Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ecovilage Cidadap

Tantangan Ekstrem di Lembah Karst

Foto : FOTO-FOTO: KORAN JAKARTA/TEGUH RAHARDJO
A   A   A   Pengaturan Font

Setiap melintasi jalan raya Padalarang menuju Purwakarta, di kanan dan kiri jalan akan terlihat pemandangan bukit kapur atau karst. Kondisinya sangat memprihatinkan. Padahal karst tersebut memiliki sejarah purba yang penting.

Karts di beberapa titiknya nampak sudah rusak. Warga setempat sebagian besar memang menggantungkan hidup dari menambang kapur. Setelah dilakukan selama puluhan tahun, kini tatanan geologi karst di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat mulai terancam.

Keprihatinan sebagian warga sebenarnya sudah muncul dalam beberapa tahun ini. Mereka melihat tidak akan selamanya menggantungkan hidup dengan merusak bukit kapur. tidak bisa selamanya tutup mata dengan potensi yang sebenarnya ada dari sejarah karst itu sendiri.

Kawasan Karst Citatah memiliki luas sekitar 10.420 hektar, terbagi atas lahan sawah 1.794 hektar dan darat 8.526 hektar. Namun, hampir sebagian besar luas itu disesaki perusahan pertambangan, ditambah warga lokal yang menggantungkan hidupnya dari hasil menambang.

Ditemui Koran Jakarta, di Ecovilage Cidadap, Bandung Barat, Ketua Forum Pemuda Peduli Karst Citatah (FP2KC), Deden Syarif Hidayat mengatakan masyarakat sulit untuk berpindah pekerjaan dari menambang karena keuntungan yang mudah didapat. Penghasilan dari menambang per hari bahkan bisa mencapai 100 ribu rupiah per orang.

Mereka membuat lubang-lubang untuk menambang kapur, bagi keperluan pabrik. Dalam sehari karst yang digerogoti bisa mencapai 10 ton.

Aksi kepedulian pemuda sekitar untuk menyelamatkan karst sedikit demi sedikit sudah mampu menghentikan aksi penambangan. Menurut Deden, ada beberapa komunitas yang kini muncul dan sepaham untuk merawat alam. Ia bersama sejumlah pemuda di kawasan Ecovilage Cidadap berusaha memelihara salah satu tebing karst yang berada tidak jauh dari kampung. Yakni gunung atau tebing Hawu.

Beruntung, dengan aksi sporadis yang dilakukan komunitas peduli karst, banyak perusahaan swasta hingga BUMN yang peduli lingkungan tertarik membantu. Misalnya Astra yang menyulap kampung Cidadap menjadi kampung hijau sebagai salah satu contoh upaya mengalihkan penghasilan warga dari menambang bukit dengan bercocok tanam sayuran.

"Baru setahun jalan ada bantuan dari Astra. Memang belum maksimal, hanya bantuan komposter dan pelatihan untuk warga. Setidaknya ada perhatian untuk mengubah pikiran warga, dari menambang menuju bercocok tanam, meski di lahan sempit dengan cara hidroponik," jelasnya.

Memang jauh dari rencana mereka yang ingin memanfaatkan Gunung Hawu sebagai lokasi wisata ekstrem, sesuai kepandaian yang selama ini mereka miliki. Sebab yang dibutuhkan adalah perhatian pemerintah untuk membangun jalan menuju lokasi Gunung Hawu ini.

"Bercocok tanam ini hasilnya masih untuk konsumsi sendiri, tidak dijual. Tadinya hasil penjualan akan dikumpulkan untuk membeli alat panjat tebing. Tapi sampai kapan bisa terkumpul. Keburu karst habis. Membebaskan karst dari penambangan harus serius, bukan setengah-setengah. Jika ingin menyelamatkan potensi alam sebagai geopark baru di Jawa Barat, pengembangan wisata karst adalah jalan keluarnya," tutur Deden.

Atraksi Unik di Gunung Hawu

Sekumpulan pemuda Karang Taruna dari Kampung Cidadap berkumpul di lembah Gunung Hawu, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Mereka sedang berdiskusi tentang rencana pengibaran bendera merah putih berukuran raksasa di atas Gunung Hawu.

Deden mengatakan setiap peringatan hari kemerdekaan, 17 Agustus, pengibaran bendera berukuran besar selalu dilakukan. Mereka memilih karst di Padalarang, secara bergiliran, sebagai lokasi upacara bendera kemudian melakukan aksi ekstrem mengibarkan bendera di ketinggian.

Aksi mereka ini menjadi atraksi tersendiri setiap tahun. Dengan kemampuan panjat tebing warga di sana, khususnya komunitas peduli Citatah, dan juga beberapa atlet panjat tebing Kabupaten Bandung Barat, mereka selalu menarik minat fotografer atau wartawan untuk mengambil momen pengibaran.

Selain memperingati kemerdekaan, upaya yang dilakukan komunitas pemuda di Ecovilage Cidadap ini juga sekaligus untuk memperkenalkan lokasi wisata atau jalan-jalan ekstrem yang bisa disambangi masyarakat. Memang hanya mereka yang menyukai tantangan ekstrem, mendaki gunung atau tebing yang bakal tertarik.

"Inilah yang sedang kami pikirkan, kalau hanya sekedar wisata ekstrem, panjat tebing, hanya mereka yang bisa saja. Kami ingin masyarakat mulai anak-anak dan orang tua bisa menikmati keindahan alam karst Gunung Hawu. Melihat kerlap-kerlip lampu dari ketinggian," ujarnya.

Sayangnya memang lokasi Gunung Hawu yang digadang-gadang warga kampung Ecovilage Cidadap ini sebagai potensi ekonomi baru, masih belum nyaman bagi pendatang. Bagi warga kampung berjalan dua kilometer menuju lokasi sudah hal biasa, namun bagi wisatawan tentu akan berpikir panjang. Kendaraan harus diparkir jauh, sehingga tidak ada fasilitas transportasi yang mempercepat menuju lokasi Gunung Hawu ini. tgh/R-1

Harapan Baru Warga Cidadap

Meski dengan berbagai keterbatasan, Gunung Hawu sudah menjadi salah satu tujuan wisata ekstrem. Baik panjat tebing atau menikmati hammock. Foto-foto sedang aksi tiduran di hammock di ketinggian ratusan meter memang seru. Pas untuk diunggah di media sosial.

Di atas puncak Gunung Hawu sebenarnya ada lahan landai yang cukup luas, yang bisa dibuat sebagai lokasi nongkrong.Tinggal dipasang meja dan kursi dari kayu seadanya sudah cukup bagus. Cukup untuk melihat Bandung dari ketinggian . Namun saat ini hanya yang bisa mendaki saja yang bisa menikmati keindahan itu.

Padahal sebenarnya bisa dibuat jalan setapak bertingkat, untuk memudahkan siapapun pengunjungnya menuju puncak Hawu ini.

Paket kunjungan ke Gunung Hawu bisa dilanjutkan dengan menyambangi Ecovillage Cidadap. Warga kampung khususnya kaum ibu nampak sudah siap menerima kunjungan wisatawan. Kampung ini nampak berbeda dengan kampung sekitarnya. Warna-warni cat di dinding rumah atau coran batu pada dinding penahan tanah sengkedan, membuat kampung ini terlihat berseri.

Di setiap halaman rumahnya terdapat tanaman hijau dalam pot yang membuat suasana kampung yang sebenarnya memiliki hawa panas ini nampak asri. Pengunjung juga bisa menuju ke pusat kegiatan hidroponik. Ikut memetik berbagai sayuran yang ditanam untuk kemudian dimasak dan makan "ngaliwet" bersama warga kampung. Tentu perut akan kelaparan setelah wisata ekstrem mendaki atau bermain hammock.

Atau bisa juga melihat kerajinan cowet atau ulekan dari batu sekaligus sebagai oleh-oleh. Padalarang memang dikenal sebagai penghasil cowet.

Mengintegrasikan wisata ekstrem Gunung Hawu dengan kampung wisata ecovillage setidaknya sudah bisa memberikan harapan warga setempat untuk meninggalkan penambangan karst. Sekaligus mengembangkan potensi yang lama tersembunyi, yakni wisata karst Padalarang. tgh/R-1

Komentar

Komentar
()

Top