Nasional Luar Negeri Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona Genvoice Kupas Splash Wisata Perspektif Edisi Weekend Foto Video Infografis

Taiwan Produksi Rudal dan Kapal Perang Akibat Ancaman Invasi Tiongkok

Foto : REUTERS/Ann Wang

Presiden Taiwan Tsai Ing-wen memberikan pidato pada Hari Nasional di Taipei, Taiwan, 10 Oktober 2022.

A   A   A   Pengaturan Font

Presiden Taiwan Tsai Ing-wen pada Senin (10/11) bahkan menguraikan langkah-langkah untuk meningkatkan militer termasuk dengan produksi massal rudal presisi dan kapal perang sebagai upaya memperkuat pertahanannya atas potensi perang dengan Tiongkok.

Upayanya itu muncul ketika Presiden Xi Jinping bersiap memperpanjang masa jabatannya dan mencoba untuk mencapai apa yang belum pernah dilakukan pendahulunya dengan mengambil alih Taiwan.

"Melalui tindakan kami, kami mengirimkan pesan kepada komunitas internasional bahwa Taiwan akan bertanggung jawab atas pertahanan diri kami sendiri, bahwa kami tidak akan menyerahkan apa pun pada nasib," tambahnya, seperti dikutip dari Reuters.

Tsai memilih memprioritaskan modernisasi angkatan bersenjata, salah satunya mengembangkan apa yang dia katakan sebagai "kemampuan perang asimetris yang komprehensif" dengan senjata presisi kecil yang sangat mobile seperti rudal anti-kapal yang dapat diluncurkan dari belakang truk dan dipindahkan setelah menembak.

"Sekarang kita harus meninggalkan ilusi kita dan bersiap untuk bertarung. Kita benar-benar harus siap untuk bertarung," kata seorang sumber Taiwan yang mengetahui kebijakan pemerintah Tiongkok, berbicara dengan syarat anonim karena dia tidak berwenang untuk membahas penilaian intelijen dengan media.

Latihan perang Tiongkok di dekat Taiwan pada Agustus lalu telah mendorong ketegangan ke level tertinggi dalam beberapa dasawarsa, sekaligus menyalakan kembali kekhawatiran konflik yang telah membayangi sejak pemerintah Republik Tiongkok yang kalah melarikan diri ke pulau itu pada 1949 setelah kalah perang saudara dari komunis Mao Zedong.

Xi sendiri tidak menutupi keinginannya untuk menjadikan Taiwan yang diperintah secara demokratis sebagai bagian dari Republik Rakyat Tiongkok, baik dengan cara damai jika memungkinkan maupun dengan kekuatan.

Berbicara kepada Reuters, Lin berkata Xi terus berusaha memperluas pengaruh Tiongkok di kancah global dan mencapai tujuan yang tidak dicapai oleh para pendahulunya, termasuk dengan membawahi Hong Kong.

"Ketika kami mengatakan prestasi, untuk Taiwan itu jelas bukan pertanda baik, itu bukan hal yang baik," kata Lin.

"Saya pikir dalam lima tahun ke depan akan lebih intens untuk hubungan lintas-selat, itu akan lebih tidak stabil dan juga ketegangan di Selat Taiwan akan meningkat ke tingkat yang berbeda," tambahnya.

Seorang pejabat senior keamanan Taiwan bahkan mengatakan masa jabatan ketiga Xi akan membawa ketegangan tak terduga di selat perbatasan kedua negara. Xi pada bulan lalu mengulangi janjinya untuk mencapai "penyatuan kembali" secara damai di bawah model otonomi "satu negara, dua sistem" yang digunakan untuk Hong Kong, namun wacana itu ditolak secara luas di Taiwan.

Huang Kwei-bo, seorang profesor diplomasi di Universitas Nasional Chengchi Taipei yang merupakan bagian dari delegasi Ma ke KTT Singapura, mengatakan Xi kemungkinan ingin membuat Taiwan di bawah kendalinya lebih cepat dari yang diperkirakan.

"Karena semakin kedua belah pihak bersatu, semakin besar biaya yang harus dibayar Beijing untuk penyatuan nasional," katanya kepada Reuters.

"Xi Jinping, saya pikir, dalam pikirannya, lebih cepat lebih baik daripada nanti," jelasnya.

Perang apa pun dapat menghancurkan ekonomi global, terlebih Taiwan merupakan produsen semikonduktor. Konflik itu juga berpotensi menyeret Amerika Serikat, setelah Presiden Joe Biden berjanji untuk membela Taiwan jika terjadi "serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya" oleh Tiongkok.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Suliana

Komentar

Komentar
()

Top