
Studi: Makan Keju Bisa Kurangi Risiko Terkena Sleep Apnea
Foto: ANTARA/PexelsJAKARTA - Keju merupakan makanan yang paling digemari, namun kerap dianggap tidak sehat. Pada kenyataannya, sebuah studi mengungkapkan nilai gizi keju berpotensi bermanfaat bagi penanda tertentu yang berhubungan dengan sleep apnea.
Dilansir Hindustan Times pada Kamis (16/1), sleep apnea adalah gangguan tidur yang menyebabkan pernapasan berhenti dan mulai berulang kali selama tidur. Hal ini terjadi ketika seseorang terbangun di malam hari secara tiba-tiba, merasa sesak napas, dan mengambil napas panjang.
Menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Sleep Medicine, sebuah makanan yang mengejutkan dapat membantu mengurangi risiko gangguan ini, yaitu keju.
- Baca Juga: Tetap Muda dengan Kurangi Kalori
- Baca Juga: NJZ Grup Baru Bagi Minji, Hanni, Danielle,Haerin, dan Hyein
Dalam penelitian tersebut, para peneliti menguraikan bahwa kesehatan metabolik dan kardiovaskular yang buruk meningkatkan risiko sleep apnea, tetapi nutrisi dalam keju mempengaruhi faktor-faktor ini.
Studi ini meneliti partisipan berdasarkan penanda biologis yang berhubungan dengan sleep apnea, seperti aspartate aminotransferase, urea, cystatin C, globulin pengikat hormon seks, testosteron, dan tekanan darah diastolik. Mereka menemukan hubungan yang jelas antara keju dan sleep apnea.
Keju mungkin tidak serendah itu dalam hal nilai gizi karena penelitian menjelaskan bahwa keju mengandung protein berkualitas tinggi, kalsium, asam lemak, peptida bioaktif, asam amino, dan vitamin utama. Semuanya memiliki peran penting dalam mendukung kesehatan.
Para peneliti juga menekankan pentingnya konsumsi keju dalam jumlah yang tidak berlebihan, sama seperti makanan lainnya.
Sungguh ironis bahwa makanan yang umumnya dianggap tidak sehat karena kandungan kalorinya yang tinggi, yang menimbulkan kekhawatiran akan obesitas, ternyata juga dapat mengurangi risiko sleep apnea, suatu kondisi yang juga disebabkan oleh obesitas.
Oleh karena itu menyoroti pentingnya kontrol porsi. Makanan sering diberi label 'baik' atau 'buruk', tetapi pada akhirnya moderasi atau keseimbangan pola makan yang hanya sebanyak dibutuhkan tubuh adalah kunci utama. Sehingga dapat membantu meningkatkan nilai gizi dari makanan yang secara konvensional dianggap 'buruk'. Ant/I-1
Berita Trending
- 1 Kepala Otorita IKN Pastikan Anggaran untuk IKN Tidak Dipangkas, tapi Akan Lapor Menkeu
- 2 Masyarakat Bisa Sedikit Lega, Wamentan Jamin Stok daging untuk Ramadan dan Lebaran aman
- 3 SPMB Harus Lebih Fleksibel daripada PPDB
- 4 Polemik Pagar Laut, DPR akan Panggil KKP
- 5 Peningkatan PDB Per Kapita Hanya Dinikmati Sebagian Kecil Kelompok Ekonomi
Berita Terkini
-
BNI Dorong Pemerataan Ekonomi Desa melalui Program BNI Dedikasi
-
Gubernur Terpilih Khofifah Pastikan Jatim Siap Dukung Swasembada Pangan Nasional
-
Ishiba: Jepang Tertarik Impor LNG, Bioetanol dan Amonia dari AS
-
Jangan Khawatir Soal Gaji ke-13 dan THR ASN, Menpan RB: Sudah Disiapkan Setiap Instansi
-
PM Jepang Desak Trump Wujudkan Kawasan indo-Pasifik yang 'Bebas dan Terbuka'