Sleep Apnea Dapat Tingkatkan Risiko Demensia pada Wanita
Foto: Getty ImagesSebuah penelitian terbaru mengungkapkan, seseorang yang mengalami sleep apnea atau gangguan tidur yang berhubungan dengan pernapasan lebih mungkin mengalami demensia, risikonya terutama lebih besar pada wanita. Penelitian terbaru ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana apnea tidur obstruktif yang menurunkan kadar oksigen seseorang saat mereka tidur dapat mempengaruhi kesehatan otak dari waktu ke waktu.
“Apnea tidur obstruktif adalah kondisi umum yang kurang terdiagnosis namun dapat diobati yang terkait dengan perubahan patologis penting di otak,” kata penulis studi Tiffany Joy Braley, MD, profesor neurologi dan salah satu pendiri MS Fatigue and Sleep Clinic di University of Michigan Health, dikutip dari Health, Rabu (20/11).
“(Hal ini) tumpang tindih dengan banyak perubahan otak yang terlihat pada orang dengan penurunan kognitif dan demensia,” tambahnya.
Selain menemukan hubungan antara sleep apnea dan risiko demensia, para peneliti juga menemukan bahwa hubungan ini lebih jelas pada wanita. Para ahli masih belum mengetahui secara pasti mengapa hal ini terjadi, meskipun hal ini mungkin ada hubungannya dengan risiko masalah kognitif yang sudah meningkat pada wanita.
“Ada beberapa alasan mengapa wanita mungkin berisiko lebih tinggi terkena demensia, termasuk harapan hidup yang lebih panjang, perbedaan perilaku kesehatan, dan faktor penentu sosial kesehatan,” ujar penulis studi Galit Levi Dunietz, PhD, MPH, profesor di Departemen Neurologi dan Divisi Pengobatan Tidur Universitas Michigan.
Penelitian ini diterbitkan bulan lalu dalam jurnal Sleep Advances. Inilah yang dikatakan para ahli tentang hubungan antara apnea tidur obstruktif dan demensia serta cara melindungi kesehatan kognitif jika memiliki gangguan tidur.
“Ini bukan studi pertama yang menemukan hubungan antara apnea tidur obstruktif dan demensia, kata para ahli. Namun, studi baru ini menambah perbincangan dengan menyediakan data longitudinal (10 tahun) untuk 18.815 subjek,” tutur Nitun Verma, MD, MBA, juru bicara American Academy of Sleep Medicine.
Penelitian ini melibatkan peserta dari Health and Retirement Study (HRS), yang merupakan kelompok orang dewasa AS yang representatif secara nasional. Pada saat penelitian dimulai pada tahun 1992, para peserta berusia di atas 50 tahun dan semuanya bebas dari demensia. Para peneliti kemudian melacak kasus demensia yang dikonfirmasi di antara para peserta penelitian dan mencatat siapa saja yang didiagnosis dengan apnea tidur obstruktif atau dilaporkan memiliki gejala.
“Hal ini memungkinkan para peneliti untuk menentukan apakah tanda-tanda (apnea tidur obstruktif) yang sudah ada sebelumnya, bahkan tanpa adanya diagnosis yang diberikan secara klinis dapat memprediksi kemungkinan terjadinya demensia di masa depan,” imbuh Braley.
Keputusan untuk memasukkan peserta yang diduga mengalami sleep apnea dalam analisis ini juga penting, karena banyak orang Amerika yang mengalami gangguan ini belum terdiagnosis. Faktanya, diperkirakan sekitar 30 juta orang Amerika mengalami sleep apnea, meskipun hanya sekitar 6 juta orang Amerika yang telah menerima diagnosis.
“Ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan hal ini. Pertama, gejala sleep apnea sering berkembang secara bertahap dan tidak disadari. Gejala yang paling umum, seperti mendengkur dan kantuk di siang hari, mudah diabaikan atau dikaitkan dengan penyebab lain. Selain itu, banyak orang Amerika yang mungkin tidak dapat menjalani studi tidur, yang diperlukan untuk mendiagnosis kondisi tersebut,” kata para ahli.
Setelah menyelesaikan analisis mereka, para peneliti menemukan bahwa, pada usia 80 tahun, kejadian demensia adalah 4,7% lebih tinggi di antara wanita dengan sleep apnea yang dikonfirmasi atau dicurigai dan 2,5% lebih tinggi di antara pria dengan kasus yang dikonfirmasi atau dicurigai.
“Dibandingkan dengan orang dewasa yang tidak diketahui atau dicurigai menderita apnea tidur obstruktif, orang dewasa yang menderita apnea tidur obstruktif memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami demensia di masa depan, terutama wanita,” kata Braley.
Meskipun tidak diteliti dalam penelitian ini, para ahli memiliki beberapa teori tentang mengapa sleep apnea dapat memengaruhi risiko demensia. Pertama, memiliki gangguan tidur membuat Anda sulit untuk mendapatkan tidur yang berkualitas. Hal ini dapat meningkatkan risiko masalah kognisi.
Penjelasan potensial lainnya adalah bahwa sleep apnea dan kurang tidur dapat mengubah fungsi sistem kekebalan tubuh, sehingga membuat tubuh lebih sulit untuk membuang zat-zat beracun di otak yang telah dikaitkan dengan demensia, tambahnya.
Mengenai mengapa hubungan antara sleep apnea dan demensia lebih menonjol di kalangan wanita dibandingkan dengan pria, salah satunya perbedaan hormon mungkin memainkan peran.
Berita Trending
- 1 Hati Hati, Banyak Pengguna yang Sebarkan Konten Berbahaya di Medsos
- 2 Ayo Terbitkan Perppu untuk Anulir PPN 12 Persen Akan Tunjukkan Keberpihakan Presiden ke Rakyat
- 3 Cegah Pencurian, Polres Jakbar Masih Tampung Kendaraan Bagi Warga yang Pulang Kampung
- 4 Buruan, Wajib Pajak Mulai Bisa Login ke Coretax DJP
- 5 Tanda-tanda Alam Apa Sampai Harimau Sumatera Muncul di Pasaman dengan Perilaku Unik
Berita Terkini
- Kemensos Akan Perkuat Program Pemberdayaan Sosial Lewat Peningkatan Usaha
- Ketua Bawaslu Minta Sentra Gakkumdu Dirumuskan Lagi, Ini Alasannya
- Presiden Prabowo Ajak Masyarakat Jadikan Semangat Natal Wujudkan Indonesia yang Damai, Rukun, dan Sejahtera
- Harus Realistis, Tunda Tarif PPN 12%
- 19 Ribu Warga Padati Monas saat Libur Natal