Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Jum'at, 31 Jan 2025, 00:00 WIB

Tarif Rendah, Bikin Kebergantungan Impor Sulit Hilang

Kedaulatan Ekonomi - Belanja Pangan Masyarakat Terus Melonjak dari Tahun ke Tahun

Foto: antara

JAKARTA - Rendahnya tarif bea masuk pangan membuat kebergantungan pada impor komoditas tersebut sulit hilang. Pasalnya, harga pangan hasil produksi petani lokal sulit bersaing karena murahnya pangan dari luar.

Pengamat Pertanian, Fakultas Pertanian, Sains dan Teknologi, Universitas Warmadewa (Unwar), Denpasar, Bali Dr I Nengah Muliarta menegaskan pemerintah perlu mematok tarif tinggi untuk bea masuk pangan.

Menurutnya, menaikkan tarif impor untuk komoditas pangan dapat membantu meningkatkan daya saing produk lokal, mengurangi kebergantungan pada impor, dan mendukung pembangunan pertanian domestik. "Pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan ini dengan cermat agar dapat mengoptimalkan potensi sektor pertanian kita," tegasnya dari Denpasar, Kamis (30/1).

Muliarta menjelaskan peningkatan tarif impor dapat membantu menciptakan iklim usaha lebih adil bagi petani lokal. Dengan adanya tarif lebih tinggi, produk impor menjadi lebih mahal sehingga konsumen cenderung memilih produk lokal yang lebih terjangkau.

Dia menambahkan tarif rendah impor sering kali membuat negara terlalu bergantung pada produk luar negeri. Kenaikan tarif impor, lanjutnya, dapat memberikan insentif bagi para petani dan investor untuk menanamkan modal dalam pengembangan pertanian lokal.

Hal itu, menurutnya, dapat menjamin ketersediaan produk pangan yang lebih berkelanjutan dan berkualitas. "Dengan memprioritaskan produk lokal melalui kebijakan tarif yang lebih tinggi, kita dapat memperkuat ketahanan pangan nasional. Ini sangat penting dalam menghadapi fluktuasi pasar global dan krisis pangan," papar Muliarta.

Peningkatan tarif impor akan berdampak positif pada perekonomian lokal, dengan menciptakan lapangan kerja di sektor pertanian dan industri terkait. Hal ini juga dapat meningkatkan pendapatan petani dan masyarakat pedesaan.

Di sisi lain, diakuinya, kebijakan ini menimbulkan protes dari importir terkait kenaikan tarif impor untuk komoditas pangan. Pemerintah harus memberikan penjelasan secara transparan mengenai alasan kenaikan tarif.

Selama 2012-2023, rakyat Indonesia menghabiskan 84,8 miliar dollar AS atau setara 1,272 triliun rupiah untuk berbelanja enam dari sembilan barang kebutuhan pokok/ sembako-beras, susu, bawang, garam. Angkanya tentu melonjak karena besarnya impor beras pada 2024.

Pengamat Kebijakan Publik Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi mendorong agar pemerintah fokus menegaskan pemerintah harus lebih fokus pada kedaulatan pangan, dimana penguatan produksi pangan lokal dan perlindungan petani menjadi fokus dan prioritas.

"Karenanya, persoalan impor pangan tidam akan muncul setiap saat. Dalam banyak kasus korupsi impor, karena adanya pihak pihak yang ingin memonopoli dan mengambil untung," tegas Badiul.

Wacana penghentian impor senantiasa mandeg di tingkat wacana karena tidak dibarengi dengan langkah nyata yang konsisten. "Kebijakan seperti pajak tarif impor pangan sampai 30 persen mungkin bisa jadi solusi," ucapnya.

Alih Fungsi Lahan

Data BPS dari tahun ke tahun menunjukkan luasan panen terus turun menjadi 10,046 juta hektar (ha) dari 10,213 juta ha pada 2023, dan 10.452 juta ha pada 2022, serta 10,411 juta pada 2021.

Penurunan ini di antaranya akibat alih fungsi sawah produktif menjadi kawasan industri, properti dan infrastruktur lainnya. Pulau Jawa sebagai pusat pertanian nasional kehilangan banyak lahan subur, yang selama ini menjadi tulang punggung ketahanan pangan.

"Alih fungsi lahan ini menunjukkan lemahnya komitmen dalam melindungi sumber daya pangan nasional," tegas Badiul.

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.