“Social Commerce" Picu Monopoli
Seperti diketahui, e-commerce adalah pembelian dan penjualan barang, jasa, atau data melalui jaringan elektronik di internet. Transaksi yang diselesaikan lewat e-commerce terjadi melalui platform penjualan online situs web e-niaga dan pasar digital. Sementara itu, social commerce menggabungkan jejaring sosial dan e-commerce dengan iklan tertarget dan personal. Di social commerce tidak memiliki biaya administrasi hingga pajak sehingga harga barang lebih murah.
Dokumen Dikembalikan
Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (Dirjen PDN) Kementerian Perdagangan, Isy Karim, mengakui platform yang tergabung dalam Meta grup, yakni Facebook, Instagram, dan WhatsApp telah mengajukan perizinan sebagai social commerce. "Sudah mengajukan, tapi masih ada yang harus dilengkapi. Jadi, belum mengajukan lagi setelah dikembalikan," ujar Isy saat ditemui dalam pembukaan pameran Mall to Mall Produk UMKM yang digelar di Jakarta, Rabu (8/11).
Dirinya menyebut grup perusahaan teknologi itu belum melengkapi dokumen salah satunya aplikasi yang terintegrasi dengan perlindungan konsumen. Facebook, Instagram, dan WhatsApp mengajukan izin sebagai social commerce, bukan e-commerce pada akhir Oktober 2023.
Lebih lanjut, Isy menyampaikan TikTok hingga saat ini belum mengajukan izin sebagai e-commerce. Kegiatan platform itu hingga kini masih dibatasi hanya untuk promosi/ iklan hingga survei.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Muchamad Ismail
Komentar
()Muat lainnya