Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sejarah Timur Tengah

Tanpa Banjir Tahunan, Tak Pernah Ada Peradaban Mesir Kuno

Foto : Amir MAKAR / AFP
A   A   A   Pengaturan Font

Pertanian merupakan pondasi ekonomi utama bagi Mesir kuno yang menghidupi masyarakat di sana. Tanah subur untuk pertanian tercipta oleh banjir tahunan dari Sungai Nil yang membuat peradaban Mesir bertahan selama ribuan tahun.

Praktik pertanian di Mesir dimulai di wilayah delta di Mesir utara dan cekungan subur yang dikenal sebagai Faiyum pada Periode Pradinasti di Mesir (sekitar 6000-3150 SM), tetapi ada bukti penggunaan pertanian dan lahan secara berlebihan yang berasal dari 8000 SM.

Sejarawan dan ahli Mesir kuno, Margaret Bunson, dalam The Encyclopedia of the Archaeology of Ancient Egypt (1991) menyebut bahwa pertanian Mesir kuno sebagai ilmu pengetahuan dan praktik orang Mesir kuno sejak zaman pradinasti yang memungkinkan mereka mengubah hamparan tanah semi kering menjadi ladang yang subur setelah setiap banjir Sungai Nil.

Mengacu pada banjir tahunan Sungai Nil yang meluap hingga menutupi tepiannya, sedimen ini menyimpan tanah yang kaya nutrisi sehingga memungkinkan untuk bercocok tanam. Namun tanpa banjir, budaya Mesir tidak akan dapat bertahan di Lembah Sungai Nil dan peradaban mereka tidak akan pernah terbentuk.

Banjir Sungai Nil begitu penting sehingga para cendekiawan percaya bahwa banyak, jika tidak sebagian besar, mitos Mesir yang paling terkenal terkait dengan atau secara langsung terinspirasi oleh peristiwa ini.

Kisah kematian dan kebangkitan Dewa Osiris misalnya, dianggap awalnya merupakan alegori untuk banjir Sungai Nil yang memberi kehidupan. Banyak dewa sepanjang sejarah Mesir secara langsung atau tidak langsung terkait dengan banjir sungai tersebut.

Ladang-ladang di Mesir begitu subur sehingga pada musim yang baik ladang-ladang tersebut menghasilkan cukup makanan untuk memberi makan setiap orang di negara itu dengan berlimpah. Selama setahun, negeri itu masih memiliki surplus yang disimpan di lumbung-lumbung milik negara dan digunakan dalam perdagangan atau disimpan untuk masa-masa sulit.

Musim tanam yang buruk selalu merupakan akibat dari banjir dangkal oleh Sungai Nil. Tidak peduli berapa banyak curah hujan atau faktor-faktor lain yang berperan, banjir tahunan merupakan aspek terpenting dari pertanian Mesir.

Karena ladang harus dibajak dan benih harus ditabur serta air dipindahkan ke berbagai daerah, semua itu menyebabkan ditemukannya bajak yang ditarik sapi dan perbaikan dalam sistem irigasi.

Sistem Kanal

Setelah tanah dibajak, benih pun disebar. Namun, semua pekerjaan ini akan sia-sia jika benih tidak mendapatkan cukup air dan irigasi lahan secara teratur sangatlah penting. Oleh karenanya masyarakat menggali kanal-kanal untuk irigasi pertanian yang mengairi ladang pertanian.

Meski terjadi banjir tahunan dari Sungai Nil, namun kanal irigasi diperlukan untuk mengalirkan air ke pertanian dan desa-desa yang lebih jauh dari sungai untuk menjaga dari kejenuhan tanaman di dekat sungai.

Teknik irigasi Mesir sangat efektif sehingga diterapkan oleh budaya Yunani dan Roma. Metode irigasi baru diperkenalkan selama Periode Menengah Kedua Mesir (sekitar 1782-1570 SM) oleh orang-orang yang dikenal sebagai Hyksos yang menetap di Avaris di Mesir Hilir.

Pakar Mesir kuno Barbara Watterson dalam The Egyptians (1997) mencatat bagaimana wilayah delta di Mesir Hilir jauh lebih subur daripada ladang-ladang di Mesir Hulu di selatan. Kondisi ini membuat petani Mesir di bagian hulu harus kreatif dan sejak dini belajar bekerja sama dengan tetangganya dalam memanfaatkan air sungai melalui pembangunan kanal irigasi dan parit drainase.

Kanal-kanal ini direkayasa dengan hati-hati untuk mengairi ladang secara efisien dan yang terpenting tidak mengganggu tanaman atau kanal milik orang lain.

Bunson menulis: "Para petani awal menggali parit dari tepi Sungai Nil ke lahan pertanian, menggunakan sumur bor dan kemudian menggunakan shaduf, sebuah mesin primitif yang memungkinkan mereka untuk menaikkan permukaan air dari Sungai Nil ke dalam kanal. Ladang yang diairi dengan demikian menghasilkan panen tahunan yang melimpah."

Sejak Periode Pradinasti, pertanian merupakan andalan ekonomi Mesir. Sebagian besar orang Mesir bekerja sebagai buruh tani, baik di tanah mereka sendiri maupun di tanah milik kuil atau bangsawan. Pengendalian irigasi menjadi perhatian utama dan pejabat provinsi bertanggung jawab atas pengaturan air.

Bunson di sini tidak hanya merujuk pada pertikaian antara masyarakat atas hak atas air, tetapi juga tanggung jawab yang hampir sakral dari para pejabat untuk memastikan bahwa air tidak terbuang sia-sia, termasuk memastikan bahwa kanal-kanal tetap berfungsi dengan baik.

Gubernur daerah (nomarch) dari distrik tertentu (nome) mendelegasikan wewenang kepada mereka yang berada di bawahnya untuk membangun kanal-kanal yang disponsori negara dan untuk pemeliharaan jalur air publik dan swasta.

Kanal-kanal yang disponsori negara sering kali merupakan karya seni yang sangat indah. Ketika Ramses II yang Agung (1279-1213 SM) membangun kotanya Per-Ramesses di lokasi Avaris kuno, kanal-kanalnya dikatakan sebagai yang paling mengesankan di seluruh Mesir.

Selain pengerjaan kanal ini dihias dengan rumit, pada saat yang sama berfungsi dengan efisiensi yang sangat tinggi sehingga seluruh wilayah di sekitar Per-Ramesses berkembang pesat. Sementara kelimpahan hasil panen tidak hanya berarti bahwa orang-orang akan cukup makan, tetapi juga perekonomian akan berkembang melalui perdagangan barang-barang pertanian. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top