Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 28 Okt 2023, 07:28 WIB

Tahan Rasa Sakit Terbayarkan Medali Emas

Atlet Para Atletik Indonesia, Sapto Yogo Purnomo

Foto: ISTIMEWA

Sejarah baru saja tercipta di gelaran Asian Para Games (APG) 2022 Hangzhou, Tiongkok. Sprinter Indonesia, Sapto Yogo Purnomo, berhasil meraih total tiga medali emas di APG 2022 tersebut. Pemuda kelahiran Banyumas, Jawa Tengah, itu mampu merebut emas di cabang olahraga para atletik nomor lari 100 meter T37 putra dengan torehan waktu 11,35 detik.

Catatan waktu itu tak hanya mengantarkannya meraih medali emas, tetapi catatan waktu ini sekaligus memecahkan rekor APG yang sebelumnya dipegang oleh Sapto Yogo sendiri, yakni 11,49 detik, yang dia bukukan pada APG 2018 Jakarta. Sebelumnya, Sapto Yogo juga berhasil meraih medali emas di nomor lari 200 meter T37 putra.

Sapto Yogo juga keluar sebagai juara pada nomor lari 400 meter T37 dengan catatan waktu 54,80 yang merupakan medali emas pertama untuk Indonesia di APG 2022 Hangzhou.

Pencapaian Sapto Yogo kali ini pun semakin memperpanjang rentetan prestasinya, setelah baru-baru ini dia memastikan tiket Paralimpiade 2024 Paris setelah meraih medali perak pada nomor 100 m kelas T37 putra Kejuaraan Dunia Para-Atletik 2023 di Paris, Juli.

Di balik prestasinya yang kian meningkat, Sapto Yogo bertanding dengan beragam tantangan dari dalam diri sendiri, mulai dari rasa sakit karena cedera hingga perasaan gugup yang mendera. Namun, dia mampu mengalahkan diri sendiri dengan mengubah kondisi tidak ideal itu menjadi medali untuk Indonesia.

Sapto Yogo adalah salah satu atlet difabel yang mengidap cerebral palsy, sebuah gangguan pada gerakan, otot, atau postur tubuh.

Bagaimana kisah Sapto Yogo hingga mampu mengukir prestasi hingga mengharumkan nama Indonesia, berikut petikan wawancara Koran Jakarta yang dihimpun dalam beberapa kesempatan.

Apa yang menjadi tantangan utama dalam setiap kali berkompetisi?

Saya berlomba melawan rasa sakit di paha kiri dan kanan. Saya menahan rasa sakit itu sepanjang lomba supaya bisa meraih emas bagi Indonesia. Ini terjadi juga saat Asean Para Games Surakarta 2022 dengan nomor perlombaan yang sama, saya juga menahan rasa panas di paha belakang.

Saya berlari juga mengandalkan feeling, saat 100 meter saya masih berlari pelan hingga memasuki awal 200 meter, namun di penghujung 200 meter baru saya mengeluarkan semua kemampuan saya hingga masuk garis finis. Memang lomba tadi sangat berat. Saya malah membayangkannya dikejar anjing, soalnya dulu juga sudah kejadian. Pengalaman dikejar anjing.

Apakah rasa sakit itu mengganggu?

Rasa sakit ini terjadi akibat cedera hamstring, yang saya alami saat berlomba di Asian Para Games 2018 dan sering kambuh. Tapi itu tidak membuat saya menyerah.

Semangat yang Anda tunjukkan patut diacungi jempol. Tapi, pernahkah mengalami hal buruk dengan "maaf" kondisi yang dialami?

Waktu sekolah di SMP saya pernah diledek oleh teman dibilang cacat. Itu pernah membuat saya down, bahkan hingga ingin bunuh diri. Saya sempat ingin terjun ke jurang, tapi itu batal saya lakukan.

Apa yang membuat Anda membatalkan niat tersebut?

Guru yang sering memotivasi saya. Dia bilang enggak cuma orang normal saja yang bisa berprestasi, orang seperti saya juga bisa menunjukkan yang terbaik untuk Indonesia. Akhirnya saya termotivasi.

Untuk sekarang ini apakah label cacat itu masih melukai hati Anda?

Kalau sekarang saya sudah berdamai dengan keadaan. Malah itu dijadikan bahan bercandaan.

Bagaimana awalnya bisa menekuni cabang olahraga atletik?

Waktu SMP juga saya paling menonjol dalam pelajaran olahraga terutama di nomor lompat jauh. Lompatannya paling jauh di antara teman-teman lain. Untuk lari sprint waktu usia saya 16 tahun, ketika masih duduk di kelas satu SMK. Saya terus berlatih, ikut kejuaraan, dan akhirnya dipanggil ke pelatnas.

Kaki dan tangan kanan saya menderita layu. Lari sejauh 30 meter saja, saya akan mulai hilang keseimbangan. Namun, hal itu tak menahan saya untuk memilih jalan hidup sebagai atlet lari, cabang olahraga yang mengandalkan kekuatan kaki.

Semua berawal saat saya SMK. Guru olahraga saya--Bu Winda Prasepti, melihat kekurangan fisik saya, namun di saat bersamaan melihat potensi yang bisa dikembangkan dari kekurangan tersebut. Saya lantas dipertemukan dengan seorang pengurus atlet-atlet difabel di Jawa Tengah.

Lewat campur tangannya, saya mulai latihan di Solo untuk mengikuti Peparpenas (Pekan Paralympic Pelajar Nasional) di Bandung. Di ajang itu, saya meraih 5 medali emas.

Kemenangan itu membawa saya untuk dipanggil menjadi perwakilan Indonesia di Asean Para Games di Malaysia.

NPC (National Paralympic Committee) menjadi organisasi tempat saya bernaung. Pengurus NPC yang berhasil meyakinkan orang tua saya bahwa program latihan atletik di NPC merupakan suatu hal yang positif.

Orang tua akhirnya ikut mendukung, meskipun awalnya sempat terbebani bermacam kerisauan dan pertanyaan: Benarkah NPC melakukan sesuai yang dijanjikan? Mereka sampai sering datang untuk melihat saya berlatih langsung, untuk melihat anaknya yang berada di bawah tanggung jawab NPC.

Sebelum ikut paralympic, saya sempat dihantui rasa minder. Semasa sekolah, teman-teman mengucilkan saya, kekurangan fisik saya sering diejek, saking seringnya hingga saya bolos sekolah satu minggu.

Saya sempat dikucilkan. Tapi jangan mengeluh. Tetap berjuang, berusaha mencapai cita-cita yang saya inginkan. Prestasi yang saya raih perlahan lewat ikut berbagai ajang paralympic lantas membangkitkan rasa percaya diri. Bahkan sudah tak ada lagi teman-teman yang mengejek seperti dulu.

Saya pun kerap ditanya apa rahasianya meraih prestasi dengan keterbatasan fisik yang saya miliki. Saya hanya bisa sarankan untuk mengikuti program pelatih sampai selesai tanpa mengeluh. Jangan lupa untuk berdoa dan jangan sampai cedera.

Mempersiapkan mental juga penting. Saya sering cari lawan yang terkuat latihan bareng, bahkan saya sering sparring dengan atlet normal. Meskipun hanya dengan jarak lari yang pendek, sekitar 30 meter, tapi saya lakukan terus-menerus. Sampai saya benar-benar bisa menyaingi rekan sparring saya.

Beberapa kali bisa, tapi kalau sudah 30 meter ke atas terasa sulit sebab keseimbangan tangan mulai berkurang.

Bisa diceritakan lebih detil prestasi apa saya yang Anda raih sejak menekuni lari sprint?

Di Peparnas 2016 di Bandung, saya meraih lima medali emas untuk lima nomor lari 100 meter, lari 200 meter, lari estafet 4+100 meter, lari estafet 4+400 meter, dan lompat jauh. Setelah itu di kompetisi atletik Asean Para Games 2017 yang berlangsung di Malaysia, saya berhasil meraih dua medali emas dari nomor lari 100 meter dan 200 meter, serta perak dari lompat jauh.

Tahun 2018, saya meraih dua medali emas pada Asian Para Games 2018, di nomor lari 100 meter T37 putra dan lari 200 meter T37 putra.

Saya juga ikut di Asian Youth Para Games 2017 Dubai merebut dua medali perak dan satu emas pada World Para Atletik di Tiongkok 2018.

Berbagai prestasi itu telah mengharumkan nama Indonesia, apa target selanjutnya?

Dengan tiga emas di Asian Para Games, saya makin percaya diri untuk bersaing di Paralimpiade 2024 Paris. Saya ingin sekali, untuk kedua kalinya mendapatkan medali di Paralympic. Kemarin waktu Paralympic Tokyo saya mendapatkan medali perunggu.

Itu merupakan sebuah kejutan di ajang Paralimpiade 2020. Awalnya saya hanya ditargetnya untuk pecah rekor pribadi, tetapi bersyukur bisa dapat medali perunggu.

Untuk itu saya akan segera berlatih kembali demi mengasah kondisi fisik serta mental supaya lebih siap menghadapi para pelari top dari seluruh dunia.

Bagaimana persaingan di Paralimpiade?

Beberapa pesaing berat di Paralimpiade berasal dari Brasil dan Russia. Tapi, saya tetap termotivasi, bersemangat, dan bertekad mengharumkan nama Indonesia.

Untuk Paralimpiade Paris turun di nomor apa?

Saya akan turun di nomor lari 100 meter dan 200 meter T37 putra di Paris. Biasanya di Paralympic, yang berat itu pelari dari Brasil dan Russia. Tapi biasanya juga akan ada pendatang baru yang juga kuat. Tapi, saya optimistis.

Anda telah meraih tiga emas di nomor lari 100 meter T37 putra Asian Para Games 2022 Hangzhou, apa artinya itu bagi Anda secara pribadi?

Buat saya, tiga medali emas ini sangat berharga, karena ini juga pertama kalinya di Asian Para Games ada yang meraih tiga emas. Selain itu, target emas dari para atletik Indonesia juga sudah terpenuhi, dan dari empat, tiga emasnya dari saya. Saya senang sekali.

Prestasi yang Anda raih tentu akan mendapat ganjaran bonus dari pemerintah, apa harapan untuk bonus itu?

Dari dulu saya tidak mikir soal bonus karena saya berlomba hanya ingin menang dan membela negara. Tapi kalau memang ada bonus, ya saya bersyukur. Saya ingin gunakan sebagai modal mendirikan bengkel motor. Saya juga punya cita-cita beribadah haji bersama orang tua, kalau rumah kan sudah ada.

Untuk bengkel, saya usahakan langsung jadi. Kalau bikin dealer berat. Soal dikasih orang tua, saya juga tidak tahu buat apa. Terpenting saya akan memberikannya.

Apa yang menjadi cita-cita Anda di masa depan?

Saya tidak ada cita-cita sih. Awalnya saya hanya berpikir lulus SMK saja. Soalnya kan kondisi saya tidak normal seperti yang lain. Sebelum jadi atlet, saya keseharian main saja. Lulus SMK tidak ada cita-cita, karena kondisi saya tidak senormal yang lain.

Redaktur: Sriyono

Penulis: -

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.