Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Tantangan Besar demi Selamatkan Pesut Sungai Irrawaddy dari Kepunahan

Foto : AFP/TANG CHHIN Sothy

Amati Pesut | Turis yang menumpang kapal wisata sedang mengamati gerombolan pesut yang berkeliaran di Sungai Mekong, Kamboja, pada 16 Februari lalu. Populasi pesut di sungai ini kian menurun akibat terjerat jaring nelayan serta perubahan iklim.

A   A   A   Pengaturan Font

Sejumlah kepala abu-abu menyembul memecah air keruh Sungai Mekong di Kamboja saat segerombolan pesut Irrawaddy yang langka muncul ke permukaan untuk bernapas, menarik perhatian para turis yang menonton dari sebuah perahu.

Pemandangan yang mendebarkan itu mungkin akan segera menjadi kenangan, karena jumlah mamalia yang terancam punah ini terus berkurang meskipun ada upaya untuk melestarikannya.

Kamboja telah mengumumkan pembatasan baru yang keras terkait penangkapan ikan di sungai itu untuk mencoba dan mengurangi jumlah pesut yang terbunuh karena jaring. Namun di negara dengan sumber daya keuangan yang terbatas, merupakan tantangan besar untuk menegakkan aturan di sungai selebar ratusan meter yang dihiasi pulau-pulau kecil dan ditumbuhi semak belukar yang lebat itu.

"Kami khawatir tidak bisa melindungi mereka," ucap Phon Pharong, seorang penjaga konservasi sungai saat berpatroli mencari jaring ikan ilegal beberapa hari lalu.

"Jaring ikan ilegal yang dibiarkan di air dalam waktu lama, telah menjebak ikan tanpa pandang bulu dan merupakan penyebab utama kematian pesut di Mekong," imbuh dia.

Pharong adalah salah satu dari lebih dari 70 penjaga sungai yang berpatroli di hamparan Mekong sepanjang 120 kilometer dari timur laut Provinsi Kratie hingga dekat perbatasan Laos. Para penjaga konservasi sungai kerap mengeluhkan bahwa upaya mereka terhambat oleh sumber daya yang terbatas dan intimidasi oleh geng nelayan.

Mok Ponlork, seorang pejabat dinas perikanan yang memimpin penjaga konservasi pesut di Kratie, memiliki 44 orang untuk memantau bentangan sepanjang 85 kilometer. Namun jumlah itu menurut dia masih amat minim karena untuk melakukan tugas pekerjaan secara efektif, ia membutuhkan setidaknya 60 orang.

Tanpa staf, para penjaga konservasi tahu bahwa mereka sedang bermain kucing-kucingan yang kalah jauh dengan jumlah nelayan yang memancing di sungai. "Kalau kami berpatroli malam hari, mereka tidak pergi memancing, namun saat kami kembali siang hari, mereka pergi ke sungai," kata Pharong.

Upah rendah berarti para penjaga konservasi ini terpaksa mengambil pekerjaan ekstra di darat untuk menghidupi keluarga mereka dan hal itu membuat mereka kesulitan dalam melaksanakan tugas patroli. Setiap penjaga konservasi itu menerima upah sekitar 65 dollar AS sebulan dari pemerintah, sementara WWF memberikan tambahan dana sebesar 5 dollar AS untuk satu hari patroli.

Kian Langka

Pesut Irrawaddy merupakan makhluk kecil pemalu dengan dahi berkubah dan paruh pendek yang pernah berkeliaran melewati sebagian besar Mekong yang amat panjang hingga ke delta sungai di Vietnam.

Penangkapan ikan ilegal dan sampah plastik telah membunuh banyak hewan ini dan habitat pesut ini telah berkurang akibat bendungan di hulu dan perubahan iklim, yang berdampak besar pada ketinggian air di sungai.

Populasi pesut di Mekong menyusut dari 200 ekor ketika sensus pertama dilakukan pada 1997, menjadi hanya 89 ekor saja pada 2020. Spesies ini, menurut WWF, hanya hidup di dua sungai lain yaitu Sungai Ayeyarwady di Myanmar dan Mahakam di Indonesia.

Ketiga populasi pesut di sungai tersebut terdaftar sebagai sangat terancam punah dalam daftar merah spesies terancam IUCN (International Union for Conservation of Nature's).

Ditemukan di air tawar dan air asin, jumlah pesut Irrawaddy sedikit lebih banyak di daerah pesisir Asia selatan dan tenggara, meskipun di sana pun mereka digolongkan terancam punah. Menambah kekhawatiran tentang masa depan pesut Mekong, saat ini hanya sekitar 70 persen populasinya sudah terlalu tua untuk berkembang biak.

Sebelas pesut Mekong mati tahun lalu, dan pada Desember lalu kematian tiga pesut sehat yang sedang berkembang biak karena terjerat jaring dan tali pancing dalam waktu sepekan telah menimbulkan kekhawatiran khusus di kalangan konservasionis.

"Ini semacam tanda yang mengkhawatirkan," kata Seng Teak, Direktur WWF-Kamboja, kepadaAFP. "Kami membutuhkan banyak hal untuk memastikan bahwa spesies ini terus bertahan hidup di Mekong," imbuh dia seraya menyerukan kepada pemerintah untuk memobilisasi lebih banyak sumber daya untuk melindungi pesut ini.

Pada akhir Februari lalu, Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, mengeluarkan undang-undang baru yang menciptakan zona perlindungan di mana penangkapan ikan dilarang.

"Jika mereka (nelayan) memasang jaring di kawasan konservasi, kami akan menangkap dan mengirim mereka ke pengadilan," kata Ponlork.

Sejauh ini, dorongan ekstra dari pemerintah tampaknya membuahkan hasil karena sejauh ini belum ada lagi laporan kematian dan hal ini memberikan secercah harapan.

"Kami mendapat kabar dari operator kapal wisata bahwa ada bayi pesut telah lahir beberapa hari lalu," kata Ponlork.

Banyak penduduk setempat yang mencari nafkah dengan membawa turis untuk melihat pesut atau menjual souvenir, juga mengkhawatirkan atas masa depan mamalia tersebut.

"Jika lumba-lumba hilang, kami habis karena penghasilan kami berasal dari pesut itu," kata Meas Mary, 53 tahun, yang bisa menghasilkan hingga 15 dollar AS sehari dengan menjalankan perjalanan perahu. "Sebelumnya ada banyak pesut. Sekarang mereka menghilang. Saya sangat khawatir," imbuh dia. AFP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top