
Tantangan Berat Ekonomi di Semester I 2024 Tercermin dari Penerimaan Negara yang Terkontraksi
Menkeu Sri Mulyani
Foto: Koran Jakarta/Wahyu APJAKARTA- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui tantangan terberat dalam dinamika perekonomian terutama terjadi pada semester I 2024, yang salah satunya dirasakan pemerintah melalui cerminan penerimaan negara yang terkontraksi pada periode tersebut.
“Kita merasakan semester I (2024) adalah tekanan yang begitu berat. Bagi kami di Kementerian Keuangan, penerimaan pajak SPT yang disampaikan masyarakat bulan Maret untuk orang pribadi dan bulan April untuk perusahaan sudah menunjukkan tanda-tanda koreksi yang sangat dalam,” kata Menkeu dalam acara Pembukaan Perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) 2025 di Jakarta, Kamis (2/1).
Seperti dikutip dari Antara, saat kilas balik kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2024, ia menyampaikan penerimaan negara pada semester I 2024 mengalami kontraksi yang cukup dalam.
Sebagai informasi, sebagaimana yang telah dilaporkan Sri Mulyani pada tahun lalu, pendapatan negara pada semester I 2024 tercatat sebesar 1.320, 7 triliun rupiah atau terkontraksi sebesar 6,2 persen (year-on-year/yoy).
Penerimaan perpajakan tercatat hanya sebesar 1.028 triliun rupiah. Capaian ini turun sebesar 7 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Berbeda dengan kinerja pendapatan negara yang melandai, belanja negara tercatat meningkat 11,3 persen yoy mencapai 1.398 triliun rupiah. Adapun defisit APBN semester I 2024 tercatat sebesar 77,3 triliun rupiah atau 0,34 persen terhadap PDB.
Tantangan Ekonomi
Sementara itu, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Atma Jaya, YB Suhartoko mengatakan, tantangan ekonomi ke depan memang berat, baik eksternal seperti guncangan geopolitik, eskalasi perang dagang dan perubahan kebijakan AS yang berorientasi ke domestik akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stagnan di 5% atau kurang, nilai tukar rupiah yang fluktuatif bahkan melemah.
Dari sisi domestik tampaknya sisi penerimaan pajak yang kontraktif akan berdampak kepada daya ungkit kebijakan fiskal untuk pertumbuhan. "Kebijakan melakukan prioritas pengeluaran dalam APBN menjadi sesuatu yang harus efektif untuk dilakukan," ungkap Suhartoko.
Pakar ekonomi dari Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI), Surabaya, Leo Herlambang, mengatakan, perekonomian 2025 akan bertambah sulit jika perang dagang memanas dan konflik di Timur Tengah dan Eropa masih berlangsung.
"Tahun 2024 mulai dari awal menunjukkan gejala-gejala yang kurang menggembirakan. Dapat kita lihat dari indikator yang sudah jelas, yaitu indeks harga saham yang menunjukkan perkiraan umum atas kondisi yang ada, dan datanya dimiliki oleh otoritas. Kalau orang market, melihatnya dari ini ada penurunan, daya beli berkurang dan sampai sekarang pun demikian,” ujarnya.
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Cuan Ekonomi Digital Besar, Setoran Pajak Tembus Rp1,22 Triliun per Februari
- 2 Pemeriksaan Kesehatan Gratis di Puskesmas bisa Diakses Semua Warga
- 3 Ekonomi Biru Kian Cerah! KKP dan Kemnaker Maksimalkan Peluang Lapangan Kerja
- 4 Menpar Sebut BINA Lebaran 2025 Perkuat Wisata Belanja Indonesia
- 5 Bukan Arab Saudi, Negara Penghasil Kurma Terbesar Dunia Berasal dari Afrika
Berita Terkini
-
PT KAI: 22 Maret Dimulainya Lonjakan Penumpang di Stasiun Pasar Senen
-
Polres Jayawijaya Memastikan Kondisi Wamena Kondusif
-
Bangkitkan Nostalgia Generasi Milenial, Film "Jumbo" Layak Ditonton Orang Dewasa
-
Polisi Amankan 19 Pasangan Tidak Sah di Kamar Hotel
-
Satgas Yonif 715/Mtl Berbagi Kasih Dengan Masyarakat