Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kekurangan Gizi I "Stunting" Baik Fisik maupun Kognitif Berdampak Seumur Hidup

“Stunting" Akibatkan Kemiskinan Berkelanjutan dan Keterbelakangan Masif

Foto : ANTARA/DEDHEZ ANGGARA

TARGET PEMERINTAH KURANGI KEMISKINAN EKSTREM HINGGA NOL PERSEN I Dua orang anak bermain di depan rumahnya di kampung nelayan Pabean Udik, Indramayu, Jawa Barat, Minggu (19/6). Pemerintah menargetkan penurunan angka kemiskinan ekstrem hingga nol persen di 212 kabupaten/ kota pada tahun 2024 seiring dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) nomor 4 tahun 2022 tentang percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.

A   A   A   Pengaturan Font

» Ibu yang kekurangan gizi selama kehamilan, diturunkan ke anaknya yang menyebabkan wasting.

» Prevalensi stunting menurut data SSGBI tahun 2021 yaitu 24,4 persen atau 5,33 juta balita.

JAKARTA - Salah satu upaya untuk mengentaskan kemiskinan adalah dengan menurunkan angka prevalensi kekerdilan atau stunting. Sebab, stunting merupakan salah satu dari sebelas penyebab kemiskinan yang berkelanjutan dan keterbelakangan yang masif di satu negara.

Pakar Sosiologi dari Universitas Airlangga (Unair), Bagong Suyanto, yang diminta pendapatnya dari Jakarta, Minggu (19/6), mengatakan stunting dapat mengakibatkan kemiskinan karena merupakan kelemahan fisik yang menjadi salah satu unsur dari perangkap kemiskinan.

"Kelemahan fisik akan saling berkaitan dengan unsur perangkap kemiskinan yang lain seperti kemiskinan itu sendiri, keterbatasan akses (isolasi), ketidakberdayaan dan lainnya, sehingga mematikan peluang hidup orang atau keluarga miskin," kata Bagong.

Kondisi yang rentan itu sering menyebabkan keluarga miskin harus menjual harta benda dan aset produksinya sehingga mereka menjadi makin rentan dan tidak berdaya.

Kantor Koordinasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Urusan Kemanusiaan atau Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) menyatakan untuk mengatasi kemiskinan ekstrem harus menyelesaikan 11 penyebabnya salah satunya adalah stunting.

OCHA mengatakan bahwa kemiskinan menyebabkan kelaparan, tetapi kelaparan juga merupakan penyebab, dan pemelihara kemiskinan. Kalau seseorang tidak mendapatkan cukup makanan, mereka akan kekurangan kekuatan dan energi yang dibutuhkan untuk bekerja. Dengan kata lain, sistem kekebalan tubuh mereka akan melemah karena kekurangan gizi dan membuatnya lebih rentan terhadap penyakit yang menghalanginya untuk bekerja.

Pada seribu hari pertama kehidupan seorang anak sejak dari rahim ibunya hingga lahir ke dunia adalah kunci untuk memastikan kesehatan masa depan mereka dan kemungkinan untuk keluar dari kemiskinan. "Jika seorang ibu kekurangan gizi selama kehamilan, yang dapat diturunkan kepada anak-anaknya, menyebabkan wasting (berat badannya rendah untuk tinggi) atau pengerdilan (tinggi badan rendah untuk seusianya)," sebut laporan badan PBB itu.

Lebih lanjut, dipaparkan bahwa stunting pada anak, baik fisik maupun kognitif, dapat menimbulkan dampak seumur hidup. Orang dewasa yang stunting saat masih anak-anak memperoleh rata-rata 22 persen lebih rendah daripada mereka yang tidak stunting. Di Ethiopia, pengerdilan berkontribusi terhadap kerugian Produk Domestol Bruto (PDB) sekitar 16 persen.

Masyarakat Cerdas

Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, dalam kesempatan terpisah, mengatakan stunting sebagai masalah serius yang harus diselesaikan sebagai prasyarat untuk bisa mencapai visi Indonesia emas. Pembangunan sumber daya manusia (SDM) sangat penting karena untuk menjadi negara yang maju masyarakatnya harus cerdas.

"Kalau SDM kurang gizi, semua yang menjadi target visi Indonesia emas tidak akan tercapai," kata Esther.

Pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam meningkatkan kualitas SDM harus mengalokasikan sejumlah anggaran untuk membiayai berbagai program untuk memberi nilai tambah pada setiap warga negara.

Ketersediaan anggaran sangat urgen karena dunia saat ini tengah dihadapkan pada ancaman kelaparan dan krisis pangan karena lonjakan harga berbagai komoditas pangan yang cukup signifikan.

Oleh sebab itu, pemerintah dituntut menjamin ketersediaan pangan yang cukup dan mengurangi jumlah anak yang mengalami masalah stunting.

Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, sebelumnya menargetkan prevalensi kekerdilan atau stunting harus turun tiga persen per tahun agar pada 2024 mendatang tinggal 14 persen.

"Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) Tahun 2021, prevalensi stunting 24,4 persen atau 5,33 juta balita, sementara Presiden menargetkan angka stunting turun menjadi 14 persen pada 2024. Untuk mengejar target tersebut maka prevalensi stunting harus turun tiga persen per tahun," kata Muhadjir.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top