Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Tangkal Radikalisme melalui Pelajaran Sejarah

Foto : istimewa

Menangkal Intoleransi - Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif (kedua dari kiri) pada sarasehan guru sejarah bertajuk Guru Sejarah Pengawal NKRI, Menangkal Intoleransi, dan Radikalisme dari Ruang Kelas, di Kampus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, pekan lalu.

A   A   A   Pengaturan Font

Kondisi di Tanah Air belakangan ini membuat gamang banyak pihak. Mobilisasi sentimen agama yang digencarkan kelompok-kelompok tertentu dengan menggunakan label agama cenderung menjadi gerakan intoleran dan radikal. Keadaan ini masih diperparah dengan ujaran-ujaran oknum tokoh dan pemuka masyarakat yang bernada memecah persatuan dan kesatuan bangsa.

Jelas, keadaan tersebut menuntut kepekaan dan langkah strategis untuk mengatasinya. Tentu di sisi lain masyarakat harus mewaspadai gerakan intoleran tersebut. Hal tersebut membuat para alumni jurusan sejarah dan fakultas keguruan ilmu pendidikan prodi pendidikan sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tertantang untuk mencari solusinya.

"Sungguh memprihatinkan, masih adanya gerakan organisasi yang jelas-jelas menolak dan ingin mengganti dasar negara Pancasila dengan dasar negara yang lain. Itu ditambah adanya gerakan oleh beberapa orang yang diduga akan melakukan makar," kata ketua panitia sarasehan Forum Alumni 85 Jurusan Sejarah dan Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Prodi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, YB Murdiana, di Yogyakarta, baru-baru ini.

Atas kondisi tersebut, mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif, mengingatkan materi-materi sejarah mampu mengikis sikap intoleransi dan radikalisme serta memperluas cara pandang siswa, jika disampaikan dengan metode yang tepat. Itu cukup efektif karena sejarah itu sumber informasi tentang manusia yang tidak akan pernah habis digali.

Lebih jauh, Syafii dalam sarasehan guru sejarah bertajuk Guru Sejarah Pengawal NKRI, Menangkal Intoleransi, dan Radikalisme dari Ruang Kelas ini mengatakan dengan berpijak pada sumber-sumber pengalaman bangsa dan kemanusiaan, sejatinya materi-materi sejarah mampu mencerahkan kehidupan bangsa. Hal itu termasuk menepis masuknya paham-paham radikal dan intoleransi.

Kendati demikian, tambah Syafii, materi itu bisa memiliki fungsi demikian hanya bila disampaikan oleh guru atau dosen dengan metode yang tepat. Guru sejarah harus betul-betul memahami substansi materi sejarah dengan model penyampaian yang tidak kering. "Sejarah baru punya makna kalau guru-guru sejarah betul-betul memahami dan menghayati persoalan," katanya.

Wawasan Luas

Syafii mengingatkan agar materi tidak sekadar terkesan tekstual yang kering, guru sejarah harus memiliki wawasan yang luas dengan menguasai bidang-bidang pengetahuan yang lain, seperti antropologi, sastra, serta filsafat. "Ibarat orang berenang, jangan hanya berenang di permukaan, tetapi juga menyelam ke bawah sehingga mengetahui hakikat sejarah dan hakikat kemanusiaan," kata Syafii yang pernah mengenyam Jurusan Sejarah di Universitas Cokroaminoto, Surakarta, itu.

Pengajar sejarah Universitas Sanata Dharma, Anton Haryono, mengakui materi sejarah, khususnya sejarah nasional, efektif menumbuhkan semangat kebangsaan dan nasionalisme siswa. Materi itu memang muaranya bertujuan membangun semangat kebangsaan siswa.

Meski demikian, Anton berharap materi sejarah tidak lagi sekadar disampaikan seperti pidato atau ceramah. Materi sejarah harus disampaikan secara komunikatif dua arah, serta mampu disesuaikan dengan konteks saat ini. Kalau sekarang siswa cenderung apriori terhadap materi sejarah, itu bergantung model pengajarannya.

Anton menyarankan perlunya perubahan yang menyeluruh dalam model pengajaran sejarah. Perubahan tersebut, antara lain meliputi metodologi pengajaran hingga jam pelajarannya. "Guru-guru sejarah juga perlu membuat eksperimen-eksperimen dalam mengajar. Jangan ada lagi guru menyuruh menghapal kepada murid-muridnya. Bila perlu para murid diajak turun ke lapangan dan berinteraksi dengan masyarakat," kata Anton.

Guru sejarah memegang peran penting dalam menangkal intoleransi dan radikalisme melalui aktivitas belajar mengajar di kelas sekolah. Guru sejarah yang bersentuhan secara intensif dengan generasi muda pewaris bangsa musti benar-benar menghayati pelajaran yang diampunya sehingga cita-cita para pendiri bangsa bisa tersetafetkan pada generasi muda.

Dosen program magister ilmu religi dan budaya dan jurusan sejarah Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Baskara T Wardaya SJ, mengatakan kondisi saat ini kembali mendesakkan akan kebutuhan pentingnya sosialisasi Pancasila kepada masyarakat. YK/Ant/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Eko S, Antara

Komentar

Komentar
()

Top