Austria Gelar Pemilu, Partai Sayap Kanan Siap Rebut Kemenangan Bersejarah
Herbert Kickl dari Partai Kebebasan (FPOe), kelompok sayap kanan Austria, saat rapat umum pemilu di Stephansplatz di Wina, 27 September 2024.
Foto: Bloomberg/AFP/Joe Klamar/Getty ImagesWINA - Warga Austria mulai memberikan suaranya pada hari Minggu (29/9) dalam pemilihan umum yang dapat mempertemukan kubu sayap kanan dengan kubu konservatif untuk meraih kemenangan bersejarah di negara Alpen Uni Eropa tersebut.
Partai Kebebasan (FPOe), yang menduduki puncak beberapa jajak pendapat pra-pemilu, telah berkuasa beberapa kali tetapi tidak pernah menduduki puncak suara nasional, meskipun jika menang, tidak pasti apakah partai ini akan mampu membentuk pemerintahan.
Sejak Herbert Kickl mengambil alih partai yang tercemar korupsi itu pada tahun 2021, popularitasnya meningkat kembali karena kemarahan pemilih terkait persoalan migrasi, inflasi, dan pembatasan Covid, sejalan dengan partai-partai sayap kanan di tempat lain di Eropa.
"Saya ingin memilih Kickl dari lubuk hati saya. Ia perlu menyelesaikan masalah migrasi," kata Angela Erstic (69), seorang dokter, kepada AFP pada rapat umum FPOe terakhir di pusat kota Wina, Jumat malam.
Untuk memperkuat citra FPOe sebagai partai anti kemapanan, Kickl (55) telah berkampanye dengan slogan-slogan seperti "Berani mencoba sesuatu yang baru". Partai tersebut kini memperoleh 27 persen dukungan dalam jajak pendapat.
Partai Rakyat konservatif yang berkuasa (OevP) telah tertinggal. Tetapi pemimpinnya, Kanselir Karl Nehammer (51) berhasil mempersempit kesenjangan dalam beberapa minggu terakhir.
Menjanjikan "stabilitas alih-alih kekacauan", OeVP memperoleh dukungan 25 persen dalam jajak pendapat terbaru.
Tempat pemungutan suara mulai dibuka pada pukul 7.00 pagi (05.00 GMT) dan akan ditutup pada pukul 7.00 malam. Proyeksi berdasarkan pemungutan suara melalui pos dan penghitungan suara dari TPS yang tutup lebih awal akan diumumkan segera setelah itu.
Lebih dari 6,3 juta orang dari sembilan juta penduduk Austria memenuhi syarat untuk memilih.
"Ini adalah pemilihan umum yang menentukan," kata Rachel Schwarzboeck (74) seorang pensiunan Austria keturunan Yahudi-Polandia, kepada AFP. Ia mengatakan tidak akan memilih FPOe, sebuah partai yang dibentuk oleh mantan Nazi.
"Saya tidak ingin rezim Nazi berkuasa di Austria," katanya.
Sudah lama menjadi kekuatan politik di Austria, keterlibatan pertama FPOe dalam pemerintahan pada tahun 2000 di bawah pemerintahan konservatif memicu protes dan sanksi luas dari Brussels.
Sejak itu, partai-partai sayap kanan telah bangkit di seluruh Eropa, dengan pemerintahan yang akan berakhir sebagian besar bersikap defensif setelah serangkaian krisis, termasuk pandemi corona dan invasi Rusia ke Ukraina.
"Kali ini akan berbeda, kali ini, kami akan menang dalam pemilihan ini. Kali ini, kami akan berhasil," kata Kickl kepada kerumunan pendukung yang bersorak-sorai di depan katedral utama Wina pada hari Jumat.
Dalam pidatonya, ia sekali lagi mengecam sanksi Uni Eropa terhadap Rusia, mengusung konsep "remigrasi" sayap kanan yang menyerukan pengusiran orang-orang dari latar belakang etnis non-Eropa yang dianggap gagal berintegrasi.
Dukungan terhadap OeVP yang konservatif telah anjlok dari lebih dari 37 persen pada pemilihan nasional terakhir tahun 2019.
Mitra koalisi junior mereka, Partai Hijau, sekarang berada di angka delapan persen dalam jajak pendapat, atau hampir setengah dari yang diperoleh pada tahun 2019.
Tidak Ada 'Kanselir Rakyat'
Tetapi para analis secara luas memperkirakan bahkan jika FPOe memenangkan kursi terbanyak, ia tidak akan memiliki cukup kursi atau mitra untuk membentuk pemerintahan.
Nehammer telah berulang kali menegaskan penolakannya untuk bekerja di bawah Kickl, yang menyebut dirinya sebagai "Volkskanzler" masa depan, kanselir rakyat, sebutan bagi Adolf Hitler pada tahun 1930-an.
Menggagalkan jabatan kanselir Kickl dapat dilakukan oleh koalisi tiga partai yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dipimpin oleh OeVP dengan Partai Sosial Demokrat, yang memperoleh suara sedikit di atas 20 persen, dan partai ketiga, mungkin NEOS yang liberal.
Jika OeVP, yang telah menjadi bagian dari setiap pemerintahan sejak 1987, memenangkan kursi terbanyak atau berkinerja hampir sama kuatnya dengan FPOe, para analis melihat kemungkinan koalisi dengan sayap kanan sebagai mitra junior.
Pandangan kedua pihak bertemu "dalam banyak hal", dan "solusi kreatif" dapat ditemukan untuk menangani Kickl, kata Andreas Eisl, peneliti di Institut Jacques Delors, kepada AFP.
Kedua pemerintahan OeVP-FPOe sebelumnya berumur pendek.
Yang terakhir, yang dipimpin oleh pemimpin OeVP yang karismatik, Sebastian Kurz, runtuh karena skandal korupsi FPOe yang spektakuler pada tahun 2019, setelah satu setengah tahun berkuasa.
Berita Trending
- 1 Dorong Sistem Pembayaran Inklusif, BI Hadirkan Tiga Layanan Baru BI-Fast mulai 21 Desember 2024
- 2 Kenaikan PPN 12% Bukan Opsi Tepat untuk Genjot Penerimaan Negara, Pemerintah Butuh Terobosan
- 3 Pemerintah Harus Segera Hentikan Kebijakan PPN 12 Persen
- 4 Desa-desa di Indonesia Diminta Kembangkan Potensi Lokal
- 5 Libur Panjang, Ribuan Orang Kunjungi Kepulauan Seribu
Berita Terkini
- Malam Tahun Baru, Pemprov DKI Bikin Acara Seru dari Pagi sampai Malam
- Indonesia Resmi Jadi Negara Mitra BRICS pada Januari 2025
- Menteri Perdagangan Tinjau Harga Pangan
- Wow! Kereta Panoramic Ada di Rangkaian KA Mutiara Timur Rute Pasarturi-Ketapang
- Rupiah Kesulitan Menguat di Bawah Rp16.000/ Dollar AS, Target Tahun Ini Bakal Meleset