Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Subsidi "Output" Pertanian

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Sejak program Bimas Nasional Tahun 1969, pemerintah menyediakan kredit dengan bunga rendah dan sarana produksi utama (bibit unggul, pupuk, dan pestisida) dengan harga yang disubsidi. Kebijakan subsidi harga input ini dipadukan dengan kebijakan stabilisasi harga output melalui penetapan harga dasar gabah dan pengamanannya oleh Bulog.

Setiap tahun, sebelum masa tanam musim hujan, pemerintah menetapkan harga pupuk kimia, pestisida, bibit unggul, dan harga dasar gabah. Ini semua sebagai insentif untuk mendorong adopsi teknologi dan peningkatan produksi padi.

Penuruan pemberian insentif dimulai pada akhir tahun 1980-an. Kebijakan tersebut diawali dengan penghapusan subsidi pestisida, pengurangan subsidi pupuk K, dan irigasi (Simatupang & Rusastra, 2004). Kebijakan insentif bagi petani padi yang masih dipertahankan adalah harga dasar gabah. Namun, kebijakan ini tidak sepenuhnya efektif karena gabah yang ditampung di Bulog hanya berkisar 5-7 persen dari total produksi petani. Akhir-akhir ini malah terjadi disinsentif. Sebab harga pasaran gabah dan beras sudah lebih tinggi dari harga pembelian pemerintah (HPP).

Subsidi pupuk kadang tidak bermakna, karena proporsi biaya usaha tani dari komponen pupuk tidak besar. Pernah timbul debat antara subsidi untuk pupuk versus subsidi gas untuk pabrik pupuk. Karena banyak kepentingan bermain di area ini, maka pernah juga disarankan untuk "mengembalikan subsidi pupuk kepada petani." Satu hal yang belum pernah dicoba secara serius adalah subsidi harga output, walaupun banyak pihak yang menyuarakannya.


Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top