Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Proyeksi Ekonomi I APBN Jadi Instrumen Penting Hadapi Krisis

Tantangan pada 2023 Makin Kompleks dan Sulit Diprediksi

Foto : ISTIMEWA

MENTERI KEUANGAN Sri Mulyani - Kita tidak bisa memilih tantangannya, yang kita bisa pilih adalah memperkuat kesiapan kita.

A   A   A   Pengaturan Font

» Sepuluh mitra dagang utama Indonesia pada 2023 akan memasuki resesi. Artinya, permintaan terhadap produk-produk Indonesia akan menurun.

» Keuangan negara harus tertib, akuntabel, produktif, dan bertanggung jawab kepada masyarakat.

JAKARTA - Tantangan perekonomian pada 2023 akan semakin kompleks dan polanya menjadi sangat sulit terprediksi. Hal itu karena dipengaruhi adanya aspek geopolitik, aspek keamanan, dan aspek perang, selain aspek ekonomi seperti krisis pangan dan energi yang sumbernya kadang-kadang juga berasal dari non-ekonomi.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, dalam acara "Stakeholder Gathering DJPPR 2022" yang berlangsung secara daring di Jakarta, Rabu (21/12), berharap kerja sama yang terjalin secara baik antarpemangku kepentingan di masa-masa yang sangat luar biasa sulit akan semakin kuat dan baik. Hal itu akan menjadi modal Indonesia untuk maju ke depan.

Menkeu berpendapat Indonesia tidak bisa mengontrol kejutan, ujian, maupun tantangan yang ada lantaran merupakan bagian dari kehidupan dan perjalanan Indonesia sebagai sebuah negara.

"Kita tidak bisa memilih tantangannya, yang kita bisa pilih adalah memperkuat kesiapan kita," tegasnya.

Oleh karena itu, dia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat Indonesia dengan bekerja secara sinergis, kompeten, profesional, dan berintegritas tinggi.

Hal tersebut harus dilakukan agar uang masyarakat bisa betul-betul mencapai tujuannya, yaitu melindungi rakyat, melindungi ekonomi, dan melakukan tugas investasi untuk mempersiapkan generasi yang akan datang.

Di masa-masa sulit, jelas Menkeu, uang masyarakat yang ada dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi instrumen yang sangat penting dengan dimensi yang sangat kaya dan beragam.

Pengelolaan keuangan negara begitu rumit karena terdiri dari banyak hal, seperti penerimaan pajak, penerimaan bea dan cukai, hingga penerimaan negara bukan pajak (PNBP), misalnya royalti, bagi hasil pemerintah dan kementerian/lembaga sehingga harus dikelola dengan sangat hati-hati.

Uang yang diambil dari perekonomian dan rakyat itu pun akan kembali lagi ke masyarakat dalam bentuk berbagai belanja negara dan jika terdapat defisit anggaran, dilakukan untuk mendanai aktivitas yang ada dalam perekonomian.

"Ini yang kami jaga sebagai sebuah siklus APBN, keuangan negara yang tertib, akuntabel, produktif, dan bertanggung jawab kepada masyarakat," jelasnya.

Permintaan Menurun

Direktur eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, yang diminta pendapatnya menyampaikan 10 mitra dagang utama Indonesia pada tahun depan akan mengalami perlambatan ekonomi yang signifikan. Artinya, permintaan terhadap produk-produk Indonesia akan menurun. "Pertumbuhan ekspor tahun depan hanya 10 persen, turun dari tahun ini yang mencapai 20 persen. Begitu juga impor, pertumbuhannya hanya 10 persen dari tahun ini sebesar 17 persen," sebut Tauhid.

Penurunan ekspor, terang Tauhid, tentu berimplikasi pada penurunan impor karena mayoritas impor Indonesia ialah bahan baku dan barang modal yang nanti digunakan untuk menghasilkan suatu produk.

Oleh karena itu, lanjut Tauhid, pemerintah perlu melakukan diversifikasi ekspor ke negara-negara yang ekonominya baik, seperti India dan Tiongkok.

"Tiongkok itu meskipun melambat, tetapi ekonominya masih baik masih tumbuh 7 persen," terangnya.

Kemudian, harus memperbanyak produk yang diekspor. Lalu yang diekspor juga produk-produk jadi yang bisa memberi nilai tambah.

"Pasar domestik harus diperkuat karena akan menjadi penopang ketika pasar ekspor melambat," kata Tauhid.

Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan prediksi mengenai perdagangan global diperkirakan akan memburuk pada 2023 memang benar.

"Selama perang yang menjadi penyebab utama masih berlangsung, dampaknya akan tetap terasa di perdagangan global. Apalagi sampai sekarang belum ada tanda-tanda konflik di Ukraina akan berakhir, perang masih berkecamuk. Pihak-pihak yang bertikai belum melakukan dialog yang arahnya bisa membawa ke akhir perang," kata Wibisono.

Walaupun demikian, ada sedikit harapan, dengan tahap awal kepulihan di Amerika Serikat (AS) di mana inflasi turun dari 9 persen menjadi 7 persen. Pemulihan itu diharapkan bisa menular ke negara lain. "Ini menjadi tantangan bagi AS apakah perbaikannya mampu mempengaruhi perekonomian global," katanya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top