Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Catatan Akhir Tahun

Tak Bosan Menunggu Gebrakan Anies Atasi Banjir

Foto : ANTARA/Hafidz Mubarak A

Antisipasi Banjir l Petugas Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menggunakan alat berat saat membersihkan sampah dari Kali Pesanggrahan di Tanah Kusir, Jakarta, beberapa waktu lalu.

A   A   A   Pengaturan Font

Kendati telah merasa terbiasa dengan banjir, sejumlah warga Ibu Kota tak bosan menunggu gebrakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, dalam menghadirkan solusinya. Dua kali musim penghujan telah tiba di saat kepemimpinan Anies. Berita soal banjir tak lagi menjadi percakapan umum, meski beberapa wilayah masih saja harus terdampak bencana tahunan itu.

Di kawasan Kamal Muara, Jakarta Utara, misalnya, banjir rob masih saja menghantui warga yang mendiaminya. Di sepanjang pantai Utara ini, pemerintah dan sejumlah pemangku kepentingan lainnya berupaya membangun tanggul pantai untuk menghalau banjir rob ke daratan Jakarta. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Sumber Daya Air bertugas membangun tanggul pantai itu pada tiga lokasi.

Kepala Dinas Sumber Daya Air, Tegus Hendarwan, menyebutkan pihaknya baru menuntaskan pembangunan tanggul pantai hanya di kawasan Pasar Ikan, tepatnya di depan museum Bahari sepanjang 1,2 kilometer. Sedangkan dua titik lainnya, yakni Kali Blencong dan Kamal Muara masih jauh api dari panggang. Dia menargetkan, tanggul pantai di Kali Blencong tuntas tahun 2019, dan di Kamal Muara bisa rampung pada 2020. Artinya, masyarakat pesisir harus lebih siap menanti banjir rob setiap purnama tiba.

"Kecuali yang di Kamal Muara karena di Kamal Muara terkait dengan kondisi lapangan yang memang jujur saja warga masih ada pertentanganlah di sana, makanya kita agak lambat di sana. Tapi secara umum progres di lapangan sudah mencapai sekitar kurang lebih 40 persenanlah tahun ini. Yang memang agak terlambat itu di Kamal Muara," ujar Teguh, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, tidak sedikit warga Kamal Muara yang merasa keberatan dengan adanya pembangunan tanggul pantai. yang memang masih agak keberatanlah dengan keberadaan pembangunan di sana. Di kawasan Kamal Muara ini, pihaknya akan mengerjakan tanggul pantai sepanjang 750 meter, namun baru selesai hanya 300 meter saja dari gelanggang olahraga sampai batas jembatan tempat pelelangan ikan.

"Tahun depan 2019 kita mulai pengerjaannya dari laut. Karena kalau dari darat di situ kan ada namanya pedagang kaki lima, tempat pelelangan ikan, belum lagi bangunan-bangunan lainnya yang cukup padat di sana. Nah tahun depan kita akan kerja di laut, di airnya, bukan di daratnya. Bicara target mungkin 2020 baru selesai," ungkap Teguh.

Sebenarnya, pembangunan tanggul pantai utara menjadi salah satu kegiatan strategi daerah (KSD) yang dicanangkan Anies beberapa waktu lalu. Dalam dokumennya, Anies menyebutkan bahwa pengendalian banjir akan dilakukan melalui naturalisasi sungai, pembangunan waduk/situ/embung, dan tanggul pantai.

Namun hingga kini, bentuk naturalisasi sungai yang sering dilontarkan Anies tak pernah berwujud. Begitu pun dengan pembangunan waduk/situ/embung, kabarnya selalu terkendala pembebasan tanah. Pembangunan waduk yang mulai menampakkan hasilnya merupakan sisa pekerjaan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya. Sama halnya dengan pembangunan tanggul pantai.

Naturalisasi Sungai

Dalam Apel Kesiapan dalam Tanggap Musim Hujan Tahun 2018/2019 di Lapangan Promoter Dirlantas Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Anies mengungkapkan, masih ada 30 titik rawan banjir di Ibukota uang tersebar di lima wilayah kota Jakarta. Yakni 6 titik di Jakarta Barat, 13 titik di Jakarta Selatan, 4 titik di Jakarta Pusat, 4 titik di Jakarta Timur, dan 3 titik di Jakarta Utara.

Masalah banjir, kata Anies, merupakan konsekuensi dari curah hujan yang tinggi yang tidak terserap ke dalam bumi. Dalam hal ini, Anies mengelukan program drainase vertikal atau sumur serapan, agar air yang berlimpah itu bisa langsung terserap ke bumi. Pembuatan drainase vertikal ini akan diperbanyak pada daerah rawan banjir. Namun prgram ini tak masuk dalam 60 KSD yang dicanangkannya.

"Fokus di tempat rawan genangan. Misalnya daerah komunal, banyak padat masyarakat, tapi nggak ada selokannya. Itu kan kalau hujan, air nggak bisa mengalir kemana-mana. Kita bantu dengan sumur resapan," ujar Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perindustrian dan Energi, Ricki Marojahan Mulia.

Menurutnya, pembuatan drainase vertikal akan dilakukan di seluruh wilayah Jakarta, kecuali Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Dua kawasan ini dianggap memiliki muka air tanah yang cukup tinggi. Sehingga tidak cocok dibuat drainase vertikal. Sedikitnya, akan ada 1.333 sumur resapan atau drainase vertikal di seluruh wilayah. Kecuali Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Nantinya, air yang tertampung akan dimasukkan ke dalam gorong-gorong untuk mencegah penurunan muka tanah.

Setiap drainase vertikal yang dibuatnya, kata Ricki, akan memiliki kapasitas tampung beragam. Mulai dari 3 meter kubik hingga 70 meter kubik. Hal itu akan disesuaikan dengan tingkat kerawanan banjir pada setiap wilayah.

Lagi-lagi, pembangunan drainase vertikal ini baru sebatas retorika. Implementasinya akan dimulai tahun 2019 nanti. Di sisi lain, drainase konvensional pun masih menyisakan pekerjaan rumah.

Kepala Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Timur, Mustajab mengakui, masih ada 70 persen sistem drainase yang membutuhkan revitalisasi. Pasalnya, kapasitas tampung drainase itu dianggap tidak bisa menampung curah hujan yang ada dan menyebabkan banjir. pin/P-5


Redaktur : M Husen Hamidy
Penulis : Peri Irawan

Komentar

Komentar
()

Top