Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Taman Sekolah Jadi Sumber Kehidupan bagi Anak-Anak Kamboja yang Kelaparan

Foto : AFP/TANG CHHIN Sothy

Sarapan Sehat I Seorang guru membagikan sarapan pada murid-murid di sebuah sekolah di Provinsi Siem Reap, Kamboja, awal Juli lalu. Murid-murid itu mendapat asupan gizi dan nutrisi yang cukup dan sehat berkat sarapan yang sayurannya mereka tanam sendiri di taman sekolah.

A   A   A   Pengaturan Font

Di antara tanaman bayam di taman sekolah pedesaan Kamboja, anak-anak menguji kemampuan matematika mereka sambil menimbang hasil panen. Tetapi ketika harga-harga pangan naik, petak-petak sayur di taman sekolah itu berubah menjadi jaring pengaman bagi keluarga yang kesulitan.

Jauh sebelum penerapan pembatasan Covid merusak perekonomian, kekurangan gizi dan kemiskinan mengintai kaum muda Kamboja. Semua ini terjadi akibat warisan konflik dan ketidakstabilan selama beberapa dekade setelah pemerintahan pelaku genosida, Khmer Merah, pada era '70-an.

Saat ini kerawanan pangan telah memburuk sejak invasi Russia ke Ukraina, memicu kelangkaan dan inflasi global.

Program Pangan Dunia (World Food Programme/WFP) mengatakan harga bahan pokok lokal telah melonjak pada tahun lalu. Harga telur bebek misalnya, telah naik sebesar 20 persen dan harga minyak goreng hampir 40 persen.

Penjual mie bernama Chhon Puthy, 31 tahun, telah kehilangan separuh pendapatannya selama pandemi dan mengkhawatirkan kesehatan anak-anaknya. "Kami orang tua terkadang harus mengurangi jatah makan kami," kata ibu dua anak dari Desa Chroy Neang Nguon, sekitar dua jam perjalanan dari Siem Reap.

Dalam beberapa bulan terakhir, keluarganya mengandalkan program taman sayur dan sarapan gratis di sekolah anak-anaknya untuk meringankan tekanan ekonomi.

"Masyarakat di sini amat bergantung pada pemberian jatah makanan (di sekolah) karena setiap pagi orang tua sibuk bertani dan tidak bisa memasak untuk anak-anak mereka," kata dia.

Untunglah sekolah-sekolah terpencil di Provinsi Siem Reap telah menerapkan pemanfaatan taman untuk mengajarkan keterampilan hidup kepada murid-muridnya seperti bercocok tanam dan memasak.

"Saya belajar tentang menanam sayuran, membuat pupuk organik, bagaimana bekerja dengan tanah," kata seorang murid berusia 12 tahun bernama Seyha. Kepada reporterAFP, Seyha menuturkan bahwa pengetahuan yang ia terima di sekolah telah membantu meningkatkan produktivitas kebun sayur keluarganya sendiri.

Lebih dari 1.000 sekolah di seluruh Kamboja memiliki program pangan yang didukung oleh WFP, dengan sekitar 50 taman belajar didirikan dengan bantuan dari kelompok hak asasi global, Plan International.

Sebelum pelajaran setiap hari, siswa disajikan sarapan gratis berupa nasi dan sup ikan dengan sayuran yang ditanam di kebun. Long Tov, kepala sekolah di Chroy Neang Nguon, mengatakan program taman dan pangan telah membantu meningkatkan tingkat konsentrasi, memori, dan hasil tes siswa. "Ini (juga) sangat mengurangi angka putus sekolah," kata Long Tov kepadaAFP.

Sementara itu Vireak, 12 tahun, mengaku senang makan di sekolah bersama teman-teman sekelasnya. "Saya merasa lebih kuat dan lebih pintar dan saya bisa belajar banyak hal lebih mudah dari sebelumnya," ungkap dia.

Dampak Inflasi

Sejauh ini malnutrisi telah merugikan perekonomian Kamboja lebih dari 400 juta dollar AS per tahun (sekitar 2,5 persen dari PDB) menurut sebuah studi yang didukung oleh UNICEF. Kamboja sendiri telah membuat kemajuan dalam mengatasi masalah-masalah kekurangan gizi kronis pada anak balita yang tercatat turun dari 32 persen pada 2014 menjadi 22 persen, namun ada kekhawatiran bahwa inflasi dapat menghambat momentum kemajuan ini.

"Naiknya harga pangan kemungkinan akan memperburuk tingkat kekurangan gizi anak yang sudah tinggi, tepat ketika negara itu mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan dari dampak ekonomi pandemi," kata kantor Nutrisi PBB (United Nations Nutrition) di Kamboja dalam sebuah pernyataan.

Di Rumah Sakit Anak Angkor di Siem Reap, pemimpin tim nutrisi Sroeu Phannsy mengatakan kepadaAFPbahwa beberapa keluarga miskin dipaksa untuk mengurangi susu formula bayi, yang dapat berakibat buruk bagi kesehatan bayi.

Perjuangan melawan gizi buruk membawa tim petugas kesehatannya ke daerah terpencil, di mana mereka merawat anak-anak dengan makanan ringan siap saji yang padat energi.

"Kami khawatir pertumbuhan mereka di masa depan, terutama perkembangan otak mereka akan melemah saat mereka bersiap untuk pergi ke sekolah pada usia 5 atau 6 tahun," kata Sroeu Phannsy. AFP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top