Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
TNI AD -- Diterapkan dalam Seleksi Penerimaan Bintara Kodam

Tak Ada Lagi Tes Keperawanan

Foto : antara/NOVA WAHYUDI

Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Andika Perkasa

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Andika Perkasa menegaskan bahwa dalam rekrutan baru prajurit TNI-AD sudah tidak ada lagi tes atau pemeriksaan keperawanan bagi calon prajurit perempuan.

"Sejak Mei lalu, tanpa tes keperawanan mulai diterapkan dalam seleksi penerimaan Bintara di setiap Kodam," kata Jenderal Andika usai meninjau latihan TNI AD dan US Army "Garuda Shield" di Pusat Latihan Tempur Amborawang, Samboja, Balikpapan, Kalimantan Timur, Kamis (12/8).

Bintara adalah jenjang di mana calonnya harus lulusan SMA atau sederajat. Usia rata-rata 18 tahun. Mereka lulus menjalani pendidikan Sekolah Calon Bintara (Secaba) yang berlangsung selama 5 bulan di Resimen Induk Kodam (Rindam) yang ada di setiap Kodam.

Khusus untuk calon prajurit wanita, setelah lulus seleksi di Kodam, akan menjalani Secaba di Pusat Pendidikan Korps Wanita Angkatan Darat (Pusdik Kowad) di Bandung. Lulusan Secaba akan berpangkat sersan dua.

Kasad Andika melanjutkan, penghapusan tes keperawanan tidak hanya bagi calon prajurit, tapi juga sudah tidak diberlakukan lagi untuk calon istri dari prajurit pria yang mengajukan izin menikah. "Kalau prajurit kita sudah memilih, ya sudah. Emang kita mau ngapain," seloroh Kasad.

Tidak Relevan

Di sisi lain, Kasad Andika menegaskan, aturan pemeriksaan genital atau kelamin, khususnya bagian dalam dari vagina dan cervix (rahim) untuk calon prajurit wanita, ditiadakan. Tes tersebut untuk melihat kondisi hymen (selaput dara) apakah masih sempurna atau ruptured (sobek) seluruhnya ataupun sebagian, adalah bagian dari perubahan untuk kemajuan yang diterapkan Angkatan Darat.

Dalam kesempatan lain, Kasad menyebutkan, tes tersebut dianggap tidak lagi memiliki relevansi terhadap tujuan pendidikan militer. "Karena itu, yang tidak ada lagi hubungannya, tidak perlu lagi dipertahankan," tegasnya.

Sebaliknya, sejumlah tes seperti buta warna, apakah calon mengidap penyakit atau kelainan yang bisa mengancam jiwa, justru semakin rinci dan ketat. Untuk tes buta warna, misalnya, kini selain menggunakan metode tes Ishira, juga ditambah tes Hardy-Rand-Rittler.

Dengan dua tes, buta warna sebagian yang banyak diderita di Indonesia, bisa terdeteksi. Dengan pemeriksaan kesehatan yang relevan dan lebih ketat itu diharapkan terpilih calon prajurit yang memiliki kesamaptaan (kesempurnaan, ketangguhan) jasmani yang terbaik untuk dibina menjadi prajurit mumpuni.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Antara, Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top