenaman tembakau. Menurut Soeseno, para petani tembakau selama ini merasa dinomorduakan dengan berbagai suara-suara sumbang seolah-olah tembakau sebagai pemicu orang merokok yang menyebabkan berbagai macam penyakit.

Padahal, komoditas tembakau merupakan tanaman turun temurun dan sudah menjadi realitas kultural sehingga bisa berkelanjutan. "Sampai saat ini, komoditas tembakau masih menjadi pilihan di saat musim kemarau, karena nilai ekonominya tinggi dibandingkan komoditas pertanian lainnya," kata Soeseno. Berdasarkan data penelitian Universitas Airlangga Surabaya pada 2013, penerimaan tembakau mencapai 53,282 juta rupiah per hektar (ha), lebih tinggi dari padi yang hanya 13,235 juta per ha, jagung 4,607 juta per ha, cabai 9,429 juta per ha dan bawang merah 7,537 juta per ha.

Dipasok Impor

Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Budidoyo dalam kesempatan sama mengatakan selain hasilnya lebih tinggi, kebutuhan tanaman tembakau dalam negeri juga belum mampu dipasok oleh produksi lokal, sehingga harus diimpor dari luar negeri. "Impor itu sebagai bahan baku yang sebagian besar diekspor kembali dalam bentuk produk olahan hasil hilirisasi, sehingga dalam lima tahun terakhir Indonesia surplus ekspor untuk produk tembakau sebesar 523,7 juta dollar AS pada 2015," katanya. bud/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Vitto Budi

Komentar

Komentar
()

Top