Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penguatan Inovasi

Survei: Lebih 10 Persen Perusahaan Jerman Gunakan Teknologi AI

Foto : AXEL HEIMKEN / AFP

Lebih dari 10 persen perusahaan Jerman menggunakan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) untuk keuntungan perusahaan.

A   A   A   Pengaturan Font

FRANKFURT - Sebuah survei yang diterbitkan pada Rabu (2/8) menunjukkan lebih dari 10 persen perusahaan Jerman menggunakan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) untuk keuntungan perusahaan.

Sebanyak 13,3 persen dari sekitar 9.000 perusahaan yang terlibat dalam survei lembaga riset yang berbasis di Munich, ifo, menggunakan AI, sementara 9,2 persen lainnya berencana untuk menggunakan teknologi yang dapat mengambil keputusan dengan lebih cepat melalui analisis data otomatis itu.

Seperti dikutip dari Antara, pakar industri dari lembaga tersebut, Anna Wolf, mengatakan sebagian besar perusahaan di Jerman sedang melirik teknologi AI.

Meskipun AI semakin populer di kalangan perusahaan Jerman, penerapannya bervariasi di berbagai industri, demikian diungkap oleh survei tersebut.

Industri manufaktur muncul sebagai yang tercepat dalam merangkul AI dengan sekitar 30 persen dari semua perusahaan manufaktur menggunakan atau berencana untuk menggunakannya. Di sisi lain, sejauh ini belum ada diskusi tentang AI di 60 persen perusahaan konstruksi di Jerman.

Sementara itu, Kementerian Pendidikan Jepang akan mengembangkan teknologi AI generatif yang memiliki kemampuan menghasilkan hipotesis ilmiah dan medis dengan mempelajari makalah penelitian serta gambar riset untuk membantu proses riset.

Dilansir dari Nikkei pada Minggu, pemerintah Jepang berharap dengan mengembangkan teknologi AI sendiri, dapat menjamin keamanan data sekaligus meningkatkan daya saing nasional.

Penelitian Ilmiah

Saat ini, pengembangan AI difokuskan untuk ranah penelitian ilmiah dan medis yang diperkirakan akan menelan biaya sebesar 30 miliar yen (3,2 triliun rupiah). Kementerian Pendidikan Jepang akan mengumpulkan pendanaan untuk tahap pengembangan awal pada tahun anggaran 2024.

Lembaga penelitian Riken akan memimpin pengembangan AI tersebut. Rencananya teknologi AI tersebut akan diujicobakan di laboratorium eksternal dan perusahaan mulai dari tahun fiskal 2025.

Proyek tersebut diperkirakan berlangsung selama delapan tahun dan ditargetkan teknologi itu tersedia untuk para peneliti secara nasional mulai tahun fiskal 2031.

Data penelitian tambahan akan dimasukkan ke dalam AI generatif untuk membuatnya mampu mengidentifikasi zat yang menyebabkan penyakit atau merancang material untuk digunakan di bidang medis atau industri.

Riken memiliki koleksi data penelitian yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan AI generatif. AI akan mempelajari data berkaitan dengan senyawa kandidat atau gambar diagnostik yang digunakan dalam penelitian di bidang medis dan industri.

Teknologi AI akan membantu penulisan makalah dengan meneliti literatur masa lalu. Di masa depan, peneliti dapat berinteraksi dengan AI untuk menemukan dan menguji hipotesis baru.

Saat ini, perusahaan dari AS seperti Open AI dan Google memimpin dalam tren pengembangan AI generatif. Sementara di Jepang, NTT dan SoftBank tengah membuat model AI yang kompatibel dengan bahasa Jepang. Teknologi tersebut diharapkan dapat meningkatkan produktivitas di bidang administrasi seperti pembuatan surat elektronik, dokumen, dan notula.

Laporan terbaru yang dirilis Accenture menemukan kehadiran teknologi AI dapat mengembangkan bisnis perusahaan menuju masa depan baru saat dunia fisik dan digital semakin bersatu.

Laporan The Accenture Technology Vision 2023 yang bertajuk When Atoms Meet Bits: The Foundation of Our New Reality menjelaskan bagaimana tren teknologi yang mendasari konvergensi dunia fisik dan digital bersamaan dengan semakin banyaknya perusahaan yang ingin mempercepat perubahan bisnisnya saat ini.

Menurut laporan tersebut, 100 persen dari eksekutif bisnis di Indonesia sepakat perusahaan memerlukan cara yang lebih sistematis untuk mengelola penggunaan teknologi baru secara bertanggung jawab.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top