Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ekonomi Biaya Tinggi I Biaya Pengiriman Bahan Baku ke Indonesia Timur Belum Berkurang

Target Turunkan Biaya Logistik Harus Dibarengi Berantas Pungli

Foto : ISTIMEWA

Budi Karya Sumadi Menteri Perhubungan - Butuh penguatan sistem logistik nasional untuk mencapai Indonesia Emas 2045.

A   A   A   Pengaturan Font

» Daya saing produk nasional selalu kalah dengan negara lain karena pengusaha mengompensasi biaya siluman tadi ke harga jual.

» Fenomena ekonomi biaya tinggi sangat mempengaruhi daya saing di lingkup perdagangan internasional.

JAKARTA - Pemerintah menargetkan menurunkan biaya logistik dari 14,29 persen menjadi 8 persen dari produk domestik bruto (PDB). Hal itu untuk meningkatkan efisiensi biaya produksi sehingga barang lebih kompetitif dan pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi, dalam Seminar Nasional Sehari bertemakan "Peningkatan Kinerja Logistik di Indonesia: Refleksi, Tantangan, dan Peluang Sistem Logistik Nasional" di Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, Jawa Barat, Kamis (25/7), mengatakan bahwa strategi pengembangan logistik tahun 2024-2045 melibatkan beberapa aspek, yakni transformasi digital layanan logistik, pengurangan biaya transportasi, optimalisasi pemanfaatan tol laut, penguatan konektivitas, serta peningkatan aksesibilitas antarwilayah.

Penurunan biaya logistik nasional itu dilakukan melalui pengembangan strategi yang komprehensif. Tren skor Logistic Performance Index (LPI) Indonesia secara umum pun menunjukkan pertumbuhan yang positif, bahkan mulai menyusul peringkat LPI Filipina.

Menurut dia, efisiensi logistik transportasi selalu menjadi perhatian nomor satu bagi para pelaku logistik. Oleh karena itu, butuh penguatan sistem logistik nasional untuk mencapai Indonesia Emas 2045 melalui penurunan biaya logistik serta untuk mengatasi berbagai tantangan yang terjadi.

Semangat efisiensi dan efektivitas logistik itu sejalan dengan kebijakan pemerintah yang mengatur penguatan dan penataan melalui National Logistic Ecosystem (NLE), sesuai Inpres No 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional.

"NLE yang diimplementasikan di beberapa pelabuhan dan bandara berkontribusi terhadap efisiensi waktu dan biaya layanan," jelasnya.

Saat ini terdapat 264 pelabuhan yang telah mengaplikasikan Inaportnet, di mana 46 pelabuhan telah terintegrasi dengan NLE dan enam bandara telah menerapkan Tempat Pemeriksaan Fisik Terpadu (TPFT).

Kurangi Biaya Pengiriman

Direktur Celios, Bhima Yudisthira, mengatakan meskipun telah mengalami penurunan biaya logistik dari sebelumnya 27 persen terhadap PDB pada awal Jokowi menjabat sebagai Presiden, namun pekerjaan rumah logistik masih cukup kompleks.

Misalnya, tol laut yang hingga kini masih menemui kendala dari sisi muatan sehingga belum mampu mengurangi biaya pengiriman bahan baku ke Indonesia Timur. Selain itu terdapat masalah infrastruktur pelabuhan dan penataan pelabuhan untuk mendorong efisiensi rantai pasok logistik.

Beberapa jalan tol yang dibangun, kata Bhima, belum sepenuhnya menjadi prioritas bagi angkutan truk logistik karena biaya yang relatif mahal. Catatan soal logistik juga terkait dengan peringkat Indonesia di Logistics Performance Index (LPI) yang turun tajam.

Logistics Performance Index (LPI) 2023 yang dirilis oleh World Bank, kinerja logistik Indonesia berada di peringkat 63 dari total 139 negara dengan skor LPI 3,0. Peringkat itu menurun 17 posisi dibandingkan pada 2018, di mana Indonesia berada di urutan ke-46 dengan skor LPI 3,15.

"Jadi, semua komponen harus meningkat sehingga daya saing industri bisa lebih positif," kata Bhima.

Sementara itu, pakar ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan biaya logistik memang harus diturunkan karena fenomena ekonomi biaya tinggi sangat mempengaruhi daya saing di lingkup perdagangan internasional.

"Logistik sangat vital, maka untuk menurunkan biaya harus dicari penyebabnya, apakah faktor sumber daya manusia, teknologi, infrastruktur atau ekonomi biaya tinggi. Apalagi, pengiriman barang sekarang sudah banyak didukung oleh transformasi layanan digital dan pembangunan infrastruktur, baik dalam bentuk jalan tol, pelabuhan, dan lainnya," kata Wibisono.

Namun, semua itu akan percuma kalau bentuk-bentuk pungli yang menjadi persoalan lama tidak diberantas, karena hal itu yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Akhirnya, daya saing produk nasional selalu kalah dengan negara lain karena pengusaha mengompensasi biaya siluman tadi ke harga jual sehingga konsumen yang harus menanggung.

"Memang tidak mudah, tapi harus tetap dikerjakan (pemberantasan pungli), hanya menimbulkan inefesiensi dan merugikan negara. Pemerintah sudah sering mencanangkan clean government, artinya birokrasi tidak boleh mengambil keuntungan karena sifatnya melayani masyarakat," tutur Wibisono.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top