Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ketahanan Pangan I RI Harus Membuat Dunia Pertanian Menarik bagi Generasi Muda

Sulit Ciptakan Lumbung Pangan kalau Belum Ada Keberpihakan ke Petani

Foto : ISTIMEWA

Sektor pertanian belum menguntungkan dan belum berpihak ke petani. Kebutuhan dalam negeri masih dipenuhi dari impor. Padahal, kebergantungan pada pangan impor bisa membuat krisis pangan lebih parah.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Target pemerintah untuk menjadikan Indonesia salah satu lumbung pangan dunia sulit direalisasikan selama tidak ada komitmen kuat dari pemerintah menjadikan sektor pertanian menguntungkan bagi para petani. Para petani dan tenaga kerja akan berlomba-lomba masuk ke pertanian, kalau sektor tersebut sudah menjanjikan penghidupan yang layak.

Sektor pertanian belum menguntungkan dan belum berpihak ke petani. Kebutuhan dalam negeri masih dipenuhi dari impor. Padahal, kebergantungan pada pangan impor bisa membuat krisis pangan lebih parah.

Guru Besar Fakultas Pertanian dari Univeristas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Dwijono Hadi Darwanto, yang dihubungi Koran Jakarta, Jumat (15/9), mengatakan RI sangat berpotensi menjadi lumbung pangan dunia karena memiliki luas lahan pertanian yang besar, iklim yang mendukung, air berlimpah, dan jumlah petani yang masih cukup. Potensi itu bisa terwujud, asalkan semua faktor itu didukung kuat pemerintah.

"Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), luas lahan baku sawah di Indonesia pada 2019 tercatat 7,463 juta hektare. Dengan asumsi dalam setahun tiga kali panen maka diperkirakan luas lahan panen dalam setahun idealnya mencapai 21-22,5 juta hektare," kata Dwijono.

Dwijono berasumsi, jika setiap hektare bisa menghasilkan atau berproduksi 6 ton beras, setahun hasil panen beras dalam negeri seharusnya mencapai 126 juta ton beras. Sedangkan kebutuhan untuk konsumsi seluruh penduduk Indonesia dalam setahun hanya 32 juta ton atau hanya seperempat dari total panen.

Tak Dapat Dukungan

Namun karena tidak mendapat dukungan yang kuat dari pemerintah, pada 2022 lalu menurut BPS, luas panen padi hanya sekitar 10,45 juta hektare sehingga Indonesia justru mengimpor beras dalam setahun sampai dua juta ton.

Dwijono pun membandingkan dengan Vietnam yang sampai akhir 1970-an masih menghadapi sisa-sisa perang, namun secara cepat memperbaiki aliran irigasi dari Sungai Mekong, dan hasilnya hari ini Vietnam menjadi salah satu negara eksportir beras.

"Untuk menjadi lumbung pangan dunia, Indonesia harus membuat dunia pertanian menarik bagi generasi muda. Pertanian harus menguntungkan. Maka yang pertama harus diperbaiki adalah jaringan irigasi yang 60 persen telah rusak. Saat musim kemarau seperti ini saatnya memperbaiki jaringan irigasi, jika ingin panen tahun depan lebih baik," kata Dwijono.

Pmerintah, jelasnya, memang telah membangun banyak bendungan dan embung, namun dengan jaringan irigasi yang ada saat ini maka sarana yang telah dibangun dengan uang sangat banyak tersebut tidak akan banyak artinya untuk petani. "Jika masalah irigasi selesai, baru pada tahap selanjutnya yaitu pupuk dan benih," jelas Dwijono.

Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Eugenia Mardanugraha, mengatakan penanganan krisis pangan seharusnya menjadi bagian dari manajemen bencana yang harus dimiliki pemerintah Indonesia. Sayangnya, hingga kini belum ada.

Indonesia, katanya, belum memiliki Disaster Risk Management (DRM) dan Business Continuity Planning (BCP). "DRM dan BCP semacam skenario apabila terjadi krisis pangan, apa yang harus dilakukan," tegas Eugenia.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top