Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Bantuan Permodalan I Pendanaan Usaha Jadi Kendala Utama yang Dihadapi Perusahaan Rintisan

"Start-up" Bisa Manfaatkan Dana CSR

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Di Indonesia, dana CSR belum banyak dimanfaatkan sebagai alternatif pembiayaan untuk mendanai permodalan perusahaan rintisan atau start-up.

Jakarta - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memfasilitasi perusahaan rintisan atau start-up companies untuk memafaatkan pembiayaan bersumber dari dana tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR.

"Kawasan Sains Teknologi (KST) memiliki peran utama sebagai katalisator pembangunan ekonomi regional, sebagai inkubator unit-unit usaha baru yang berteknologi tinggi, dan sebagai penyedia layanan teknologi di daerah," kata Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal BKPM Ikmal Lukman melalui keterangan tertulis, di Jakarta, Selasa (4/12).

Hal itu dilakukan BKPM dengan menggelar forum yang mempertemukan langsung perusahaan start up (Start up Companies/ SuC) dengan sejumlah perusahaan dan modal ventura. Isu permodalan merupakan aspek krusial yang banyak disuarakan oleh para pelaku SuC dalam pengembangan Kawasan Sains dan Teknologi (KST) di Indonesia. Pemerintah menargetkan membangun 100 KST di seluruh Indonesia, yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019.

Adapun forum ini dihadiri oleh sekitar 90 peserta dari puluhan SuC yang bergerak di sektor digital, energi, pertanian, produk herbal, serta makanan dan minuman.

Ikmal menjelaskan, dalam proses inkubasi oleh KST, salah satu tantangan utama yang dihadapi start up adalah pendanaan dan skema bisnis yang membuat bisnis mereka lebih berkembang dan berkelanjutan.

Untuk mengatasi kendala tersebut, BKPM berupaya memfasilitasi para perusahaan start up untuk mendapatkan informasi mengenai best practices dan bantuan permodalan dari dana CSR, dana ventura, ataupun sumber dana lainnya.

Menurut Direktur BPPT, Iwan Sudrajat, konsep KST atau technopark pada dasarnya adalah melakukan hilirisasi hasil pengembangan teknologi yang ada menjadi produk-produk yang komersial. Karena itu, dalam pengembangan perusahaan rintisan, para pelaku perlu didukung oleh berbagai jenis pembiayaan, seperti pinjaman kemitraan dan Kredit Usaha Rakyat (KUR), serta penyertaan saham dari angel investors, modal ventura, dan equity crowd funding.

"Di Indonesia, dana CSR belum banyak dimanfaatkan sebagai alternatif pembiayaan perusahaan start up," kata Iwan.

Adapun Presiden Joko Widodo telah menerbitkan regulasi Peraturan Presiden (Perpres) No 106 Tahun 2017 tentang Kawasan Sains dan Teknologi (KST). Perpres ini merupakan tindak lanjut dari Nawacita keenam untuk membangun sejumlah KST di berbagai daerah melalui pembangunan sarana dan prasarana teknologi terkini.

Hal ini diselaraskan dengan RPJMN 2015-2019 yang menargetkan pengembangan 100 KST di seluruh Indonesia yang juga merupakan bagian dari proyek strategis nasional. Hingga saat ini, 44 KST terbangun dan diharapkan menjadi inkubator pengembangan perusahaan-perusahaan pemula untuk mempercepat mereka melakukan spin-off dan komersialisasi produk.

Potensi Demografi

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini bahwa potensi demografi penduduk Indonesia yang didominasi dengan generasi tech-savvy atau kaum milenial menjadi akses perekonomian besar.

"Untuk mendukung digital ekonomi, saat ini pemerintah tengah membangun satelit dalam rangka meng-cover konektivitas di seluruh Indonesia," ungkap Sri Mulyani, di Jakarta, awal pekan ini.

Dia menambahkan Tren bisnis mulai berubah. Banyak perusahaan konvensional itu pindah atau mengembangkan aspek digital.

"Sehingga, kami terus berkomunikasi dengan perusahaan-perusahaan, seperti ritel biasa atau market place digital untuk mendapatkan masukan mengenai bisnis model mereka dan apa yang perlu di-adjust dari perpajakan," jelasnya.Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top