Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Proses Belajar I Dinas Terus Memproses Pemberhentian Pelaku

Tak Boleh Ada Ruang Intoleran di Dunia Pendidikan

Foto : ANTARA/HO DPRD DKI Jakarta

Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI ­Jakarta, Anggara Wicitra Sastroamidjojo

A   A   A   Pengaturan Font

Wakil Kepala Sekolah SMA 52 Cilin­cing, Jakarta Utara, berinisial ES telah dicopot dari status wakil kepala sekolah karena berlaku ­intoleran.

JAKARTA - Segenap warga sekolah tidak boleh main-main dengan sikap-sikap intoleran. Kasus SMA 52 harus menjadi pelajaran bersama. Tak boleh ada ruang intoleransi di dunia pendidikan. Tindakan serupa tidak boleh terulang di dunia pendidikan. Penegasan ini disampaikan Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta, Anggara Wicitra Sastroamidjojo, akhir pekan lalu.
Dia mengapresiasi Dinas Pendidikan yang tidak mengizinkan intoleransi di dunia pendidikan. "Tidak boleh ada ruang intoleransi di dunia pendidikan," tandas Anggara. Dia mengapresiasi Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang menjatuhkan sanksi tegas berupa pemberhentian dari status Wakil Kepala Sekolah pelaku intoleran.
"Kami lihat Dinas Pendidikan komit menyelesaikan permasalahan menyangkut kasus intoleransi sekolah," ujarnya. Ke depannya, pengawasan akan dilakukan agar peristiwa ini tidak terulang di sekolah mana pun.
Sebelumnya, Wakil Kepala Sekolah SMA 52 Cilincing, Jakarta Utara, berinisial ES telah dicopot dari status Wakil Kepala Sekolah karena berlaku intoleran. Pencopotan itu merupakan sanksi sementara dari Suku Dinasi (Sudin) Pendidikan Wilayah II Jakarta Utara.
ES diduga mengarahkan sejumlah guru dan siswa agar tidak meloloskan calon Ketua OSIS yang berbeda agama dengan mereka. Instruksi ES itu terekam dalam sebuah rekaman suara yang diterima anggota DPRD DKI Fraksi PDIP, Ima Mahdiah. Dalam rekaman suara tersebut, ES diduga merancang strategi agar calon Ketua OSIS yang berbeda agama tidak bisa maju dalam pemilihan.

Terlibat Aktif
Sementara itu, Suku Dinas Pendidikan Jakarta Utara menyebut dua dari empat tenaga pendidik SMAN 52 Jakarta terlibat aktif dalam kasus intoleransi beberapa waktu lalu. "Untuk guru yang diduga terlibat, awalnya ada empat. Namun, hasil penyisiran, dua orang hanya pasif," kata Kepala Suku Dinas (Kasudin) Pendidikan Wilayah II Jakarta Utara, Purwanto.
Dia menjelaskan bahwa kedua pendidik yang pasif hanya berada dalam satu ruangan dengan dua oknum pendidik yang lebih aktif. Yang pasif tidak mengerti apa-apa. "Namanya ruangan luas dan lebar. Dua guru hanya oke-oke sifatnya pasif mengamini, mengiyakan," ucap Purwanto.
Maka, kedua oknum pendidik yang pasif tersebut diberi sanksi lebih ringan dari guru yang lebih aktif. Purwanto mengaskan dua oknum pendidik aktif intoleran memiliki tingkatannya sendiri. ES sebagai inisiator dan paling aktif. Ini bobot sanksinya paling berat.
Terkait dengan satu tenaga pendidik yang disebutnya aktif, selain ES, Purwanto menyatakan akan disesuaikan dengan bobot pelanggarannya. Namun terkait pemberhentian ES, menurut Purwanto, masih diproses.
Pemberhentian permanen masih menunggu komunikasi Tim Dinas Pendidikan DKI Jakarta serta saran pendapat Inspektorat dan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi DKI Jakarta. Purwanto juga menegaskan kepada sekolah yang bersangkutan agar setiap pemilihan OSIS hendaknya dilakukan berdasarkan kompetensi calon.
Purwanto ingin sekolah memberi contoh kepada siswanya mengenai demokrasi yang baik. Beri kesempatan sebesar-besarnya kepada calon yang kompeten untuk bisa mengampanyekan diri agar terpilih ketua OSIS. "Yang diajukan dikedepankan harus kompetensinya. Karena sebelum pemilihan dia berorasi, semacam kampanye. Siswa lain bisa menakar kompetensinya. "Jadi, dasarnya bukan yang lain," kata Purwanto.
Purwanto mendapat informasi dari pengawas sekolah di Cilincing, Jakarta Utara tersebut, mantan guru setempat. Menurut pengawas tersebut, tidak benar ada tradisi memilih OSIS berdasarkan agama. "Saya sudah tanyakan kepada guru-guru lama, tidak ada tradisi seperti itu. Informasi dari pengawas yang mantan guru, tradisi itu tidak ada. Jadi, ini hanya tindakan wakil kepala sekolah ES," kata Purwanto.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Yohanes Abimanyu

Komentar

Komentar
()

Top