Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sejarah Politik

Socrates Mengkritik Demokrasi pada Masyarakat yang Tidak Berpengetahuan

Foto : afp/ LOUISA GOULIAMAKI
A   A   A   Pengaturan Font

Kritik Socrates tentang demokrasi tetap relevan sampai saat ini. Salah satu kritik utamanya adalah demokrasi pada mayoritas masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan atau kebijaksanaan, diperlukan untuk membuat keputusan.

Demokrasi merupakan sistem bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak yang sama untuk pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara ikut serta baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.

Bentuk pemerintahan demokrasi saat ini dianggap menjadi yang terbaik dibandingkan dengan bentuk lain seperti monarki, tirani, aristokrasi, dan oligarki. Namun filsuf Yunani, Socrates, yang lahir di Athena sekitar tahun 469 SM, memiliki pendapat tersendiri yang sehingga kadang pandangannya diplesetkan sebagai menolak demokrasi.

Melalui muridnya Plato dan juga Socrates mendokumentasikan ajaran dan dialog filsafatnya. Gagasan Socrates diabadikan dalam karya Plato sepertiThe RepublicdanThe Symposium, yang terus dipelajari dan dihormati hingga saat ini. Isinya menawarkan wawasan mendalam tentang etika, politik, metafisika, dan hakikat pengetahuan.

Dalam masyarakat yang menjunjung demokrasi sebagai bentuk pemerintahan yang ideal saat ini tentu saja pernyataan Socrates memicu banyak pertanyaan dan kritik. Yang perlu diketahui adalah dalam kondisi seperti apa sehingga ia menyampaikan gagasan tersebut.

Pada sejarawan mengatakan, pandangannya mengenai demokrasi sering disalahtafsirkan atau diambil di luar konteks. Padahal pandangan-pandangan Socrates memberi wawasan berharga mengenai potensi kendala dan kompleksitas sistem demokrasi melalui pemilihan umum. Perspektif Socrates tentang demokrasi dapat ditelusuri kembali ke prinsip-prinsip fundamentalnya dan komitmennya yang mendalam terhadap kebenaran, kebajikan, dan pencarian kebijaksanaan.

Dalam dialogThe Republicyang ditulis Plato, Socrates melakukan pemeriksaan kritis terhadap berbagai bentuk pemerintahan, termasuk demokrasi. Plato menebut Socrates tidak membenci atau mengutuk demokrasi. Ia hanya mengajukan pertanyaan dan kekhawatiran tentang fungsi dan potensi kekurangannya. Salah satu kritik utama Socrates terhadap demokrasi berakar pada keyakinannya bahwa mayoritas tidak selalu memiliki pengetahuan atau kebijaksanaan yang diperlukan untuk membuat keputusan yang tepat.

Ia menyatakan keprihatinannya bahwa dalam sistem demokrasi, keputusan sering kali dipengaruhi oleh opini dan emosi masyarakat dibandingkan rasionalitas dan keahlian. Yang dikhawatirkan hal itu dapat mengarah pada pilihan-pilihan yang kurang informasi dan peningkatan individu yang terampil dalam manipulasi atau retorika persuasif tetapi tidak memiliki kebijaksanaan sejati atau integritas moral.

Selain itu, Socrates berpendapat bahwa dalam demokrasi, kekuasaan cenderung berada di tangan massa, yang ia sebut sebagai "tirani mayoritas". Kelompok mayoritas mungkin didorong oleh kepentingan dan nafsu mereka sendiri. Mereka berpotensi mengabaikan kesejahteraan kelompok minoritas atau kepentingan jangka panjang masyarakat secara keseluruhan.

Socrates lalu memperingatkan potensi kekuasaan massa, dimana kekuasaan mayoritas yang tidak terkendali dapat menyebabkan penindasan terhadap suara-suara yang berbeda pendapat dan terkikisnya kebebasan individu. Ia juga mengkritik dampak kekayaan dan pengaruh dalam masyarakat demokratis.

Dalam pandangannya, individu dengan sumber daya yang besar dapat memiliki kekuasaan dan pengaruh yang signifikan terhadap keputusan politik. Hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi korupsi, manipulasi opini publik, dan pengutamaan keuntungan pribadi di atas kepentingan umum.

Memahami Konteks

Untuk memahami sepenuhnya perspektif Socrates tentang demokrasi, penting untuk mempertimbangkan konteks sejarah dan budaya ketika ia hidup. Athena, tempat lahirnya demokrasi, sedang mengalami peningkatan pesat dalam partisipasi politik dan munculnya tantangan-tantangan baru.

Kritik yang dilontarkan Socrates bukanlah penolakan langsung terhadap demokrasi. Ia menyerukan untuk melakukan pemeriksaan secara mendalam, melakukan refleksi diri, dan pemahaman yang lebih dalam mengenai prinsip-prinsip dan cita-cita yang mendasari pemerintahan demokratis.

Bagi Socrates percaya bahwa pencarian kebenaran dan kebijaksanaan adalah tujuan tertinggi keberadaan manusia. Ia sangat prihatin dengan bahaya populisme yang tidak terkendali dan pengaruh opini publik, yang menurutnya dapat menghambat pencarian pengetahuan sejati dan mengarah pada pengambilan keputusan yang salah arah.

Socrates berargumen bahwa demokrasi, meskipun tampaknya merupakan sistem pemerintahan oleh rakyat, dapat dengan mudah berubah menjadi tirani mayoritas. Di sini opini, emosi, dan prasangka populer lebih diutamakan daripada akal dan kebijaksanaan.

Ia menyebut tipe pemimpin politik yang disebutdemagogyaitu pemimpin yang mengandalkan prasangka, janji palsu, dan karisma untuk memanipulasi pemilih agar memilih mereka. Istilah ini muncul di Yunani pada abad kelima SM, sekitar zaman Socrates, dan sering digunakan secara negatif.

Socrates sendiri sangat khawatir format demokrasi akan menimbulkan hasutan. Ia juga khawatir mereka yang mencalonkan diri tidak akan memiliki kebijaksanaan yang dibutuhkan untuk memimpin dan mungkin akan menggunakan jabatan yang mereka pilih untuk kepentingan pribadi dan bukan kepentingan umum.

Socrates pun berpendapat bahwa dalam demokrasi, mayoritas dapat menggunakan kekuasaan. Dengan cara menekan suara perbedaan pendapat dan melemahkan upaya mencapai kebenaran. Ia percaya bahwa keputusan yang diambil oleh mayoritas, didorong oleh bias pribadi, kepentingan jangka pendek, dan sentimen populer, belum tentu merupakan kepentingan terbaik masyarakat secara keseluruhan.

Socrates percaya bahwa keadilan sejati membutuhkan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip etika dan pengakuan terhadap tatanan moral yang lebih tinggi. Ia mengkritik fokus demokrasi pada kebebasan pribadi dengan mengorbankan tanggung jawab kolektif dan berargumen bahwa demokrasi memungkinkan berkembangnya kejahatan dan pengabaian kebajikan. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top