Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Mitigasi Bencana

Tak Ada Kepastian Kapan Tanah Longsor Terjadi

Foto : ISTIMEWA

Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kejadian tanah longsor memiliki tanda-tanda yang bisa dikenali. Namun, tidak ada kepastian kapan longsor akan terjadi, masyarakat hanya bisa mewaspadai.

"Tanda-tanda tebing akan longsor seperti ada retakan tanah dan suara pergerakan tanah," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, di Jakarta, Kamis (3/1).

Selain itu, lanjutnya, kemungkinan akan terjadi longsor juga bisa diamati dari tanaman, pohon atau tiang-tiang yang tidak lagi berdiri tegak atau menjadi miring. Hujan terus-menerus dengan intensitas sedang hingga tinggi juga harus diwaspadai karena dapat menyebabkan kandungan air tanah berlebihan sehingga memicu longsor.

"Bila menemukan tanda-tanda kemungkinan longsor, segera hubungi pihak berwenang menangani longsor. Selain itu, segera pindahkan penduduk yang terancam terdampak longsor," jelasnya.

Sutopo mengatakan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sudah memiliki peta potensi bencana longsor untuk masing-masing wilayah pada jangka waktu tertentu yang bisa diakses melalui portal resmi lembaga tersebut.

"Sayang, belum banyak masyarakat dan pemerintah daerah yang mengakses peta potensi bencana longsor itu," ujarnya.

Menurut Sutopo, untuk mengurangi risiko dampak tanah longsor, penataan tata ruang dan wilayah sangat penting dengan memperhatikan peta rawan bencana.

"Wilayah-wilayah yang memiliki risiko bahaya bencana tinggi seharusnya bukan untuk permukiman atau pertanian, melainkan untuk konservasi," tuturnya.

S e m e n tara itu, D i r e k t u r J e n d e r a l Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani, mengatakan memastikan anggaran untuk antisipasi maupun penanggulangan bencana dengan pagu mencapai 15 triliun rupiah pada 2019. "Pagunya meningkat untuk antisipasi bencana dan untuk rekonstruksi," katanya.

Askolani mengatakan anggaran tersebut bersifat on-call yang dapat terpakai sewaktu-waktu dan tidak terikat pada institusi tertentu untuk memudahkan pencairan. "Jadi, tidak ada kekhawatiran mengenai itu dan tidak ada alasan anggaran kecil, karena berapa pun dibutuhkan, pasti akan terpenuhi," ujarnya.

Anggota Komisi V DPR, Rendy Lamadjido menilai, banyaknya korban jiwa akibat bencana alam di Indonesia, salah satunya karena kesalahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam mengelola manajemen kebencanaan. Seharusnya sebelum terjadi bencana, BNPB intens melakukan koordinasi dengan BMKG dan pakar pakar kebencanaan bagaimana mengatasi ketika bencana terjadi.

"Persoalan bencana-bencana itu akibat kegagalan BNPB. Kenapa? Karena tupoksi BNPB itu bekerja sebelum bencana atau mitigasi, saat bencana dan sesudah bencana. Seharusnya sebelum terjadi bencana, BNPB intens melakukan koordinasi dengan BMKG dan pakar pakar kebencanaan bagaimana mengatasi ketika bencana terjadi," katanya.eko/Ant/E-3

Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top