Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Adriansjah Azhari, Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT Bio Farma (Persero)

Tak Henti Riset Vaksin

Foto : koran jakarta/teguh rahardjo
A   A   A   Pengaturan Font

Adriansjah Azhari berharap Indonesia bisa lepas dari ketergantungan biopharmaceutical dan vaksin negara lain, termasuk untuk keperluan bahan bakunya.

PT Bio Farma Persero merupakan satu-satunya badan usaha milik negara (BUMN) produsen vaksin nasional dan sudah diakui produknya oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Untuk diketahui, hingga akhir tahun 2018, BUMN yang berkantor pusat di Bandung ini menargetkan mampu membukukan pendapatan dari ekspor vaksin senilai 71,6 juta dollar AS.

Vaksin yang akan diekspor pada bulan September sampai dengan Desember itu terdiri dari vaksin polio, campak, TT, DTP, Td, yang ditujukan ke negara-negara berkembang, seperti Pakistan, Afganistan, Sudan, Maroko, dan negara lainnya. Selain itu, beberapa produsen membeli bulk, antara lain lima produsen vaksin di India, satu produsen di Afrika Selatan, dan satu produsen vaksin di Bangladesh. Jenis bulk yang diekspor seperti bulk polio, tetanus, difteri, pertusis, campak.

Produk vaksin itu sudah cukup lama diproduksi dan sudah menjadi langganan ekspor. Tapi, bukan berarti Bio Farma berhenti di situ, saat ini perusahaan terus mempercepat riset untuk membuat vaksin baru, khususnya life science.

Ikhwal Bio Farma mengembangkan riset diungkap Adriansjah Azhari. Dia yang didapuk menjadi Direktur Perencanaan dan Pengembangan mengemukakan, pada awal Oktober 2018, Bio Farma diundang oleh UNICEF dalam pertemuan tahunan industri vaksin, di Copenhagen, Denmark. Pertemuan ini bertujuan untuk pemutakhiran informasi kebutuhan dan forecasting penyediaan vaksin dalam lima tahun mendatang dan produk yang dibutuhkan di dunia saat ini hingga 10 tahun ke depan.

Sejak itu, Bio Farma terus mempersiapkan riset-riset vaksin untuk pemenuhan kebutuhan global. Sehingga Bio Farma terus menggelar Forum Riset Life Science Nasional (FRLN). Forum yang dibentuk sejak 2011 sinergi dengan Kemenristek Dikti, lembaga riset, universitas, dan Kementerian Kesehatan bertujuan untuk melakukan pengembangan vaksin dan produk life science baru dalam negeri untuk kemandirian riset nasional.

Sebagai BUMN, Bio Farma memiliki peran yang sangat strategis untuk turut serta melakukan percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, dalam upaya percepatan dan kemandirian pengembangan produk biopharmaceutical dan vaksin. "Percepatan ini sangat dibutuhkan. Harapannya, kita bisa lepas dari ketergantungan negara lain, termasuk untuk keperluan bahan bakunya," ujar Adriansjah, belum lama ini.

Diungkapkan, percepatan industri farmasi merupakan misi besar Bio Farma untuk bangsa. "Kami ingin menjadi lokomotif riset life science di Indonesia," tegasnya.

Kini, Bio Farma tengah bekerja keras mempercepat hilirisasi dan peluncuran produk life science hasil riset peneliti dalam negeri melalui kerja sama yang erat dengan pemerintah, termasuk dengan badan regulator, dan merangkul para peneliti dari akademisi, lembaga riset, maupun komunitas. "Saya optimis dengan kerja sama yang baik, aktivitas riset para peneliti nasional bisa menghasilkan produk-produk baru tepat waktu dan sesuai kebutuhan masyarakat luas," jelasnya.

Adriansjah, yang juga seorang pakar current Good Manufacturing Practice (cGMP) dan pernah menjadi tenaga ahli CPOB BPOM, mengatakan sangat bangga dengan pencapaian FRLN.

"Dua jempol buat mereka. Saya angkat jempol tinggitinggi dengan raihan peneliti FRLN. Peneliti life science Indonesia kemampuannya tidak kalah dari peneliti negara maju," ungkapnya.

Adriansjah menuturkan bangsa Indonesia mesti bangga pada prestasi rekanrekan peneliti yang di tengah berbagai keterbatasan masih mampu menunjukkan hasil kerja nyata. Bahkan, pada FRLN 2018 akan ada peluncuran prototipe kit HbsAg dan dan kit antiHBsAg hasil karya peneliti FRLN, yang masing-masing berfungsi untuk mendeteksi virus HbsAg dan mendeteksi keberhasilan imunisasi.

Kehadiran kit diagnostik yang didanai Riset Pro LPDP bisa menjadi jawaban atas kebutuhan masyarakat untuk melindungi diri dari ancaman infeksi virus hepatitis B yang merupakan ancaman nyata. Pada tahun 2017 diperkirakan virus ini telah menginfeksi 7,1 persen dari penduduk Indonesia.

Tidak Berkelanjutan

Namun, di balik keberhasilan yang dicapai dengan susah payah tersebut, tersimpan kendala besar. Adriansjah mengatakan kebutuhan mendesak saat ini untuk menjaga keberlanjutan riset life science adalah ketersediaan pendanaan riset jangka panjang atau multiyears untuk kelanjutan riset dari awal sampai menghasilkan luaran berupa produk.

"Para peneliti mengeluhkan jangka waktu pendanaan yang pendek, tidak berkelanjutan. Kadang satu tahun kami dapat dana, tetapi tahun berikutnya kosong. Jadinya, target roadmap penelitian kami tidak tercapai," tuturnya.

Pendanaan penelitian jangka panjang masih diperlakukan secara competitive based atau bersaing dengan banyak proposal penelitian baru. Terkadang konsorsium gagal mendapat pendanaan karena persyaratan administrasi yang tidak terpenuhi. "Kami mengharapkan konsorsium riset yang telah terpilih secara kompetitif tidak perlu bersaing lagi di tahun berikutnya. Peneliti memerlukan pendanaan jangka panjang sampai prototipe produk siap diluncurkan," jelasnya.

BIODATA

Nama: Adriansjah Azhari

Tempat, Tanggal Lahir : Bloomington, AS, 5 September 1963

Pendidikan :

• Sarjana Farmasi dari Institut Teknologi Bandung, 1988
• Master Manajemen Operasional dari Universitas Padjadjaran Bandung, 2005.

Karier :

• 2018-sekarang, Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT Bio Farma
• Mulai bekerja di Bio Farma sejak Tahun 1989 dengan menempati berbagai posisi sebagai Kepala Divisi Perencanaan dan Strategi Bisnis, Kepala Divisi Quality Assurance; Apoteker Penanggung Jawab Mutu, Kepala Divisi Vaksin Bakteri, dan Kepala Divisi Produksi Farmasi.

Pengalaman Organisasi :

• Developing Countries Vaccine Manufacturers' Network (DCVMN)
• World Health Organisation (WHO)
• International Society for Pharmaceutical Engineering (ISPE)

teguh raharjo/AR-2

Komentar

Komentar
()

Top