Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Keuangan Negara I Rasio ULN pada Februari 2021 Sebesar 39,7 Persen terhadap PDB

Tanpa Moratorium Obligasi Rekap BLBI, Utang Sulit Disetop

Foto : Sumber: Kementerian Keuangan - Litbang KJ/and
A   A   A   Pengaturan Font

» Pemerintah harus memaksimalkan penagihan piutang BLBI untuk membantu penerimaan negara.

» Jika rakyat kecil berutang dikejar-kejar debt collector dan hartanya bisa disita bank, penerima BLBI dibiarkan selama 23 tahun.

JAKARTA - Utang akan terus meningkat signifikan jika tidak ada upaya luar biasa dari pemerintah melakukan moratorium pembayaran bunga obligasi rekap Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang selama ini menggerogoti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Bahkan, dipastikan pemerintah akan menerbitkan lagi utang baru untuk membayar cicilan dan bunga utang setiap tahun.

Hal itu tecermin dari utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Februari 2021 yang dipublikasikan Bank Indonesia (BI) sebesar 422,6 miliar dollar AS atau tumbuh 4,0 persen secara tahunan (year on year/yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya yang tumbuh 2,7 persen (yoy).

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (16/4), mengatakan pertumbuhan pinjaman dari luar negeri itu didorong oleh utang pemerintah dan swasta.

Secara tahunan, ULN pemerintah tumbuh 4,6 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada Januari 2021 sebesar 2,8 persen (yoy) seiring dengan upaya penanganan dampak pandemi Covid-19 sejak tahun 2020 dan akselerasi program vaksinasi serta perlindungan sosial pada triwulan I 2021.

"Dalam memenuhi target pembiayaan APBN 2021, pemerintah memprioritaskan dan mengoptimalkan sumber pembiayaan dari dalam negeri, dari luar negeri sebagai pelengkap," kata Erwin.

Secara rasio, total ULN Indonesia tersebut sudah mencapai 39,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau naik 0,1 persen dibanding rasio bulan sebelumnya 39,6 persen terhadap PDB.

Menanggapi utang yang terus meningkat, Pakar Sosiologi dari Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Umar Sholahudin, mengatakan daripada mempertaruhkan negara dengan beban utang yang akan terus meningkat, pemerintah seharusnya mengurangi beban pembayaran dengan moratorium bunga obligasi rekap.

Di sisi lain, pemerintah harus memaksimalkan upaya penagihan piutang BLBI untuk membantu penerimaan negara yang saat ini tengah menghadapi krisis.

"Di tengah situasi kondisi keuangan negara sedang 'bokek' karena krisis, pengembalian uang negara harus diupayakan semaksimal mungkin dan di sisi pengeluaran harus dibuat efisien dengan moratorium," kata Umar.

Dia pun berharap agar pemerintah melakukan perhitungan yang lebih cermat berkaitan piutang BLBI yang belum dibayar para penerima karena angka yang disampaikan baru pokok tunggakan. "Ini butuh effort yang lebih dan pemerintah harus mengkaji lagi angka pastinya, karena kerugiannya bukan 100 triliuan, tetapi jauh di atas itu," pungkas Umar.

Dikejar-kejar

Secara terpisah, Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori, mengatakan perlakuan pemerintah kepada penerima BLBI sangat berbanding terbalik dengan perasaan rakyat kecil yang memiliki utang ke bank.

"Jika rakyat kecil dikejar-kejar oleh penagih utang (debt collector) dan harta mereka bisa disita bank, sehingga modal mencari nafkah pun hilang, maka para penerima dana BLBI diperlakukan istimewa," kata alumni UGM tersebut.

Mereka tidak pernah ditagih selama 23 tahun. Baru pada masa Presiden Joko Widodo, pemerintah membentuk Satgas untuk menagih tunggakan mereka.

"Publik harus mengawal agar kerja Satgas BLBI betul-betul menagih para penunggak. Satgas harus berlaku adil menjalankan tugas dan tanggung jawabnya serta transparan," kata Defiyan.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menegaskan tidak menutup opsi pidana bagi mereka yang mencoba menipu pemerintah dengan menyerahkan aset bermasalah atau memberikan aset palsu ke Satgas.

Pemerintah pun mulai menyiapkan skema penagihan supaya utang BLBI benar-benar menjadi aset negara secara resmi. Salah satu skema yang disiapkan dengan menjalin kerja sama dengan interpol guna memburu aset BLBI yang tersebar di sejumlah negara.

Menko, mencatat setidaknya ada enam bentuk tagihan utang dari para penerima BLBI. Mulai dari kredit, properti, rekening uang asing, hingga saham. Di sisi lain, banyak jaminan yang diserahkan para penerima BLBI bermasalah.

Mulai dari jaminan yang kini sudah berbentuk rekening uang asing, jaminan berbentuk barang yang kini sudah dikuasai orang asing, bahkan ada jaminan tanah dan bangunan yang telah berpindah tangan. n SB/ers/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top